KARAKTERISTIK KOMUNIKASI INTERPERSONAL
Menurut Judy C. Pearson (1983) karakteristik dalam Komunikasi Interpersonal ada lima, yaitu :
1) Komunikasi Interpersonal dimulai dengan diri pribadi (self);
2) Komunikasi Interpersonal bersifat transaksional;
3) Komunikasi Interpersonal mencakup aspek-aspek isi pesan dan hubungan antarpribadi;
4) Komunikasi Interpersonal melibatkan pihak-pihak yang saling tergantung satu dengan lainnya dalam proses berkomunikasi;
5) Komunikasi Interpersonal tidak dapat diubah atau pun di ulang.
A. Myself Communication
Artinya Komunikasi Interpersonal dimulai dari dalam diri pribadi atau diri sendiri. Dalam hal ini awal dari proses komunikasi adalah persepsi. Seperti telah dibicarakan pada Bab IV di muka bahwa persepsi bukan sekedar rekaman atas objek yang yang telah terstimulasikan pada otak manusia tetapi otak manusia itu tidak seperti komputer yang mengolah input sebagaimana data adanya. Persepsi sangat dipengaruhi kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional, dan latar belakang budaya, yang semuanya menentukan interprestasi orang pada sensasi. Sering kali kita mempersepsikan sesuatu secara subjektif padahal belum tentu benar. Contoh : orang berambut gondrong dianggap berandal (padahal belum tentu).
Proses psikologis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam Komunikasi Interpersonal. Hal ini terjadi karena dalam Komunikasi Interpersonal kita mencoba menginterpretasikan makna yang menyangkut diri kita, diri orang lain, dan hubungan yang terjadi.
Menurut Fisher (1987) ada tiga persoalan yang dapat muncul dalam proses pemahaman oleh individu (proses intrapribadi), yaitu :
1) Munculnya respons individu terbatas pada setelah kegiatan komunikasi;
2) Ingatan atau persepsi individu dapat berubah setelah suatu tindakan komunikasi;
3) Individu sering mencampuradukan hubungan antarpribadi dengan respons emosional mereka.
Selanjutnya Fisher (1987) juga mengungkapkan bahwa dalam Komunikasi Interpersonal , masing-masing individu secara simultan akan menggunakan tiga tataran yang berbeda :
1) Pandangan kita mengenai diri kita sendiri disebut persepsi
2) Pandangan kita mengenai diri orang lain disebut metapersepsi
3) Pandangan kita mengenai pandangan orang lain tentang kita disebut metametapersepsi
Dalam Komunikasi Interpersonal memahami diri pribadi merupakan suatu syarat yang mendasar. Diri pribadi biasanya menjadi pusat dari proses komunikasi dan dengan memahami diri pribadi, kita akan lebih mudah memahami komunikasi yang kita lakukan. Mempertanyakan siapa diri kita. Bagaimana diri kita
Upaya kita untuk memahami diri pribadi ini disebut persepsi, dimana melalui indera yang dimiliki, kita menangkap informasi atas objek tertentu. Melalui alat pikir dan logika, kita mempresentasikan informasi yang telah kita peroleh melalui penginderaan. Proses ini memiliki subjektivitas tinggi dan beberapa kelemahan didalamnya.
Sifat-sifat persepsi, yaitu :
Pengalaman
Selektif
Penyimpulan
Tidak akurat
Evaluatif.
Sedangkan elemen-elemen dari persepsi, yaitu :
Sensasi/penginderaan
Harapan
Bentuk dan latar belakang
Perbandingan
Konteks.
Dari elemen-elemen tersebut di atas kita akan menemukan pola, yaitu bentuk pengorganisasian yang menciptakan suatu kesatuan yang utuh.
Komunikasi Interpersonal yang efektif mensyaratkan kita untuk lebih memahami orang lain. Memahami orang lain ini ditujukan untuk :
o Mengurangi ketidakpastian (uncertainty reduction); dan
o Perbandingan sosial (social comparison).
Kedua hal tersebut di atas terutama dalam hal orang yang baru saling mengenal.
Dalam proses mempersepsi orang lain mencakup :
1) Implicit personality theory, mengasumsikan kita sebagai psikolog amatir yang menggunakan perangkat psikologis untuk mempersepsi orang lain.
2) Proses atribusi, mencoba untuk mengenali penyebab atau pengendali atas suatu peristiwa kepada seseorang atau sesuatu.
3) Response sets, adalah predisposisi tertentu yang dilakukan untuk menanggapi orang lain.
Selanjutnya dalam upaya untuk mempengaruhi persepsi orang lain terhadap diri kita telah membuat kita menerapkan sejumlah strategi, yaitu :
1) Impression management, dalam hal ini mengungkapkan bahwa orang cenderung untuk mengarahkan persepsi orang lain terhadap dirinya.
2) Rethorical sensitivity, mengajarakan orang untuk peka terhadap diri sendiri, peka terhadap situasi, dan terutama peka terhadap orang lain.
3) Attributional respons, adalah cara lain dari penggunaan proses atribusi melalui perilaku kita sebagai reaksi atas tindakan orang lain.
4) Konfirmasi antarpribadi, adalah tanggapan atau reaksi atas perilaku orang lain.
Kesalahan mempersepsi sering terjadi, misal kita berceloteh, bercanda akan menyinggung orang tetapi kadang persepsi itu ada benarnya, misal persepsi tingkah laku yang sombong dianggap meremehkan orang.
Konsep diri pribadi tidak dapat dilepaskan dari mekanisme ‘pertahanan diri’. Jika ada seseorang menunjukkan emosi ekstrim seperti marah, maka dikatakan orang itu pertahanan dirinya sedang runtuh.
Konsep ‘pertahanan diri’ dikembangkan oleh Anna Freud yang bersumber dari teori Sigmund Freud bahwa kepribadian seseorang terdiri dari tiga bagian :
Id, mewakili keinginan-keinginan yang tidak disadari dan naluriah yang tidak dikekang. Tujuannya adalah pemuasan diri.
Ego, suatu kekuatan pengekangan keinginan pemuasan diri seseorang ketika berinteraksi dengan orang lain supaya dapat diterima secara sosial.
Superego , merupakan struktur ketiga kepribadian yang berisi kode moral, rasa malu yang menjadi kesadaran diri.
Ketiga struktur kepribadian tersebut terus berkembang dan mengalami modifikasi sepanjang hidup manusia melalui proses internalisasi dan sosialisasi.
Adapun mekanisme pertahanan diri yang umum meliputi :
Rasionalisasi, terjadi ketika sesorang memberi alasan terhadap perilaku, yang bagi orang tersebut tampaknya sangat beralasan. Misal ungkapan ‘Saya akan berhenti merokok segera setelah saya lulus ujian’.
Regresi, dicirikan secara khas oleh perilaku yang cocok untuk tahap perkembangan yang lebih awal. Misal orang dewasa masih menghisap ibu jari.
Represi, adalah penenggelaman ingatan dan perasaan (dari kejadian masa lalu) secara tidak sadar untuk menghindari kecemasan atau perasaan bersalah. Misal orang yang mengalami peledakan bom teroris dapat kehilangan sebagian atau seluruh ingatannya terhadap peristiwa itu, tetapi bila ada peristiwa sejenis menimpa orang lain ia akan menjurus pada gejala-gejala fisiknya seperti letih atau lemah bahkan pingsan.
Pengingkaran, adalah mekanisme pertahanan yang tidak disadari yang digunakan menyangkal terhadap kejadian-kejadian yang menimbulkan kecemasan.Misal contoh pengingkaran yang parah seorang janda masih sering menyiapkan secangkir kopi kesukaan mantan suaminya.
Identifikasi, adalah kekaguman seseorang pada orang lain sedemikian rupa sehingga ia meniru beberapa karakteristik dari orang tersebut.
Proyeksi, terjadi ketika sifat yang dikehendaki dari seseorang diberikan pada orang lain untuk menghindari hukuman.
Fantasi , adalah penggunaan imajinasi untuk membentuk citra dari sesuatu yang diinginkan oleh seseorang.
Mekanisme pertahanan diri tersebut mempunyai efek manfaat jangka pendek dalam mempertahankan harga diri dan mengurangi kecemasan serta rasa bersalah. Tetapi jika digunakan secara berlebihan dapat menyebabkan distordi dari realita sehingga dapat mempengaruhi cara persepsi dan interaksi dengan orang lain.
Selanjutnya konsep diri pribadi juga ditentukan oleh sikap, kepercayaan, dan nilai-nilai. Kepercayaan dan nilai-nilai seseorang sangat mempengaruhi sikap apa yang akan diambil pada suatu peristiwa tertentu.
Suatu sikap adalah respons terhadap sesuatu, baik dalam cara yang positif maupun negatif. Sikap mempunyai tiga unsur, yaitu :
Unsur pemikiran (kognitif)
Unsur emosional (afektif)
Unsur aksi (konatif)
Perubahan pada salah satu dari ketiga unsur sikap tersebut akan membawa perubahan pada unsur-unsur lainnya.
Suatu kepercayaan adalah keyakinan tentang kebenaran sesuatu yang didasarkan pada budaya di mana ia dibesarkan.
Suatu nilai berada pada inti diri seseorang biasanya diwujudkan dalam sistem moral atau agama yang kompleks yang ditemukan pada semua budaya dan masyarakat.
Melalui proses sosialisasi dan komunikasi interpersonal-lah orang-orang mengembangkan sikap, kepercayaan, dan nilai-nilai. Yang pada gilirannya akan mempengaruhi keunikan cara pandang seseorang terhadap dunia. Keunikan inilah yang bertindak sebagai saringan komunikasi dan dapat menjurus ke kesalahpahaman dan kesalahan interpretasi.
Untuk terakhir dalam konsep diri pribadi ini harus ada upaya pengembangan diri. Pengembangan diri melibatkan beberapa usaha yang penting yang akan meningkatkan kemungkinan bahwa komunikasi akan menjadi efektif, uapaya-upaya tersebut meliputi :
1. Menggunakan kesempatan untuk meningkatkan kesadaran diri dalam upaya untuk mamahami orang lain dan pengalaman mereka terhadap kita.
2. Belajat menggunakan keterampilan interpersonal dengan cara yang kompeten, seimbang, dan terpadu.
3. Mengacu pada teori-teori yang terkait dalam upaya menganalisis, merefleksi, dan memproses interaksi.
4. Mengetahui dengan jelas tujuan interaksi dengan sengaja melakukan intervensi yang sesuai dengannya.
B. Transaksional
Komunikasi Interpersonal mengacu pada penilaian orang lain terhadap dirinya. Contoh : Itu dosen saya. Itu pacar saya. Itu suami saya. Kedua contoh tadi mengakui orang lain untuk kepentingan dirinya.
Komunikasi Interpersonal seringkali terjadi dengan mempertimbangkan untung rugi. Dari sebuah interaksi akan terdapat transaksi dalam komunikasi. Contoh dalam komunikasi terdapat Niat baik tetapi dipandang lain. Atau kalau ada yang Cerewet dipandang sebagai ingin mendapatkan perhatian.
Teori social exchange menjelaskan bahwa orang sebenarnya menggunakan prinsip ekonomi dalam suatu hubungan. Yaitu dengan mempertimbangkan kontribusi dan pengaruhnya terhadap kontribusi orang lain dalam hubungan tersebut.
Dalam suatu organisasi bisnis antara rasa harga diri (self esteem) dan iklim yang mendukung merupakan prasyarat transaksional bagi terciptanya suatu hubungan bisnis yang berhasil. Hubungan produktif dan profesional dalam lingkungan bisnis merupakan hal yang penting bagi tim kerja dan akan menimbulkan produktivitas yang efektif. Hubungan tersebut merupakan Komunikasi Interpersonal yang efeknya paling berhasil.
Analisis transaksional adalah lebih dari sekedar kerangka untuk menganalisis interaksi. Analisis transaksional merupakan sebuah teori kepribadian dan suatu pendekatan psikoterapeutik. Kekuatan dari teori ini terletak pada konsep-konsep yang kuat tetapi sederhana penerapannya yang luas pada hubungan manusia.
Konsep utama analisis transaksional adalah keadaan ego. Pada saat kapan pun, orang memanifestasikan sebuah bagian dari kepribadian mereka dalam sebuah pola perilaku, pikiran, dan perasaan yang konsisten. Pola yang khas ini dikenal sebagai keadaan ego.
Tiga keadaan ego yang utama meliputi :
Keadaan Ego Orang Tua mengacu pada ketika orang berperilaku, berpikir dan merasa dengan cara-cara yang ia contoh dari orang tuanya sendiri atau tokoh orang tua.
Keadaan Ego Orang Dewasa mengacu pada sebuah perilaku, pikiran dan perasaan yang langsung dan berespons sesuai dengan saat sekarang dan situasi sekarang.
Keadaan Ego Anak mengacu pada sebuah pola perilaku, pikiran dan perasaan di masa kanak-kanak yang dilakukan kembali.
Kepribadian yang sehat dan seimbang memerlukan ketiga keadaan ego tersebut : ‘dewasa’ untuk memungkinkan penyelesaian masalah, ‘orang tua’ untuk menghadapi masyarakat dan peraturan-peraturannya, sedang ‘anak’ untuk memungkinkan adanya spontanitas, kreativitas, dan intuisi. Biasanya setiap kali salah satu keadaan ego ini yang dominan.
Blog berisi artikel dan bahan perkuliahan Komunikasi, dengan harapan dapat membantu rekan mahasiswa dalam studi ilmu komunikasi di kampus manapun anda berada.
welcome
Senin, 14 April 2008
HAMBATAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL
HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI INTERPERSONAL
A. Interaksi
Adanya aktivitas-aktivitas dalam kehidupan sosial menunjukkan bahwa manusia mempunyai naluri untuk hidup bergaul dengan sesamanya (disebut gregariousness). Naluri ini merupakan salah satu yang paling mendasar dalam kebutuhan hidup manusia, disamping kebutuhan akan; afeksi (kebutuhan akan kasih sayang), inklusi (kebutuhan akan kepuasan), dan kontrol (kebutuhan akan pengawasan). Dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup tersebut akan mendorong manusia untuk melakukan interaksi dengan sesamanya, baik untuk mengadakan kerjasama (cooperation) maupun untuk melakukan persaingan (competition).
Kata interaksi berasal dari Bahasa Inggris interaction artinya suatu tindakan yang berbalasan. Dengan kata lain suatu proses hubungan yang saling pengaruh mempengaruhi. Jadi interaksi sosial (social interaction) adalah suatu proses berhubungan yang dinamis dan saling pengatuh mempengaruhi antar manusia.
Menurut Kimball Young dan Raymond W. Mack dalam buku Sociology ang Social Life menyatakan bahwa : “Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan bersama.
Sementara itu Soerjano Soekamto dalam buku Sosiologi Suatu Pengantar menyatakan bahwa : “Interaksi sosial (yang juga dinamakan proses sosial) merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial.”
Interaksi antar manusia dimaksud adalah :
a) interaksi antara individu dengan individu,
b) interaksi antara individu dengan kelompok, dan
c) interaksi antara kelompok dengan kelompok.
Hasil dari pada interaksi sosial ada dua sifat kemungkinan :
• Bersifat positif; suatu interaksi yang mengarah kerjasama dan menguntungkan. Contoh persahabatan.
• Bersifat negatif; suatu interaksi yang mengarah pada suatu pertentangan yang berakibat buruk atau merugikan. Contoh perselisihan, pertikaian, dan sebagainya.
Berdasarkan hasil interaksi yang negatif tersebut di atas maka itulah yang menjadi hambatan dalam proses Komunikasi Interpersonal. Dalam situasi pertentangan Komunikasi Interpersonal tidak dapat dilaksanakan dengan baik, kalau pun dipaksakan dilaksanakan pasti kegiatan Komunikasi Interpersonal efeknya tidak akan berhasil.
B. Kultur
Istilah kultur meruapakan penyebutan terhadap istilah budaya. Dalam khasanah ilmu pengetahuan kata kebudayaan/budaya merupakan terjemahan dari kata culture. Kata culture sendiri berasal dari Bahasa Latin dari kata colere yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan tanah/pertanian.
E.B. Taylor yang dikutip Koentjaraningrat dalam buku Pengantar Ilmu Antropologi menyatakan bahwa : “Kebudayaan adalah suatu keseluruhan yang kompleks yang meliputi keyakinan dan cara hidup suatu masyarakat yang dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Keyakinan adalah keseluruhan idea yang dianut meliputi religi, pemerintahan, ilmu pengetahuan, filsafat, seni, dan adat istiadat. Cara hidup adalah pola-pola tindakan yang berhubungan dengan soal kebiasaan meliputi makanan, pakaian, perumahan, cara-cara perkawian, hiburan, estetika dan sebagainya.
Rapl Linton menyatakan bahwa : “Kebudayaan adalah keseluruhan dari pengetahuan, sikap, pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota suatu masysrakat tertentu.”
Koentjaraningrat dalam buku Pengantar Ilmu Antropoogi menyatakan bahwa : “Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.”
Dari beberapa definisi kebudayaan tersebut di atas dapat disimpulkan dan juga telah disepakati beberapa ahli antropologi, bahwa kebudayaan dan tindakan kebudayaan itu adalah segala tindakan yang harus dilalui dan dibiasakan manusia melalui proses belajar (learned behavior) .
Berkaitan dengan hal tersebut di atas hal tersebut sesuai dengan fungsi komunikasi menurut Harol D. Lasswell yang ketiga yaitu; The transmission of the social heritage from one generation to the next, dalam hal ini transmission of culture difocuskan kepada kegiatan mengkomunikasikan informasi, nilai-nilai, dan norma sosial dari suatu generasi ke generasi lain. Itulah fungsi komunikasi terutama Komunikasi Interpersonal.
Yang jadi pertanyaan sekarang, bagaimana kedudukan kultur atau budaya dalam proses kegiatan Komunikasi Interpersonal. Untuk sementara ini para ahli baru meninjau hanya mengenai hambatan budaya/kulur dalam proses Komunikasi Interpersonal terutama kegiatan Komunikasi Interpersonal lintas budaya, yaitu diantaranya :
Menyampaikan pesan pada orang yang berlainan kultur akan mengundang perbedaan persepsi terhadap isi pesan sehingga efek yang diharapkan akan sukar timbul.
Menyampaikan pesan verbal pada orang yang berlainan kultur tentu saja akan banyak perbedaan dalam bahasa sehingga dalam proses kegiatan Komunikasi Interpersonal tersebut selain hambatan dalam bahasa juga terdapat hambatan semantic, yaitu perbedaan peristilahan dalam masing-masing bahasa.
Menyampaikan pesan verbal pada orang yang berlainan kultur disertai penekanan pesan dengan pesan non-verbal mungkin akan mengundang penafsiran berbeda hingga tujuan penyampaian pesan tidak akan tersampaikan.
Menyampaikan pesan pada orang yang berlainan kultur jika bertentangan dengan adat-kebisaannya, norma-normanya maka akan terjadi penolakan Komunikasi Interpersonal.
C. Experience
Pengalaman atau experience adalah sejumlah memori yang dimiliki individu sepenjang perjalanan hidupnya.
Pengalaman masing-masing individu akan berbeda-beda tidak akan persis sama, bahkan pasangan anak kembar pun yang dibesarkan sama-sama dalam lingungan keluarga yang sama pengalamannya tidak akan persis sama bahkan mungkin akan berbeda.
Perbedaan pengalaman antara individu (bahkan antar anak kembar) ini bermula dari perbedaan persepsi masing-masing tentang sesuatu hal. Perbedaan persepsi tersebut banyak disebabkan karena perbedaan kemampuan kognitif antara individu termasuk anak kembar tersebut, sedangkan bagi individu yang saling berbeda budaya tentu saja perbedaan persepsi tersebut karena perbedayaan budaya. Perbedaan persepsi tersebut kemudian ditambah dengan perbedaan kemampuan penyimpanan hal yang dipersepsi tadi dalam strorage sirkit otak masing-masing individu tersebut menjadi long-term memory-nya. Setelah itu perbedaan akan berlanjut dalam hal perbedaan kemampuan mereka memanggil memori mereka jika diperlukan.
Perbedaan pengalaman tentu saja menjadi hambatan dalam Komunikasi Interpersonal, karena seperti telah di bahas di muka bahwa terjadinya heterophilious karena salah satunya diakibatkan perbedaan pengalaman. Sehingga jika terjadi heterophilious maka proses Komunikasi Interpersonal tidak akan berjalan dan tujuan penyampaian pesan pun tidak akan tercapai.
A. Interaksi
Adanya aktivitas-aktivitas dalam kehidupan sosial menunjukkan bahwa manusia mempunyai naluri untuk hidup bergaul dengan sesamanya (disebut gregariousness). Naluri ini merupakan salah satu yang paling mendasar dalam kebutuhan hidup manusia, disamping kebutuhan akan; afeksi (kebutuhan akan kasih sayang), inklusi (kebutuhan akan kepuasan), dan kontrol (kebutuhan akan pengawasan). Dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup tersebut akan mendorong manusia untuk melakukan interaksi dengan sesamanya, baik untuk mengadakan kerjasama (cooperation) maupun untuk melakukan persaingan (competition).
Kata interaksi berasal dari Bahasa Inggris interaction artinya suatu tindakan yang berbalasan. Dengan kata lain suatu proses hubungan yang saling pengaruh mempengaruhi. Jadi interaksi sosial (social interaction) adalah suatu proses berhubungan yang dinamis dan saling pengatuh mempengaruhi antar manusia.
Menurut Kimball Young dan Raymond W. Mack dalam buku Sociology ang Social Life menyatakan bahwa : “Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan bersama.
Sementara itu Soerjano Soekamto dalam buku Sosiologi Suatu Pengantar menyatakan bahwa : “Interaksi sosial (yang juga dinamakan proses sosial) merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial.”
Interaksi antar manusia dimaksud adalah :
a) interaksi antara individu dengan individu,
b) interaksi antara individu dengan kelompok, dan
c) interaksi antara kelompok dengan kelompok.
Hasil dari pada interaksi sosial ada dua sifat kemungkinan :
• Bersifat positif; suatu interaksi yang mengarah kerjasama dan menguntungkan. Contoh persahabatan.
• Bersifat negatif; suatu interaksi yang mengarah pada suatu pertentangan yang berakibat buruk atau merugikan. Contoh perselisihan, pertikaian, dan sebagainya.
Berdasarkan hasil interaksi yang negatif tersebut di atas maka itulah yang menjadi hambatan dalam proses Komunikasi Interpersonal. Dalam situasi pertentangan Komunikasi Interpersonal tidak dapat dilaksanakan dengan baik, kalau pun dipaksakan dilaksanakan pasti kegiatan Komunikasi Interpersonal efeknya tidak akan berhasil.
B. Kultur
Istilah kultur meruapakan penyebutan terhadap istilah budaya. Dalam khasanah ilmu pengetahuan kata kebudayaan/budaya merupakan terjemahan dari kata culture. Kata culture sendiri berasal dari Bahasa Latin dari kata colere yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan tanah/pertanian.
E.B. Taylor yang dikutip Koentjaraningrat dalam buku Pengantar Ilmu Antropologi menyatakan bahwa : “Kebudayaan adalah suatu keseluruhan yang kompleks yang meliputi keyakinan dan cara hidup suatu masyarakat yang dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Keyakinan adalah keseluruhan idea yang dianut meliputi religi, pemerintahan, ilmu pengetahuan, filsafat, seni, dan adat istiadat. Cara hidup adalah pola-pola tindakan yang berhubungan dengan soal kebiasaan meliputi makanan, pakaian, perumahan, cara-cara perkawian, hiburan, estetika dan sebagainya.
Rapl Linton menyatakan bahwa : “Kebudayaan adalah keseluruhan dari pengetahuan, sikap, pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota suatu masysrakat tertentu.”
Koentjaraningrat dalam buku Pengantar Ilmu Antropoogi menyatakan bahwa : “Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.”
Dari beberapa definisi kebudayaan tersebut di atas dapat disimpulkan dan juga telah disepakati beberapa ahli antropologi, bahwa kebudayaan dan tindakan kebudayaan itu adalah segala tindakan yang harus dilalui dan dibiasakan manusia melalui proses belajar (learned behavior) .
Berkaitan dengan hal tersebut di atas hal tersebut sesuai dengan fungsi komunikasi menurut Harol D. Lasswell yang ketiga yaitu; The transmission of the social heritage from one generation to the next, dalam hal ini transmission of culture difocuskan kepada kegiatan mengkomunikasikan informasi, nilai-nilai, dan norma sosial dari suatu generasi ke generasi lain. Itulah fungsi komunikasi terutama Komunikasi Interpersonal.
Yang jadi pertanyaan sekarang, bagaimana kedudukan kultur atau budaya dalam proses kegiatan Komunikasi Interpersonal. Untuk sementara ini para ahli baru meninjau hanya mengenai hambatan budaya/kulur dalam proses Komunikasi Interpersonal terutama kegiatan Komunikasi Interpersonal lintas budaya, yaitu diantaranya :
Menyampaikan pesan pada orang yang berlainan kultur akan mengundang perbedaan persepsi terhadap isi pesan sehingga efek yang diharapkan akan sukar timbul.
Menyampaikan pesan verbal pada orang yang berlainan kultur tentu saja akan banyak perbedaan dalam bahasa sehingga dalam proses kegiatan Komunikasi Interpersonal tersebut selain hambatan dalam bahasa juga terdapat hambatan semantic, yaitu perbedaan peristilahan dalam masing-masing bahasa.
Menyampaikan pesan verbal pada orang yang berlainan kultur disertai penekanan pesan dengan pesan non-verbal mungkin akan mengundang penafsiran berbeda hingga tujuan penyampaian pesan tidak akan tersampaikan.
Menyampaikan pesan pada orang yang berlainan kultur jika bertentangan dengan adat-kebisaannya, norma-normanya maka akan terjadi penolakan Komunikasi Interpersonal.
C. Experience
Pengalaman atau experience adalah sejumlah memori yang dimiliki individu sepenjang perjalanan hidupnya.
Pengalaman masing-masing individu akan berbeda-beda tidak akan persis sama, bahkan pasangan anak kembar pun yang dibesarkan sama-sama dalam lingungan keluarga yang sama pengalamannya tidak akan persis sama bahkan mungkin akan berbeda.
Perbedaan pengalaman antara individu (bahkan antar anak kembar) ini bermula dari perbedaan persepsi masing-masing tentang sesuatu hal. Perbedaan persepsi tersebut banyak disebabkan karena perbedaan kemampuan kognitif antara individu termasuk anak kembar tersebut, sedangkan bagi individu yang saling berbeda budaya tentu saja perbedaan persepsi tersebut karena perbedayaan budaya. Perbedaan persepsi tersebut kemudian ditambah dengan perbedaan kemampuan penyimpanan hal yang dipersepsi tadi dalam strorage sirkit otak masing-masing individu tersebut menjadi long-term memory-nya. Setelah itu perbedaan akan berlanjut dalam hal perbedaan kemampuan mereka memanggil memori mereka jika diperlukan.
Perbedaan pengalaman tentu saja menjadi hambatan dalam Komunikasi Interpersonal, karena seperti telah di bahas di muka bahwa terjadinya heterophilious karena salah satunya diakibatkan perbedaan pengalaman. Sehingga jika terjadi heterophilious maka proses Komunikasi Interpersonal tidak akan berjalan dan tujuan penyampaian pesan pun tidak akan tercapai.
PROSES KOMUNIKASI INTERPERSONAL
FAKTOR-FAKTOR DALAM PROSES KOMUNIKASI INTERPERSONAL
A. Masalah Greater Accuracy
Kalau tadi pada Bab IV Pasal B dibahas faktor-faktor yang mempengaruhi efek Komunikasi interpersonal yang menekankan dari segi proses fisik dan psihis dalam diri komunikator serta terutama komunikan, maka pada Bab V ini akan dibahas faktor-faktor yang mempengaruhi Komunikasi interpersonal yang menekankan segi fisik dan psihis antara komunikator dalam hubungannya dengan komunikan.
Studi mengenai Komunikasi interpersonal sangat penting untuk dilakukan oleh setiap orang, bukan hanya tugas orang yang pekerjaannya memberikan informasi atau merubah sikap orang lain seperti tugas para penggerak perubahan (change agent) tadi yang disebutkan pada Bab IV. Kemampuan dalam Komunikasi interpersonal yang handal juga diperlukan oleh :
- Orang tua dalam membimbing dan mendidik anak-anaknya,
- Seorang Guru BP dalam membimbing murid-muridnya di sekolah,
- Seorang Dosen Wali dalam membimbing akademis mahasiswa perwaliannya.
- Seorang pimpinan dalam mengarahkan bawahannya
- Para wartawan yang harus menginterview dengan mengorek informasi sebanyak-banyaknya dari seorang nara sumber,
- Para public relations officers yang harus menyelidiki sikap para karyawan,
- Para dokter dalam mengarahkan pasien supaya cepat sembuh,
- Dan sebagainya.
Seperti telah dikemukakan pada awal pembahasan Bab II bahwa, Komunikasi interpersonal yang efektif dapat dicapai dengan mengusahakan ketepatan (accuracy) yang paling tinggi derajatnya antara komunikator dengan komunikan dalam setiap situasi. Istilah ketepatan yang digunakan tersebut di atas adalah “ketepatan yang lebih besar” (greater accuracy) bukan istilah “ketepatan yang menyeluruh” (total accuracy), karena untuk memperoleh ketepatan seratus persen antara komunikator dengan komunikan tidak akan mungkin tercapai atau tidak akan mungkin terjadi. Total accuracy dalam komunikasi menghendaki komunikator da komunikan mempunyai pengalaman yang benar-benar sama dalam semua hal yang dibicarakan. Kalau antara komunikator dan komunikan pengalaman dalam sesautu hal yang dibicarakan benar-benar sama maka mereka akan mempunyai pengertian yang benar-benar sama mengenai sesuatu pesan. Jikalau antara komunikator dan komunikan masing-masing mempunyai pengalaman yang sama dan pengertian yang benar-benar sama tentang suatu hal yang ada dalam pesan itu maka terjadi ketepatan yang menyeluruh, pengertian yang menyeluruh, atau komunikasi yang sempurna. Selama orang-orang mempunyai pengalaman yang berbeda tidak akan dapat membangkitkan idea yang benar-benar sama dalam pikiran komunikan sebagaimana yang dikonstruksikan dalam pikiran komunikator, sehingga hal demikian tadi itu jarang terjadi bahkan tidak pernah tercapai.
Berbicara mengenai kesamaan dan ketidaksamaan dalam derajat pasangan komunikator dengan komunikan dalam proses komunikasi ini, istilah yang diusung untuk hal itu oleh Everett M. Rogers adalah istilah homophily dan heterophily yang dapat memperjelas hubungan komunikator dengan komunikan dalam proses Komunikasi interpersonal.
B. Homophily
Secara etimologis istilah homophily berasal dari Bahasa Yunani “homoios” yang berarti “sama”. Maka pengertian harfiah homophily berarti komunikasi dengan orang yang sama.
Homophily adalah suatu keadaan yang menggambarkan derajat pasangan perorangan yang berinteraksi yang memiliki kesamaan dalam sifat (attribute), seperti dalam kepercayaan, nilai, pendidikan, status sosial, dan sebagainya.
Dalam suatu situasi orang-orang yang saling berinteraksi yang komunikator bebas memilih seseorang dari sejumlah komunikan, maka akan terdapat kecenderungan yang kuat untuk memilih komunikan yang lebih menyamai si komunikator.
Hal tersebut di atas sesuai dengan pendapat Homans yang mengemukakan bahwa : “lebih dekat kesamaannya sejumlah orang dalam tingkatan sosial, lebih sering mereka berinteraksi satu sama lain”.
Yang menyebabkan terjadinya homophily adalah sebagai berikut :
- Orang-orang yang sama lebih mungkin termasuk kelompok yang sama
- Berdiam lebih berdekatan satu sama lain
- Tertarik oleh kepentingan yang sama
Seterusnya komunikasi yang lebih efektif terjadi apabila komunikator dan komunikan berada dalam keadaan homophily. Jika antara komunikator dan komunikan terdapat persamaan dalam pengertian, sikap, dan bahasa, maka komunikasi di antara mereka itu akan lebih efektif. Malahan kesamaan antara orang-orang itu menimbulkan kemungkinan untuk berkomunikasi, dan malahan pada gilirannya lebih besar kemungkinan komunikasi menjadi lebih berarti. Kebanyakan orang menyenangi interaksi dengan orang yang benar-benar sama dalam status sosial, pendidikan, kepercayaan, dan sebagainya.
Homophily dan komunikasi efektif sering memperkuat satu sama lain. Lebih sering berkomunikasi, lebih besar kemungkinan untuk menjadi homophily. Lebih bersifat homophily, lebih besar kemungkinan untuk berkomunikasi secara efektif.
Penduduk yang lebih mempunyai homophily akan memudahkan bagi change agent ataupun opinions leader yang hanya sedikit usaha diperlukan dibandingkan dengan penduduk yang terbelakang dan status sosialnya lebih rendah.
Dalam suatu sistem, homophily dapat menjadi rintangan bagi lajunya pembaharuan yang cepat idea-idea baru biasanya masuk melalui anggota-anggota masyarakat yang statusnya lebih tinggi dan lebih berdaya inovasi. Jika terdapat homophily yang bertaraf tinggi, orang-orang elite ini terutama berinteraksi dengan sesamanya; hanya sedikit saja penemuan baru yang sampai pada penduduk non-elite.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Rogers dan Svenning berkesimpulan bahwa desa-desa tradisional di Columbia ditandai oleh homophily dalam penyebaran antara pribadi (interpersonal diffusion) yang bertaraf lebih tinggi. Hanya bila norma-norma desa menjadi lebih modern, penyebaran menjadi lebih heterophilous.
Santi Prya Bose telah mengadakan penelitian pada tahun 1967 di India menjumpai adanya homophily yang bertaraf sangat tinggi pada penduduk desa di India berdasarkan kasta, pendidikan, dan ukuran kebun yang dimiliki. Tetapi dekat Calcuta kasta tidak begitu penting bagi pola interaksi; sebaliknya pendapatan (upah/Gaji) yang sangat penting. Dengan demikian ciri yang pasti dalam hubungan dengan homophily ini variasi dengan sifat sistem masyarakat dan dengan sifat inovasi.
Selanjutnya hasil penelitian Everett M. Rogers dan Dilip K. Bhowmik menyatakan bahwa : “sistem yang lebih tradisional ditandai oleh derajat homophily yang lebih tinggi dalam komunikasi antar pribadi dan kalau norma-norma desa yang menjadi lebih modern menjadi lebih bersifat heterophily”.
C. Heterophily
Istilah heterophily merupakan kebalikan dari homophily. Heterophily adalah suatu keadaan gambaran derajat pasangan orang-orang yang berinteraksi dalam proses komunikasi yang berbeda dalam sifat-sifat tertentu.
Faktor yang menyebabkan terjadinya heterophily adalah karena ada perubahan dan perkembangan masyarakat yang menyebabkan banyak nilai-nilai berubah tapi ada yang tetap mempertahankan nilai lama. Disamping itu perkembangan masyarakat tersebut tidak memberikan kesempatan yang merata bagi seluruh anggota masyarakatnya dalam hal pendidkan maupun peningkatan penghasilan, hanya untuk orang-orang yang mempunyai potensi dan pandai memanfaatkan peluang dan kesempatan saja.
Orang yang mengingkari homophily dan berusaha untuk berkomunikasi dengan orang yang berbeda dengannya dapat dikecewakan oleh komunikasi yang efektif. Misalnya seorang change agent pada penduduk petani di negara-negara yang sedang berkembang menjumpai masalah-masalah yang disebabkan komunikasi dengan penduduk yang jauh berbeda dengannya. Perbedaan dalam kemampuan teknis, status sosial, sikap, dan kepercayaan, kesemuanya itu menyebabkan adanya heterophily dalam bahasa dan pengertian, yang selanjutnya menyebabkan pesan yang disampaikan kepada mereka diabaikan.
Heterophily seperti tersebut di atas seringkali menjurus ke komunikasi yang tidak efektif antara komunikator dan komunikan, antara change agent dengan penduduk, dan juga menyebabkan gagalnya suatu kampanye penyebaran inovasi. Salah satu akibat dari heterophily yang tinggi derajatnya dalam penyebaran adalah bahwa change agent cenderung untuk berinteraksi paling efektif dengan penduduk yang secara relatif sangat menyamai change agent dalam daya pembaharuan, status sosial, dan kepercayan.
Untuk menjembatani jurang homophily antara change agent dan penduduk maka change agent harus mengkonsentrasikan uasahanya terlebih dahulu pada pemuka pendapat (opinion leader). Tetapi jika pemuka pendapat tadi terlalu berdaya-inovasi maka heterophily (dan komunikasi yang mengikutinya) kini terdapat antara pemuka pendapat dengan penduduknya. Hal lainnya untuk mengatasi heterophily tersebut adalah dengan berusaha menumbuhkan emphaty.
D. Empathy
Seperti telah diungkapkan di atas salah satu upaya untuk mengatasi heterophily adalah dengan berusaha menumbuhkan emphaty. Tetapi dalam hal ini menumbuhkan emphaty dalam diri komunikator atau change agent mungkin akan mudah, tetapi bagi komunikan dalam menumbuhkan emphaty ini tidaklah mudah memerlukan upaya pendidikan komprehensif yang memakan waktu yang cukup lama.
Everett M. Rogers & Dilip K. Bhowmik mendefinisikan emphaty sebagai kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan orang lain.
Menurut Sigmund Freud bahwa : “Empathy dianggap sebagai memahami orang lain yang tidak mempunyai arti emosional bagi kita”.
Kemudian menurut Stotland Dunn, Zender, dan Natsoulas menyatakan bahwa : “Emphaty sebagai keadaan ketika pengamat bereaksi secara emosional karena ia menanggapi orang lain mengalami atau siap mengalami suatu emosi”.
Sedangkan menurut Milton J. Bennett menyatakan bahwa : “imaginative intellectual and emotional participation in another person’s experience” (ikut serta secara emosional dan intelektual dalam pengalaman orang lain).
Menurut Jalaludin Rakhmat bahwa :
“pengertiam empati dapat dikontraskan dengan pengertiam simpati. Dalam simpati kita menempatkan diri kita secara imajinatif pada posisi orang lain. Bila saya melihat anda menangis karena kehilangan kekasih anda, saya mencoba membayangkan perasaan saya bila saya juga kehilangan kekasih. Saya beranggapan anda pun mempunyai perasaan seperti perasaan saya. Dalam empati, kita tidak menempatkan diri kita pada posisi orang lain; kita ikut serta secara emosional dan intelektual dalam pengalaman orang lain. Berempati artinya membayangkan diri kita pada kejadian yang menimpa orang lain. Dengan empati kita berusaha melihat seperti orang lain melihat, merasakan seperti orang lain merasakannya.” (1985 : 166).
Apabila komunikator atau komunikan atau pun kedua-duanya (dalam situasi heterophily) mempunyai kemampuan untuk melakukan emphaty satu sama lain maka kemungkinan besar akan dapat terdapat komunikasi yang efektif.
Bagi seorang change agent atau seorang komunikator jika berusaha sedapat mungkin mengetahui bagaimana perasaan orang lain dalam situasi dan dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain itu, maka kemungkinan sekali dapat menyampaikan pesan yang tepat kepada komunikan.
Jadi dengan demikian jika seorang komunikator mempunyai emphaty yang mendalam dengan komunikan yang heterophilous, maka komunikator dan komunikan benar-benar berada dalam situasi homophilous dalam pengertian sosio-psikologis.
Oleh karena itu maka pembahasan terdahulu mengenai heterophily dan komunikasi yang tidak efektif menghendaki modifikasi sebagai berikut : komunikasi heterophilous kurang efektif dibandingkan dengan komunikasi homophilous, kecuali kalau komunikator mempunyai derajat emphaty yang tinggi dengan komunikan.
Komunikan akan lebih mudah menerima pesan komunikator bila ia memandang ada banyak kesamaan diantara keduanya. Hal ini telah dibuktikan dalam penelitian Everett M. Rogers yang selanjutnya telah membedakan antara kondisi homophily dan heterophily. Pada kondisi homophily antara komunikator dan komunikan merasakan adanya kesamaan dalam status sosial ekonomi, pendidikan, sikap, dan kepercayaan. Pada kondisi heterophily terdapat perbedaan status sosial ekonomi, pendidikan, sikap, dan kepercayaan antara komunikator dan komunikan . Komunikasi akan lebih efektif pada kondisi homophily dari pada kondisi heterophily.
Penelitian Rogers tersebut berasal dari penelitian sosiologis yang dilakukan Stotland Dunn, Zender, dan Natsoulas yang semuanya berkesimpulan bahwa orang mudah berempathy dan merasakan perasaan orang lain yang dipandangnya sama dengan mereka. Juga menunjukkan bahwa kesamaan antara komunikator dan komunikan memudahkan terjadinya perubahan pendapat.
Oleh karena itu dalam Komunikasi Interpersonal, komunikator yang ingin mempengaruhi orang lain sebaiknya memulai dengan menegaskan kesamaan antara dirinya dengan komunikan. Upaya untuk menegaskan kesamaan antara komunikator dan komunikan ini oleh Kenneth Burke disebut sebagai “strategy of identification”, sedangkan Herbert W. Simons menyebutnya sebagai “establishing common grounds”. Upaya mempersamakan antara komunikator dan komunikan dengan menegaskan persamaan dalam kepercayaan, sikap, maksud, dan nilai-nilai sehubungan dengan suatu persoalan. Hal ini oleh Simons disebut sebagai kesamaan disposisional (dispositional similarity). Misalnya seorang PLKB supaya upaya memasyarakatkan Keluarga Berencana pada kelompok masyarakat desa yang sangat kental nilai-nilai tradisionalnya maka dia dapat memulai dengan menegaskan bahwa ia, seperti pendengar, mengharapkan kesejahteraan keluarga, masa depan yang lebih baik, dan dapat menyekolahkan anak-anaknya pada jenjang pendidikan tertinggi. Kemudian apabila berhadapan dengan kelompok (aliran) agama tertentu maka ia menyatakan sama aliran agamanya sama dengan pendengar. Dalam hal ini petugas PLKB tersebut menggunakan kesamaan keanggotaan kelompok (membership group similarity).
Komunikator yang dipersepsi memiliki kesamaan dengan komunikan cenderung dapat berkomunikasi lebih efektif. Hal ini alasannya menurut Herbert W. Simons karena empat faktor, yaitu :
a) Kesamaan mempermudah proses penyandian (decoding), yakni menterjemahkan lambang-lambang yang diterima menjadi gagasan-gagasan. Misal bila seorang sarjana administrasi melakukan Komunikasi Interpersonal pada sarjana administrasi lainnya maka dengan mudah menangkap arti dari kata-kata dan kalimat yang disampaikan. Tetapi apabila seorang dokter mengadakan Komunikasi Interpersonal pada sarjana administrasi tentu banyak kata-kata dan kalimat yang tidak dimengerti. Rogers dan Bhowmik menyatakan bahwa : “interaksi heterophilious (diantara pihak-pihak yang berbeda) cenderung memerlukan usaha yang lebih berat, menimbulkan distorsi .pesan, penyampaian yang terhambat, dan pembatasan pada saluran komunikasi).
b) Kesamaan membantu membangun premis yang sama untuk mempermudah proses deduktif. Dalam hal ini berarti bila kesamaan disposisional relevan dengan topik persuasi, maka komunikan akan terpengaruh oleh komunikator.
c) Kesamaan menyebabkan komunikan tertarik pada komunikator. Kebanyakan orang cenderung menyukai orang-orang yang memiliki kesamaan disposisional dengan orang tersebut tadi, Sehingga hal ini kalau dalam proses Komunikasi Interpersonal komunikan akan tertarik pada komunikator dan komunikan tersebut cenderung menerima gagasan-gagasan komunikator.
d) Kesamaan menumbuhkan rasa hormat dan percaya pada komunikator. Walau dalam hal ini belum dibuktikan secara meyakinkan dalam penelitian, Simons hanya menyatakan ada hubungan positif antara kesamaan dengan rasa percaya dan hormat, tetapi hubungannya lemah. Tetapi pada penelitian yang dilakukan oleh Elaine, Walster, Darcy Abrams dan Elliott Aronson membuktikan bahwa : “komunikator yang tidak menarik, tidak bermoral, dan tidak memiliki keahlian masih dapat melakukan komunikasi yang efektif, bila .......”. Maksudnya bila orang yang tidak menarik ini mengemukakan argumen yang bertentangan dengan kepentingan dirinya.
