Kelelakian dan Kewanitaan
Masculinity – Feminity
Hofstede menggunakan kata Masculinity – Feminity untuk menunjukkan skala terhadap sejauh mana karakter maskulinitas-feminitas mempunyai nilai dan terpecahkan. Rasionalitasnya dan hal-hal yang sangat mendukungnya adalah antropologis, psikologis, ilmu politik, termasuk didalamnya sikap maskulin atau feminine yang dipelajari dan termediasi oleh kultur, norma dan tradisi.
Kelelakian
Masculinity
Adalah perkembangan dimana nilai lebih dominan dalam masyarakat adalah yang berorientasi maskulin. Hofstede melanjutkan kesimpulannya sebagai berikut :
Kultur maskulin menggunakan eksistensi biologis dari dua gender untuk menjelaskan aturan perbedaan social untuk laki-laki dan wanita, mereka mengharapkan lelaki lebih percaya diri, ambisius, dan kompetitif, dan bersemangat menggapai materi, menghormati yang besar, kuat dan cepat.
Kewanitaan
Feminity
Adalah sebuah kultur yang menilai feminitas sebagai sikap yang bersikap maju. Dunia feminine melihat pengaturan bahwa lelaki perlu aktif dan karenanya mereka berasumsi dengan membuat aturan yang berkembang; juga didalamnya persamaan gender memegang peranan dalam lingkungan. Dapat disimpulkan dalam kultur feminine mereka menjaga agar “menguasai aturan social untuk semua gender”. Kemerdekaan internal dan kebiasaan persamaan gender adalah yang ideal, dan orang akan bersimpati dengan ketidak beruntungan tersebut. Negara seperti Swedia, Finlandia, Denmark, dan juga Belanda selalu menjaga pandangan dunia feminine.
Kalaupun bukan kultur yang menekankan satu karakteristik tersebut, dapat dilihat ciri varitas tersebut. Seperti, menempatkan nilai tertinggi karakter lelaki diatas wanita masih dapat dilihat di tipe kultur perseorangan yang memimpin mereka. Seperti contohnya di Swedia, yang memiliki rangking tertinggi kategori feminine-Hofstede, perempuan menguasai 41% posisi legislative, di Jepang rengking tertinggi oleh karakteristik lelaki, hanya 5% legislative yang dikuasai perempuan.
Anda dapat juga melihat kategori gender menurut Kim :
Di Jepang, Jerman, dan selain Eropa dan Asia, perempuan menghadapi rintangan serius untuk mencapai tempat kerja berkualitas. Mereka mengharapkan membantu pria dan mereka memberikan gaji rendah, dibawah standar pekerja, dan kesempatan lebih kecil untuk mengembangkan diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar