Propaganda dan Perang Urat Saraf (Psy War)
Istilah propaganda menurut Heinz Dietrich Fischer dan John Calhoun Merril yang dikutip oleh Onong Uchjana Effendi dalam buku Ilmu Komunikasi, Teori Dan Praktek, berasal dari nama suatu kegiatan penyiaran agama Katolik, yaitu Sacra Conregatio de Propaganda Fide atau Majelis Suci Untuk Menyebarkan Kepercayaan yang sudah dilakukan semasa Paus Gregorias XV di Roma tahun 1622.
Buku yang dianggap pertama kali mengupas propaganda secara luas dan teoritis adalah Mein Kampf (Perjuanganku) karangan Adolf Hitler (berisi berbagai pedoman untuk menguasai rakyat sendiri dan melumpuhkan mental musuh), buku tersebut menurut Robert B. Downs dianggap sebagai propagandic masterpiece of the age.
Menurut Astrid S. Soesanto propaganda adalah suatu proses penerangan (mengenai suatu paham, pendapat, dan sebagainya) yang benar atau pun salah yang dikembangkan dengan tujuan meyakinkan orang (biasanya disertai dengan janji-janji muluk) agar menganut suatu aliran, sikap, atau arah tindakan tertentu.
F. Rachmadi dalam buku Public Relatios Dalam Teori Dan Praktek (Aplikasi dalam Badan Usaha Swasta dan Lembaga Pemerintah) menyatakan bahwa : “Pengertian dari propaganda adalah informasi yang berisikan doktrin, opini, ataupun pernyataan resmi dari pemerintah. Propaganda adalah suatu kegiatan komunikasi dengan teknik tertentu”.
Pendapat dari Merrill seperti dikutip oleh F. Rachmadi dalam buku Public Relatios Dalam Teori Dan Praktek (Aplikasi dalam Badan Usaha Swasta dan Lembaga Pemerintah) bahwa : “ ... propaganda bisa diartikan mengontrol sikap tingkah laku manusia. Artinya, propaganda digunakan untuk mengubah sikap dan tingkah laku manusia untuk kesamaan dalam suatu pendapat atau cita-cita”.
Selanjutnya menurut Casey yang dikutip oleh F. Rachmadi dalam buku Public Relatios Dalam Teori Dan Praktek (Aplikasi dalam Badan Usaha Swasta dan Lembaga Pemerintah) menyebutkan bahwa beberapa ciri khas propaganda sebagai berikut :
Para propagandis dalam tugasnya hanyalah melayani para produser pemberitaan tetapi bukan para konsumennya.
Propagandis adalah orang-orang pilihan; mereka adalah orang pintar, disiplin, dan memiliki keberanian moral.
Berita propaganda selalu diperiksa secara cermat, sehingga propagandis harus cerdas.
Propaganda terkadang berbentuk hiburan, seperti film, sinetron, novel, komik dan lainnya, karena hiburan dianggap lebih ampuh untuk menarik khalayak.
Secara teoritis, pesan propaganda harus diulang-ulang. Teknik pengulangan adalah sangat penting dan merupakan dasar dalam kegiatan propaganda.
Para propagandais harus selalu siap menyesaikan strategi propagandanya pada saat menghadapi situasi yang berbeda. Misal kegiatan propaganda melalui media massa dapat diikuti dengan kegiatan Komunikasi Interpersonal yang lebih searah, karena dalam propaganda tidak menghendaki adanya dialog.
Selanjutnya F. Rachmadi dalam buku Public Relatios Dalam Teori Dan Praktek (Aplikasi dalam Badan Usaha Swasta dan Lembaga Pemerintah) telah mengutip publikasi yang diterbitkan oleh Harcourt, Brace and Company di Amerika Serikat bahwa dalam menerapkan strategi propaganda perlu digunakan tujuh cara (Devices of Propaganda / muslihat propaganda) sebagai berikut :
• The name calling device (Penggunaan nama ejekan), adalah strategi untuk menjatuhkan reputasi seseorang dengan ucapan-ucapan yang tidak baik agar pendengarnya atau pembaca pesan itu tidak menyenangi yang bersangkutan.
• The glittering generalation device (Penggunaan kata-kata muluk), adalah strategi percakapan dengan memaparkan hal-hal umum sehingga soal-soal detail yang sebenarnya penting tidak sempat diperhatikan oleh khalayak.
• The transfe device (Pengalihan), merupakan visualisasi konsep untuk mengalihkan karakter tertentu ke suatu pihak. Sebagai contoh : para politikus memajang fotonya ketika sedang bersalaman dengan presiden di ruang kantornya. Hal ini dimaksudkan untuk memindahkan wibawa yang dimiliki presiden ke dalam dirinya.
• The testimonial device (Pengutipan), adalah meminta dukungan seseorang yang berstatus tinggi untuk mengesahkan dan memperkuat tindakannya sendiri.
• The plain-folks device (Perendahan diri), adalah suatu usaha untuk mengenal motif seseorang dalam berkecimpung di bidang kemasyarakatan.
• The card stacking device (Pemalsuan), berisikan fakta yang mendukung pendapat seseorang dan mengesampingkan semua fakta yang berlawanan. Kemudian fakta tersebut disajikan guna menarik khalayak agar menerimanya, walaupun fakta tersebut berlawanan dengan kebenaran.
• The bandwagon device (Hura-hura), merupakan imbauan kepada khalayak untuk bergabung karena tujuan yang akan dicapai pasti berhasil. Dalam hal ini propagandais harus turun ke lapangan untuk mencapai keberhasilan tersebut. (1993 : 139 – 140).
Perang Urat Saraf (Psy War) adalah suatu proses komunikasi saling melakukan kegiatan propaganda antara seorang figur politik dengan figur politik lain, antara suatu kelompok dengan kelompok lain, dan antara suatu negara dengan negara lain, dengan tujuan untuk saling menekan dan menjatuhkan nama orang atau kelompok atau negara lain tersebut. Bagaimana caranya memusnahkan semangat juang musuh (dengan cara menyelundupkan agen-agen rahasia di kalangan musuh untuk menyebarkan desas-desus yang dapat menggoyahkan kekuatan musuh), dan sebaliknya bagaimana membangkitkan semangat juang jajaran sendiri.
Onong Uchjana Effendi dalam buku Ilmu Komunikasi, Teori Dan Praktek, telah mengutip dan menterjemahkan pendapat William E. Daugherty dan Morris Janowitz dari buku yang diterbitkan Departemen of Army USA berjudul A Psychological Warface Casebook, menyatakan bahwa perang urat saraf dapat didefinisikan sebagai :
“ ... The planned use of propaganda and other actions designed to influence the opinions, emotions, attitudes, and behavior of enemy, neutral, and friendly foreign groups in such a way as to support the acomplishment of national aims and objectives.
(Penggunaan secara berencana propaganda dan kegiatan-kegiatan lainnya yang dirancangkan untuk mempengaruhi pendapat, emosi, sikap, dan perilaku pihak musuh, pihak netral, pihak kelompok asing yang bersahabat dalam rangka mendukung pencapaian sasaran dan tujuan nasional). (1994 : 160)
Selanjutnya pendapat Paul M.A. Linebarger yang dikutif dan diterjemahkan Onong Uchjana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi, Teori Dan Praktek, bahwa prang urat saraf terdapat dua pengertian, yaitu :
Perang urat saraf dalam arti sempit, adalah : “The use of propaganda against an enemy, together with such other operasional measures of a military, economic, or political nature as may be required to supplement propaganda (Penggunaan propaganda terhadap musuh beserta tindakan-tindakan operasional lainnya yang bersifat militer, ekonomis, atau politis sebagaimana disyaratkan untuk melengkapi propaganda)”.
Perang urat saraf dalam arti luas, adalah : “ The application of parts of the science of psychology to further the efforts of political, economic, or military actions (Penerapan bagian-bagian dari ilmu psikologi guna melanjutkan kegiatan-kegiatan politik, ekonomi, atau militer)”.
Kemudian Onong Uchjana Effendy menyimpulkan bahwa perang urat saraf meliputi hal-hal berikut :
Ruang Lingkup : Bidang-bidang politik, ekonomi, dan militer.
Sasaran :
Orang-orang yang bersangkutan dengan kegiatan politik, ekonomi, dan militer.
Orang-orang yang ada hubungannya dengan gerakan militer :
• pihak musuh,
• pihak netral,
• pihak sahatat.
Tujuan :
Mencapai kemenangan
Mempengaruhi sikap, pendapat, dan perilaku.
Cara :
• Menerapkan aspek ilmu psikologi
• Merencanakan propaganda
• Merancang kegaiatn-kegiatan lain.
(1994 : 162)
Nama-nama lain untuk istilah perang urat saraf menurut Onong Uchjana Effendy, yaitu :
• political walfare (perang politik)
• ideological warfare (perang ideologi)
• nerve warfare ( saraf)
• propaganda warfare (perang propaganda)
• cold war (perang dingin)
• thought war (perang otak)
• war of ideas (perang ide)
• war of words (perang kata-kata)
• war of wits (perang kecerdasan)
• battle for men’s mind (perjuangan terhadap otak manusia)
• campaign of truth (kampanye kebenaran)
• indirect aggression (agresi tak langsung)
• international communication (komunikasi internasional)
• internatiopnal information (informasi internasional)
• international propaganda (propaganda internasional).(1994 : 163)
Dari nama-nama tersebut di atas maka perang urat saraf itu apapun julukannya pada hakikatnya adalah “suatu metode komunikasi yang secara berencana dan sistematis berupaya mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang atau kelompok orang dalam ajang kemiliteran, politik, ekonomi, dan lain-lain untuk meraih kemenangan”.
Selanjutnya William E. Daugherty dan Morris Janowitz yang dikutip dan diterjemahkan oleh Onong Uchjana Effendi dalam buku Ilmu Komunikasi, Teori Dan Praktek, bahwa klasifikasi propaganda meliputi :
White propaganda (Propaganda putih), yaitu propaganda yang diketahui sumbernya. Hal ini sering juga disebut overt propaganda atau propaganda terbuka. Propagandanya dilakukan secara terang-terangan hingga dapat dengan mudah diketahui sumbernya. Misalnya semasa peperangan Irak-Iran hampir setiap hari dari surat kabar atau setiap malam dari radio atau televisi dapat diperoleh berita mengenai hasil dan kemenangan pertempurannya, sumbernya jelas disebutkan. Untuk iu maka sering juga disebut counter propaganda atau propaganda balasan. Kalau dalam bidang ekonomi hal ini sering disebut commercial propaganda.
Black propaganda (Propaganda hitam), adalah propaganda yang menunjukkan sumbernya, tetapi bukan sumber yang sebenarnya. Hal ini disebut juga covert propaganda atau propaganda terselubung. Propaganda bagaikan istilah ‘lempar batu sembunyi tangan’ yang termasuk kegiatan yang tidak terpuji.
Gray propaganda (Propaganda kelabu), propaganda dilancarkan dengan menghindari identifikasi sumbernya, maka ada yang menganggap tidak lebih sebagai propaganda hitam atau propaganda terselubung yang kurang mantap. (1994 : 163 – 164).
2 komentar:
Thanks for the Info, its so useful.
mdh2n bisa bagi2 info lagi.
Thanks for the Info. Its so useful.
mdh2n bisa bagi2 info lagi...
Posting Komentar