E. Teori Paul Lazarsfeild
Menurut Paul Lazarsfeild bahwa : “homophily dapat merupakan hasil dari interaksi atau merupakan dasar bagi pemilihan untuk berinteraksi”.
Lazarsfeild dan Merton telah mengadakan penelitian mengenai pemilihan Presiden Amerika Serikat Tahun 1940. Dari hasil penelitian itu disimpulkan bahwa : “perubahan dalam tujuan memilih telah mempertinggi homoginitas kelompok ... Mayoritas pemilih yang sama sekali berubah ternyata telah berubah menuju arah pilihan kelompok sosial mereka”.
A. Masalah Greater Accuracy
Kalau tadi pada Bab IV Pasal B dibahas faktor-faktor yang mempengaruhi efek Komunikasi interpersonal yang menekankan dari segi proses fisik dan psihis dalam diri komunikator serta terutama komunikan, maka pada Bab V ini akan dibahas faktor-faktor yang mempengaruhi Komunikasi interpersonal yang menekankan segi fisik dan psihis antara komunikator dalam hubungannya dengan komunikan.
Studi mengenai Komunikasi interpersonal sangat penting untuk dilakukan oleh setiap orang, bukan hanya tugas orang yang pekerjaannya memberikan informasi atau merubah sikap orang lain seperti tugas para penggerak perubahan (change agent) tadi yang disebutkan pada Bab IV. Kemampuan dalam Komunikasi interpersonal yang handal juga diperlukan oleh :
- Orang tua dalam membimbing dan mendidik anak-anaknya,
- Seorang Guru BP dalam membimbing murid-muridnya di sekolah,
- Seorang Dosen Wali dalam membimbing akademis mahasiswa perwaliannya.
- Seorang pimpinan dalam mengarahkan bawahannya
- Para wartawan yang harus menginterview dengan mengorek informasi sebanyak-banyaknya dari seorang nara sumber,
- Para public relations officers yang harus menyelidiki sikap para karyawan,
- Para dokter dalam mengarahkan pasien supaya cepat sembuh,
- Dan sebagainya.
Seperti telah dikemukakan pada awal pembahasan Bab II bahwa, Komunikasi interpersonal yang efektif dapat dicapai dengan mengusahakan ketepatan (accuracy) yang paling tinggi derajatnya antara komunikator dengan komunikan dalam setiap situasi. Istilah ketepatan yang digunakan tersebut di atas adalah “ketepatan yang lebih besar” (greater accuracy) bukan istilah “ketepatan yang menyeluruh” (total accuracy), karena untuk memperoleh ketepatan seratus persen antara komunikator dengan komunikan tidak akan mungkin tercapai atau tidak akan mungkin terjadi. Total accuracy dalam komunikasi menghendaki komunikator da komunikan mempunyai pengalaman yang benar-benar sama dalam semua hal yang dibicarakan. Kalau antara komunikator dan komunikan pengalaman dalam sesautu hal yang dibicarakan benar-benar sama maka mereka akan mempunyai pengertian yang benar-benar sama mengenai sesuatu pesan. Jikalau antara komunikator dan komunikan masing-masing mempunyai pengalaman yang sama dan pengertian yang benar-benar sama tentang suatu hal yang ada dalam pesan itu maka terjadi ketepatan yang menyeluruh, pengertian yang menyeluruh, atau komunikasi yang sempurna. Selama orang-orang mempunyai pengalaman yang berbeda tidak akan dapat membangkitkan idea yang benar-benar sama dalam pikiran komunikan sebagaimana yang dikonstruksikan dalam pikiran komunikator, sehingga hal demikian tadi itu jarang terjadi bahkan tidak pernah tercapai.
Berbicara mengenai kesamaan dan ketidaksamaan dalam derajat pasangan komunikator dengan komunikan dalam proses komunikasi ini, istilah yang diusung untuk hal itu oleh Everett M. Rogers adalah istilah homophily dan heterophily yang dapat memperjelas hubungan komunikator dengan komunikan dalam proses Komunikasi interpersonal.
B. Homophily
Secara etimologis istilah homophily berasal dari Bahasa Yunani “homoios” yang berarti “sama”. Maka pengertian harfiah homophily berarti komunikasi dengan orang yang sama.
Homophily adalah suatu keadaan yang menggambarkan derajat pasangan perorangan yang berinteraksi yang memiliki kesamaan dalam sifat (attribute), seperti dalam kepercayaan, nilai, pendidikan, status sosial, dan sebagainya.
Dalam suatu situasi orang-orang yang saling berinteraksi yang komunikator bebas memilih seseorang dari sejumlah komunikan, maka akan terdapat kecenderungan yang kuat untuk memilih komunikan yang lebih menyamai si komunikator.
Hal tersebut di atas sesuai dengan pendapat Homans yang mengemukakan bahwa : “lebih dekat kesamaannya sejumlah orang dalam tingkatan sosial, lebih sering mereka berinteraksi satu sama lain”.
Yang menyebabkan terjadinya homophily adalah sebagai berikut :
- Orang-orang yang sama lebih mungkin termasuk kelompok yang sama
- Berdiam lebih berdekatan satu sama lain
- Tertarik oleh kepentingan yang sama
Seterusnya komunikasi yang lebih efektif terjadi apabila komunikator dan komunikan berada dalam keadaan homophily. Jika antara komunikator dan komunikan terdapat persamaan dalam pengertian, sikap, dan bahasa, maka komunikasi di antara mereka itu akan lebih efektif. Malahan kesamaan antara orang-orang itu menimbulkan kemungkinan untuk berkomunikasi, dan malahan pada gilirannya lebih besar kemungkinan komunikasi menjadi lebih berarti. Kebanyakan orang menyenangi interaksi dengan orang yang benar-benar sama dalam status sosial, pendidikan, kepercayaan, dan sebagainya.
Homophily dan komunikasi efektif sering memperkuat satu sama lain. Lebih sering berkomunikasi, lebih besar kemungkinan untuk menjadi homophily. Lebih bersifat homophily, lebih besar kemungkinan untuk berkomunikasi secara efektif.
Penduduk yang lebih mempunyai homophily akan memudahkan bagi change agent ataupun opinions leader yang hanya sedikit usaha diperlukan dibandingkan dengan penduduk yang terbelakang dan status sosialnya lebih rendah.
Dalam suatu sistem, homophily dapat menjadi rintangan bagi lajunya pembaharuan yang cepat idea-idea baru biasanya masuk melalui anggota-anggota masyarakat yang statusnya lebih tinggi dan lebih berdaya inovasi. Jika terdapat homophily yang bertaraf tinggi, orang-orang elite ini terutama berinteraksi dengan sesamanya; hanya sedikit saja penemuan baru yang sampai pada penduduk non-elite.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Rogers dan Svenning berkesimpulan bahwa desa-desa tradisional di Columbia ditandai oleh homophily dalam penyebaran antara pribadi (interpersonal diffusion) yang bertaraf lebih tinggi. Hanya bila norma-norma desa menjadi lebih modern, penyebaran menjadi lebih heterophilous.
Santi Prya Bose telah mengadakan penelitian pada tahun 1967 di India menjumpai adanya homophily yang bertaraf sangat tinggi pada penduduk desa di India berdasarkan kasta, pendidikan, dan ukuran kebun yang dimiliki. Tetapi dekat Calcuta kasta tidak begitu penting bagi pola interaksi; sebaliknya pendapatan (upah/Gaji) yang sangat penting. Dengan demikian ciri yang pasti dalam hubungan dengan homophily ini variasi dengan sifat sistem masyarakat dan dengan sifat inovasi.
Selanjutnya hasil penelitian Everett M. Rogers dan Dilip K. Bhowmik menyatakan bahwa : “sistem yang lebih tradisional ditandai oleh derajat homophily yang lebih tinggi dalam komunikasi antar pribadi dan kalau norma-norma desa yang menjadi lebih modern menjadi lebih bersifat heterophily”.
C. Heterophily
Istilah heterophily merupakan kebalikan dari homophily. Heterophily adalah suatu keadaan gambaran derajat pasangan orang-orang yang berinteraksi dalam proses komunikasi yang berbeda dalam sifat-sifat tertentu.
Faktor yang menyebabkan terjadinya heterophily adalah karena ada perubahan dan perkembangan masyarakat yang menyebabkan banyak nilai-nilai berubah tapi ada yang tetap mempertahankan nilai lama. Disamping itu perkembangan masyarakat tersebut tidak memberikan kesempatan yang merata bagi seluruh anggota masyarakatnya dalam hal pendidkan maupun peningkatan penghasilan, hanya untuk orang-orang yang mempunyai potensi dan pandai memanfaatkan peluang dan kesempatan saja.
Orang yang mengingkari homophily dan berusaha untuk berkomunikasi dengan orang yang berbeda dengannya dapat dikecewakan oleh komunikasi yang efektif. Misalnya seorang change agent pada penduduk petani di negara-negara yang sedang berkembang menjumpai masalah-masalah yang disebabkan komunikasi dengan penduduk yang jauh berbeda dengannya. Perbedaan dalam kemampuan teknis, status sosial, sikap, dan kepercayaan, kesemuanya itu menyebabkan adanya heterophily dalam bahasa dan pengertian, yang selanjutnya menyebabkan pesan yang disampaikan kepada mereka diabaikan.
Heterophily seperti tersebut di atas seringkali menjurus ke komunikasi yang tidak efektif antara komunikator dan komunikan, antara change agent dengan penduduk, dan juga menyebabkan gagalnya suatu kampanye penyebaran inovasi. Salah satu akibat dari heterophily yang tinggi derajatnya dalam penyebaran adalah bahwa change agent cenderung untuk berinteraksi paling efektif dengan penduduk yang secara relatif sangat menyamai change agent dalam daya pembaharuan, status sosial, dan kepercayan.
Untuk menjembatani jurang homophily antara change agent dan penduduk maka change agent harus mengkonsentrasikan uasahanya terlebih dahulu pada pemuka pendapat (opinion leader). Tetapi jika pemuka pendapat tadi terlalu berdaya-inovasi maka heterophily (dan komunikasi yang mengikutinya) kini terdapat antara pemuka pendapat dengan penduduknya. Hal lainnya untuk mengatasi heterophily tersebut adalah dengan berusaha menumbuhkan emphaty.
D. Empathy
Seperti telah diungkapkan di atas salah satu upaya untuk mengatasi heterophily adalah dengan berusaha menumbuhkan emphaty. Tetapi dalam hal ini menumbuhkan emphaty dalam diri komunikator atau change agent mungkin akan mudah, tetapi bagi komunikan dalam menumbuhkan emphaty ini tidaklah mudah memerlukan upaya pendidikan komprehensif yang memakan waktu yang cukup lama.
Everett M. Rogers & Dilip K. Bhowmik mendefinisikan emphaty sebagai kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan orang lain.
Menurut Sigmund Freud bahwa : “Empathy dianggap sebagai memahami orang lain yang tidak mempunyai arti emosional bagi kita”.
Kemudian menurut Stotland Dunn, Zender, dan Natsoulas menyatakan bahwa : “Emphaty sebagai keadaan ketika pengamat bereaksi secara emosional karena ia menanggapi orang lain mengalami atau siap mengalami suatu emosi”.
Sedangkan menurut Milton J. Bennett menyatakan bahwa : “imaginative intellectual and emotional participation in another person’s experience” (ikut serta secara emosional dan intelektual dalam pengalaman orang lain).
Menurut Jalaludin Rakhmat bahwa :
“pengertiam empati dapat dikontraskan dengan pengertiam simpati. Dalam simpati kita menempatkan diri kita secara imajinatif pada posisi orang lain. Bila saya melihat anda menangis karena kehilangan kekasih anda, saya mencoba membayangkan perasaan saya bila saya juga kehilangan kekasih. Saya beranggapan anda pun mempunyai perasaan seperti perasaan saya. Dalam empati, kita tidak menempatkan diri kita pada posisi orang lain; kita ikut serta secara emosional dan intelektual dalam pengalaman orang lain. Berempati artinya membayangkan diri kita pada kejadian yang menimpa orang lain. Dengan empati kita berusaha melihat seperti orang lain melihat, merasakan seperti orang lain merasakannya.” (1985 : 166).
Apabila komunikator atau komunikan atau pun kedua-duanya (dalam situasi heterophily) mempunyai kemampuan untuk melakukan emphaty satu sama lain maka kemungkinan besar akan dapat terdapat komunikasi yang efektif.
Bagi seorang change agent atau seorang komunikator jika berusaha sedapat mungkin mengetahui bagaimana perasaan orang lain dalam situasi dan dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain itu, maka kemungkinan sekali dapat menyampaikan pesan yang tepat kepada komunikan.
Jadi dengan demikian jika seorang komunikator mempunyai emphaty yang mendalam dengan komunikan yang heterophilous, maka komunikator dan komunikan benar-benar berada dalam situasi homophilous dalam pengertian sosio-psikologis.
Oleh karena itu maka pembahasan terdahulu mengenai heterophily dan komunikasi yang tidak efektif menghendaki modifikasi sebagai berikut : komunikasi heterophilous kurang efektif dibandingkan dengan komunikasi homophilous, kecuali kalau komunikator mempunyai derajat emphaty yang tinggi dengan komunikan.
Komunikan akan lebih mudah menerima pesan komunikator bila ia memandang ada banyak kesamaan diantara keduanya. Hal ini telah dibuktikan dalam penelitian Everett M. Rogers yang selanjutnya telah membedakan antara kondisi homophily dan heterophily. Pada kondisi homophily antara komunikator dan komunikan merasakan adanya kesamaan dalam status sosial ekonomi, pendidikan, sikap, dan kepercayaan. Pada kondisi heterophily terdapat perbedaan status sosial ekonomi, pendidikan, sikap, dan kepercayaan antara komunikator dan komunikan . Komunikasi akan lebih efektif pada kondisi homophily dari pada kondisi heterophily.
Penelitian Rogers tersebut berasal dari penelitian sosiologis yang dilakukan Stotland Dunn, Zender, dan Natsoulas yang semuanya berkesimpulan bahwa orang mudah berempathy dan merasakan perasaan orang lain yang dipandangnya sama dengan mereka. Juga menunjukkan bahwa kesamaan antara komunikator dan komunikan memudahkan terjadinya perubahan pendapat.
Oleh karena itu dalam Komunikasi Interpersonal, komunikator yang ingin mempengaruhi orang lain sebaiknya memulai dengan menegaskan kesamaan antara dirinya dengan komunikan. Upaya untuk menegaskan kesamaan antara komunikator dan komunikan ini oleh Kenneth Burke disebut sebagai “strategy of identification”, sedangkan Herbert W. Simons menyebutnya sebagai “establishing common grounds”. Upaya mempersamakan antara komunikator dan komunikan dengan menegaskan persamaan dalam kepercayaan, sikap, maksud, dan nilai-nilai sehubungan dengan suatu persoalan. Hal ini oleh Simons disebut sebagai kesamaan disposisional (dispositional similarity). Misalnya seorang PLKB supaya upaya memasyarakatkan Keluarga Berencana pada kelompok masyarakat desa yang sangat kental nilai-nilai tradisionalnya maka dia dapat memulai dengan menegaskan bahwa ia, seperti pendengar, mengharapkan kesejahteraan keluarga, masa depan yang lebih baik, dan dapat menyekolahkan anak-anaknya pada jenjang pendidikan tertinggi. Kemudian apabila berhadapan dengan kelompok (aliran) agama tertentu maka ia menyatakan sama aliran agamanya sama dengan pendengar. Dalam hal ini petugas PLKB tersebut menggunakan kesamaan keanggotaan kelompok (membership group similarity).
Komunikator yang dipersepsi memiliki kesamaan dengan komunikan cenderung dapat berkomunikasi lebih efektif. Hal ini alasannya menurut Herbert W. Simons karena empat faktor, yaitu :
a) Kesamaan mempermudah proses penyandian (decoding), yakni menterjemahkan lambang-lambang yang diterima menjadi gagasan-gagasan. Misal bila seorang sarjana administrasi melakukan Komunikasi Interpersonal pada sarjana administrasi lainnya maka dengan mudah menangkap arti dari kata-kata dan kalimat yang disampaikan. Tetapi apabila seorang dokter mengadakan Komunikasi Interpersonal pada sarjana administrasi tentu banyak kata-kata dan kalimat yang tidak dimengerti. Rogers dan Bhowmik menyatakan bahwa : “interaksi heterophilious (diantara pihak-pihak yang berbeda) cenderung memerlukan usaha yang lebih berat, menimbulkan distorsi .pesan, penyampaian yang terhambat, dan pembatasan pada saluran komunikasi).
b) Kesamaan membantu membangun premis yang sama untuk mempermudah proses deduktif. Dalam hal ini berarti bila kesamaan disposisional relevan dengan topik persuasi, maka komunikan akan terpengaruh oleh komunikator.
c) Kesamaan menyebabkan komunikan tertarik pada komunikator. Kebanyakan orang cenderung menyukai orang-orang yang memiliki kesamaan disposisional dengan orang tersebut tadi, Sehingga hal ini kalau dalam proses Komunikasi Interpersonal komunikan akan tertarik pada komunikator dan komunikan tersebut cenderung menerima gagasan-gagasan komunikator.
d) Kesamaan menumbuhkan rasa hormat dan percaya pada komunikator. Walau dalam hal ini belum dibuktikan secara meyakinkan dalam penelitian, Simons hanya menyatakan ada hubungan positif antara kesamaan dengan rasa percaya dan hormat, tetapi hubungannya lemah. Tetapi pada penelitian yang dilakukan oleh Elaine, Walster, Darcy Abrams dan Elliott Aronson membuktikan bahwa : “komunikator yang tidak menarik, tidak bermoral, dan tidak memiliki keahlian masih dapat melakukan komunikasi yang efektif, bila .......”. Maksudnya bila orang yang tidak menarik ini mengemukakan argumen yang bertentangan dengan kepentingan dirinya.
E. Teori Paul Lazarsfeild
Menurut Paul Lazarsfeild bahwa : “homophily dapat merupakan hasil dari interaksi atau merupakan dasar bagi pemilihan untuk berinteraksi”.
Lazarsfeild dan Merton telah mengadakan penelitian mengenai pemilihan Presiden Amerika Serikat Tahun 1940. Dari hasil penelitian itu disimpulkan bahwa : “perubahan dalam tujuan memilih telah mempertinggi homoginitas kelompok ... Mayoritas pemilih yang sama sekali berubah ternyata telah berubah menuju arah pilihan kelompok sosial mereka”.
Yang Mempengaruhi Komunikasi Interpersonal
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Interpersonal
Untuk mengetahui sejauhmana efek keberhasilan Komunikasi Interpersonal kita dapat mengetahui bagaimana proses seseorang komunikan menerima, mengolah, menyimpan, dan menghasilkan kembali informasi. Proses komunikan dalam komunikasi tersebut meliputi sensasi, persepsi, atensi, ekspektasi, motivasi, memori, dan berpikir.
1. S e n s a s i
Sensasi adalah proses menangkap stimuli. Setiap orang akan berbeda-beda menangkap stimulasi ( dalam hal ini pesan komunikasi) hingga melahirkan tanggapan yang beraneka ragam. Sehingga dalam komunikasi ada istilah; Words don’t mean ; people mean (kata-kata tidak mengandung makna namun oranglah yang memberikan makna pada kata-kata tersebut).
Menurut Dennis Coon [1977 ; 79 ] menyatakan bahwa ; ‘’bila alat – alat indra mengubah informasi menjadi implus – implus syaraf – dengan ‘’ bahasa ‘’ maka difahami oleh [‘komputer’’ otak] maka terjadilah proses sensasi.’’
Selanjutnya menurut Benyamin B. Wolman [1973 ; 343 ] menyatakan bahwa; ‘’Sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual, dan terutama sekali berhubungan dengan alat indra.’’
Alat indra sangat penting sekali bagi manusia untuk mengenal dunianya. Seperti yang diungkapkan oleh filsuf John Locke ; “there is nothing in the mind except what was first in the sense” [tidak ada apa-apa dalam jiwa kita kecuali harus lebih dulu lewat alat indra]. Bahkan pendapat filsuf Berkeley lebih radikal lagi bahwa : “andaikan kita tidak mempunyai alat indra, dunia tidak akan ada.”
Kita sudah mengenal selama ini ada lima alat indra, dalam teori psikologi menyebutkan ada sembilan atau sebelas alat indra, yaitu : penglihatan, pendengaran, kinestesis (gerakan-gerakan tubuh), vestibular (alat rongga yang ada di tengah-tengah labirin telinga), perabaan, temperatur, rasa sakit, perasa, dan penciuman.
Jalaludin Rakhmat (1985 : 62) mengelompokkan alat indra dalam tiga kelompok berdasarkan sumber informasi :
Eksteroseptor, alat indra tempat kita menerima informasi dari luar (misalnya telinga atau mata)
Interoseptor, alat indra tempat kita menerima informasi dari dalam (misalnya sistem peredaran darah)
Proprioseptor, alat indra untuk merasakan gerakan tubuh kita sendiri.
Jadi dengan demikian apa saja yang menyentuh atau tertangkap oleh alat indra dari dalam dan dari luar disebut stimuli, kalau dari luar disebut stimuli eksternal, dan kalau dari dalam disebut stimuli internal. Alat penerima tadi segera mengubah stimuli ini menjadi energi saraf untuk disampaikan ke otak melalui proses transduksi.
Segala sesuatu agar dapat diterima alat indra maka stimuli tersebut harus kuat, tetapi walau demikian manusia terdapat batas minimal stimuli disebut ambang mutlak (absolute threshold), misalnya :
Mata hanya menangkap stimuli objek yang mempunyai gelombang cahaya antara 380 – 780 nanometer
Telinga hanya dapat mendeteksi dan menerima gelombang suara berkisar antara 20 – 20.000 hertz
Kulit dapat merasakan panas antara 100C – 450C.
Ketajaman sensasi selain ditentukan oleh kapasitas alat indra yang berbeda juga ditentukan oleh faktor-faktor personal, yaitu oleh perbedaan pengalaman dan lingkungan budaya, misalnya Masakan Padang yang terasa pedas bagi Orang Sunda ternyata bagi Orang Sumatra Barat biasa-biasa saja.
2. P e r s e p s i
Persepsi ialah proses memberi makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Dengan kata lain persepsi mengubah sensasi menjadi informasi. Misalnya ketika ada sebuah buku yang terbuka, dari kejauhan huruf-hurufnya tidak kelihatan, ketika didekati mulailah huruf-huruf itu terbaca dan kita mulai menangkap maknanya itulah yang disebut persepsi.
Jadi dengan demikian persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Hal ini menimbulkan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli tetapi karakteristik orang yang memberikan respons pada stimuli tersebut.
Kekeliruan persepsi sering terjadi diantara orang. Misalnya seorang tokoh Ulama menyangka banyaknya wanita sekarang memakai kerudung sebagai cerminan pemahaman Islam yang meningkat, padahal wanita sekarang berkerudung hanya pada saat acara formal (ke kantor, kuliah/sekolah) sedang di luar acara itu mereka bebas mengumbar aurat. Hal ini bukan saja persepsi yang salah dari Ulama tadi, tetapi persepsi salah dari para wanita jaman sekarang yang menganggap kerudung sebagai trend mode bukan sebagai pelalaksanaan suatu kewajiban seorang muslimah.
Faktor-faktor fungsional yang menentukan persepsi, yaitu faktor yang berasal dari personal individu seperti kebutuhan, pengalaman masa lalu, termasuk kerangka rujukan (frame of reference).
Faktor-faktor struktural yang menentukan persepsi, yaitu faktor yang berasal semata-mata dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf. Hal ini sesuai dengan Teori Gestalt bahwa kebanyakan orang mempersepsi sesuatu objeks itu secara umum sebagai suatu keseluruhan tidak melihat detail pembagian-pembagiannya dan menghimpunnya menjadi suatu kesatuan.
3. A t e n s i
Menurut Kenneth E. Andersen bahwa : “perhatian (attention) ad proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah”.
Atensi terjadi ketika kita mengkonsentrasikan diri pada salah satu alat indra kita dan mengesampingkan masukan-masukan malalui alat indra lainnya.
Faktor Eksternal Penarik Perhatian (Attention Getter) meliputi :
a) Gerakan, pada umumnya orang lebih terstimulasikan pada objek yang bergerak. Misalnya seorang guru di dalam kelas akan lebih cepat melihat muridnya yang tidak memperhatikan pelajaran karena bermain-main dari pada melihat murid yang tidak memperhatikan pelajaran karena mengantuk.
b) Intensitas stimuli, yaitu stimuli yang lebih menonjol dari pada stimuli lainnya
c) Kebaruan ( novelty), yaitu hal-hal baru atau istimewa merupakan stimuli yang paling mudah dipelajari dan diingati
d) Perulangan, yaitu hal-hal yang diulang-ulang merupakan sugesti terhadap stimuli supaya mudah terserap otak dan tetap diingat.
Faktor-faktor Internal Penaruh Perhatian meliputi :
a) Faktor-faktor biologis, misalnya anak muda yang telah melihat film porno akan cepat melihat stimuli seksual di sekitarnya.
b) Faktor-faktor sosiopsikologis, misal ada anekdot, bila anda mengetahui dari suku mana kawan anda berasal, bawakah mereka berjalan-jalan, tanyakan berapa perempuan yang telah di lewati, yang dapat menjawab pertanyaan ini pastilah Orang Padang (umumnya mereka pedagang yang selalu berkeliling ke berbagai tempat). Tanyakan berapa pagar tanaman hidup yang telah di lihatnya. Yang bisa menjawab pasti Orang Sunda (karena mereka menyenangi sayuran/lalap-lalapan). Tanyakan berapa kuburan / tempat keramat yang ada, hanya Orang Jawa yang bisa nenjawabnya (Mengapa? Mungkin karana kepercayaan mistis banyak dianut Orang Jawa). Tentu saja anekdot bukanlah proposisi ilmiah, tetapi anekdot ini menggambarkan bagaimana latar belakang kebudayaan, pengalaman, dan pendidikan, menentukan apa yang kita perhatiakan.
Faktor Fungsional yang Menentukan Persepsi
Faktor fungsional ini berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan lainnya yang termasuk masalah personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli itu.
Faktor Fungsional dan Struktural Yang Menentukan Persepsi
Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang trmasuk faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respons pada stimuli tersebut.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas Krech dan Cruthfield yang dikutif Jalaludin Rakhmat dalam buku Psikologi Komunikasi telah merumuskan empat dalil, yaitu :
1) Persepsi bersifat selektif secara fungsional. Artinya objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. Contoh bila ada orang lapar dan masuk ke restoran maka yang pertama akan melihat nasi, lauk-pauk, kemudian minuman.
2) Medan perseptual dan kognitif selalu di organisasikan dan diberi arti. Kita mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya. Walaupun stimuli yang kita terima itu tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan interprestasi yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang kita persepsi.
3) Sifat-sifat perseptual dan kognitif dari subkultural ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan. Menurut dalil ini, jika individu dianggap sebagai anggota kelompok, semua sifat individu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan dipengaruhi oleh keanggotaan kelompoknya, dengan efek yang berupa asimilasi atau kontras.
4) Objek atau peristiwa yang berdekatan dengan ruang dan waktu atau menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang sama.
4. E k s p e k t a s i
Yang dimaksud ekspektasi adalah penilaian secara wajar dan proporsional terhadap suatu objek yang menjadi stimuli tarhadap alat indra. Lawan dari ekspektasi adalah stereotyf.
Dalam relasi interpersonal ekspektasi merupakan suatu upaya mempersepsi perilaku orang lain (orang yang dekat dengan kita) mengenai apa-apa yang diharapkan oleh orang tersebut dari relasi interpersonal tersebut. Misalnya dalam hubungan suami istri; Sang suami jika sedang sakit, ia ingin ditinggalkan sendirian (mungkin lebih baik menanggung derita dengan tabah) sedangkan malah sang istri setiap 10 menit sekali menanyakan apa yang sedang dirasakan (karena sang istri jika ia sakit ingin selalu ditemani suaminya). Sehingga sang suami jengkel terhadap istrinya. Disinilah suami istri tersebut mempunyai ekspektasi yang berbeda bagaimana sepatutnya yang sakit dilayani.
Begitu juga dalam Komunikasi Interpersonal ekspektasi sangat menentukan keberhasilannya, karena dengan mempersepsi dengan baik apa-apa yang diharapkan oleh si komunikan dalam proses Komunikasi Interpersonal itu maka proses Komunikasi Interpersonal akan berhasil. Misalnya si komunikator yang memperlakukan si komunikan seperti pada bawahan padahal dia ingin dihormati, maka Komunikasi Interpersonal tidak akan mencapai sasarannya.
5. M o t i v a s i
Proses kontruksi yang mewarnai dalam persepsi juga melibatkan unsur-unsur motivasi. Bagaimana impuls-impuls dalam jiwa indivudu mendorong suatu (menjadi motif) terhadap indivudu yang bersangkutan.
Adanya aktivitas-aktivitas dalam kehidupan sosial menunjukkan bahwa manusia mempunyai naluri untuk hidup bergaul dengan sesamanya (disebut gregariousness). Naluri ini merupakan salah satu yang paling mendasar dalam kebutuhan hidup manusia, disamping kebutuhan akan; afeksi (kebutuhan akan kasih sayang), inklusi (kebutuhan akan kepuasan), dan kontrol (kebutuhan akan pengawasan). Dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup tersebut akan mendorong manusia untuk melakukan interaksi berkomunikasi dengan sesamanya, baik untuk mengadakan kerjasama (cooperation) maupun untuk melakukan persaingan (competition).
Diantara motivasi yang pernah diteliti dalam Komunikasi Interpersonal adalah : motif biologis, motif ganjaran dan hukuman (reward and punishman), karakteristik kepribadian, perasaan terancam karena pesona stimuli (perceptual defence/pembelaan perseptual), dan motivasi untuk mempercayai dunia yang adil.
6. M em o r i
Memori adalah proses penyimpanan informasi dan memanggilnya kembali. Menurut Schlesinger dan Groves bahwa : “memori adalah sistem yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia yang menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya,” (1976 : 352).
Setiap saat stimuli mengenai indra kita, setiap saat itu pula direkam secara sadar atau tidak sadar. Adapun kemampuan rata-rata memori manusia untuk menyimpan informasi menurut ahli matematika yang bernama John Griffith menyebutkan angka 1011 (seratus trillyun) bit. Sedangkan menurut ahli teori informasi yang bernama John von Neumann menghitung sampai 2.8 x 1020 (280 kuintrillyun) bit informasi.
Secara singkat, memori melewati tiga proses:
Perekaman {disebut encoding} adalah pencatatan informasi melalui reseptor indra dan sikrit saraf internal di otak.
Penyimpanan ( storage), proses kedua adalah menentukan berapa lama informasi itu berada beserta kita, dalam bentuk apa, dan dimanapun.
Pemanggilan (retrieval), adalah mengingat kembali informasi
Jenis-jenis Memori
Proses memori perekaman dan menyimpanan kebanyakan tidak disadari oleh kita. Kita hanya mengetahui adalah pemanggilan kembali. Pemanggilan kembali dapat diketahui dengan cara :
Pengingatan (recall), adalah proses aktif untuk menghasilkan kembali fakta dan informasi secara verbatin (kata demi kata) tanpa petunjuk yang jelas.
Pengenalan (recognition), artinya orang susah untuk mengingat sejumlah fakta tetapi lebih mudah mengenalnya kembali. Contoh ini adalah soal multiple-choice adalah untuk mengenal bukan untuk mengingat.
Belajar lagi (relearning), artinya orang lebih cepat hafal hal yang pernah didengar/dibaca maka harus sering mengulang belajar lagi.
Redintegrasi (redintegration), artinya merekontruksi seluruh masa lalu dari suatu petunjuk kecil. Misalnya orang ketemu ketupat (disebut memori cues) maka akan teringat akan Hari Lebaran dengan segala halnya.
Untuk mengetahui sejauhmana efek keberhasilan Komunikasi Interpersonal kita dapat mengetahui bagaimana proses seseorang komunikan menerima, mengolah, menyimpan, dan menghasilkan kembali informasi. Proses komunikan dalam komunikasi tersebut meliputi sensasi, persepsi, atensi, ekspektasi, motivasi, memori, dan berpikir.
1. S e n s a s i
Sensasi adalah proses menangkap stimuli. Setiap orang akan berbeda-beda menangkap stimulasi ( dalam hal ini pesan komunikasi) hingga melahirkan tanggapan yang beraneka ragam. Sehingga dalam komunikasi ada istilah; Words don’t mean ; people mean (kata-kata tidak mengandung makna namun oranglah yang memberikan makna pada kata-kata tersebut).
Menurut Dennis Coon [1977 ; 79 ] menyatakan bahwa ; ‘’bila alat – alat indra mengubah informasi menjadi implus – implus syaraf – dengan ‘’ bahasa ‘’ maka difahami oleh [‘komputer’’ otak] maka terjadilah proses sensasi.’’
Selanjutnya menurut Benyamin B. Wolman [1973 ; 343 ] menyatakan bahwa; ‘’Sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual, dan terutama sekali berhubungan dengan alat indra.’’
Alat indra sangat penting sekali bagi manusia untuk mengenal dunianya. Seperti yang diungkapkan oleh filsuf John Locke ; “there is nothing in the mind except what was first in the sense” [tidak ada apa-apa dalam jiwa kita kecuali harus lebih dulu lewat alat indra]. Bahkan pendapat filsuf Berkeley lebih radikal lagi bahwa : “andaikan kita tidak mempunyai alat indra, dunia tidak akan ada.”
Kita sudah mengenal selama ini ada lima alat indra, dalam teori psikologi menyebutkan ada sembilan atau sebelas alat indra, yaitu : penglihatan, pendengaran, kinestesis (gerakan-gerakan tubuh), vestibular (alat rongga yang ada di tengah-tengah labirin telinga), perabaan, temperatur, rasa sakit, perasa, dan penciuman.
Jalaludin Rakhmat (1985 : 62) mengelompokkan alat indra dalam tiga kelompok berdasarkan sumber informasi :
Eksteroseptor, alat indra tempat kita menerima informasi dari luar (misalnya telinga atau mata)
Interoseptor, alat indra tempat kita menerima informasi dari dalam (misalnya sistem peredaran darah)
Proprioseptor, alat indra untuk merasakan gerakan tubuh kita sendiri.
Jadi dengan demikian apa saja yang menyentuh atau tertangkap oleh alat indra dari dalam dan dari luar disebut stimuli, kalau dari luar disebut stimuli eksternal, dan kalau dari dalam disebut stimuli internal. Alat penerima tadi segera mengubah stimuli ini menjadi energi saraf untuk disampaikan ke otak melalui proses transduksi.
Segala sesuatu agar dapat diterima alat indra maka stimuli tersebut harus kuat, tetapi walau demikian manusia terdapat batas minimal stimuli disebut ambang mutlak (absolute threshold), misalnya :
Mata hanya menangkap stimuli objek yang mempunyai gelombang cahaya antara 380 – 780 nanometer
Telinga hanya dapat mendeteksi dan menerima gelombang suara berkisar antara 20 – 20.000 hertz
Kulit dapat merasakan panas antara 100C – 450C.
Ketajaman sensasi selain ditentukan oleh kapasitas alat indra yang berbeda juga ditentukan oleh faktor-faktor personal, yaitu oleh perbedaan pengalaman dan lingkungan budaya, misalnya Masakan Padang yang terasa pedas bagi Orang Sunda ternyata bagi Orang Sumatra Barat biasa-biasa saja.
2. P e r s e p s i
Persepsi ialah proses memberi makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Dengan kata lain persepsi mengubah sensasi menjadi informasi. Misalnya ketika ada sebuah buku yang terbuka, dari kejauhan huruf-hurufnya tidak kelihatan, ketika didekati mulailah huruf-huruf itu terbaca dan kita mulai menangkap maknanya itulah yang disebut persepsi.
Jadi dengan demikian persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Hal ini menimbulkan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli tetapi karakteristik orang yang memberikan respons pada stimuli tersebut.
Kekeliruan persepsi sering terjadi diantara orang. Misalnya seorang tokoh Ulama menyangka banyaknya wanita sekarang memakai kerudung sebagai cerminan pemahaman Islam yang meningkat, padahal wanita sekarang berkerudung hanya pada saat acara formal (ke kantor, kuliah/sekolah) sedang di luar acara itu mereka bebas mengumbar aurat. Hal ini bukan saja persepsi yang salah dari Ulama tadi, tetapi persepsi salah dari para wanita jaman sekarang yang menganggap kerudung sebagai trend mode bukan sebagai pelalaksanaan suatu kewajiban seorang muslimah.
Faktor-faktor fungsional yang menentukan persepsi, yaitu faktor yang berasal dari personal individu seperti kebutuhan, pengalaman masa lalu, termasuk kerangka rujukan (frame of reference).
Faktor-faktor struktural yang menentukan persepsi, yaitu faktor yang berasal semata-mata dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf. Hal ini sesuai dengan Teori Gestalt bahwa kebanyakan orang mempersepsi sesuatu objeks itu secara umum sebagai suatu keseluruhan tidak melihat detail pembagian-pembagiannya dan menghimpunnya menjadi suatu kesatuan.
3. A t e n s i
Menurut Kenneth E. Andersen bahwa : “perhatian (attention) ad proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah”.
Atensi terjadi ketika kita mengkonsentrasikan diri pada salah satu alat indra kita dan mengesampingkan masukan-masukan malalui alat indra lainnya.
Faktor Eksternal Penarik Perhatian (Attention Getter) meliputi :
a) Gerakan, pada umumnya orang lebih terstimulasikan pada objek yang bergerak. Misalnya seorang guru di dalam kelas akan lebih cepat melihat muridnya yang tidak memperhatikan pelajaran karena bermain-main dari pada melihat murid yang tidak memperhatikan pelajaran karena mengantuk.
b) Intensitas stimuli, yaitu stimuli yang lebih menonjol dari pada stimuli lainnya
c) Kebaruan ( novelty), yaitu hal-hal baru atau istimewa merupakan stimuli yang paling mudah dipelajari dan diingati
d) Perulangan, yaitu hal-hal yang diulang-ulang merupakan sugesti terhadap stimuli supaya mudah terserap otak dan tetap diingat.
Faktor-faktor Internal Penaruh Perhatian meliputi :
a) Faktor-faktor biologis, misalnya anak muda yang telah melihat film porno akan cepat melihat stimuli seksual di sekitarnya.
b) Faktor-faktor sosiopsikologis, misal ada anekdot, bila anda mengetahui dari suku mana kawan anda berasal, bawakah mereka berjalan-jalan, tanyakan berapa perempuan yang telah di lewati, yang dapat menjawab pertanyaan ini pastilah Orang Padang (umumnya mereka pedagang yang selalu berkeliling ke berbagai tempat). Tanyakan berapa pagar tanaman hidup yang telah di lihatnya. Yang bisa menjawab pasti Orang Sunda (karena mereka menyenangi sayuran/lalap-lalapan). Tanyakan berapa kuburan / tempat keramat yang ada, hanya Orang Jawa yang bisa nenjawabnya (Mengapa? Mungkin karana kepercayaan mistis banyak dianut Orang Jawa). Tentu saja anekdot bukanlah proposisi ilmiah, tetapi anekdot ini menggambarkan bagaimana latar belakang kebudayaan, pengalaman, dan pendidikan, menentukan apa yang kita perhatiakan.
Faktor Fungsional yang Menentukan Persepsi
Faktor fungsional ini berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan lainnya yang termasuk masalah personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli itu.
Faktor Fungsional dan Struktural Yang Menentukan Persepsi
Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang trmasuk faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respons pada stimuli tersebut.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas Krech dan Cruthfield yang dikutif Jalaludin Rakhmat dalam buku Psikologi Komunikasi telah merumuskan empat dalil, yaitu :
1) Persepsi bersifat selektif secara fungsional. Artinya objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. Contoh bila ada orang lapar dan masuk ke restoran maka yang pertama akan melihat nasi, lauk-pauk, kemudian minuman.
2) Medan perseptual dan kognitif selalu di organisasikan dan diberi arti. Kita mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya. Walaupun stimuli yang kita terima itu tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan interprestasi yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang kita persepsi.
3) Sifat-sifat perseptual dan kognitif dari subkultural ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan. Menurut dalil ini, jika individu dianggap sebagai anggota kelompok, semua sifat individu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan dipengaruhi oleh keanggotaan kelompoknya, dengan efek yang berupa asimilasi atau kontras.
4) Objek atau peristiwa yang berdekatan dengan ruang dan waktu atau menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang sama.
4. E k s p e k t a s i
Yang dimaksud ekspektasi adalah penilaian secara wajar dan proporsional terhadap suatu objek yang menjadi stimuli tarhadap alat indra. Lawan dari ekspektasi adalah stereotyf.
Dalam relasi interpersonal ekspektasi merupakan suatu upaya mempersepsi perilaku orang lain (orang yang dekat dengan kita) mengenai apa-apa yang diharapkan oleh orang tersebut dari relasi interpersonal tersebut. Misalnya dalam hubungan suami istri; Sang suami jika sedang sakit, ia ingin ditinggalkan sendirian (mungkin lebih baik menanggung derita dengan tabah) sedangkan malah sang istri setiap 10 menit sekali menanyakan apa yang sedang dirasakan (karena sang istri jika ia sakit ingin selalu ditemani suaminya). Sehingga sang suami jengkel terhadap istrinya. Disinilah suami istri tersebut mempunyai ekspektasi yang berbeda bagaimana sepatutnya yang sakit dilayani.
Begitu juga dalam Komunikasi Interpersonal ekspektasi sangat menentukan keberhasilannya, karena dengan mempersepsi dengan baik apa-apa yang diharapkan oleh si komunikan dalam proses Komunikasi Interpersonal itu maka proses Komunikasi Interpersonal akan berhasil. Misalnya si komunikator yang memperlakukan si komunikan seperti pada bawahan padahal dia ingin dihormati, maka Komunikasi Interpersonal tidak akan mencapai sasarannya.
5. M o t i v a s i
Proses kontruksi yang mewarnai dalam persepsi juga melibatkan unsur-unsur motivasi. Bagaimana impuls-impuls dalam jiwa indivudu mendorong suatu (menjadi motif) terhadap indivudu yang bersangkutan.
Adanya aktivitas-aktivitas dalam kehidupan sosial menunjukkan bahwa manusia mempunyai naluri untuk hidup bergaul dengan sesamanya (disebut gregariousness). Naluri ini merupakan salah satu yang paling mendasar dalam kebutuhan hidup manusia, disamping kebutuhan akan; afeksi (kebutuhan akan kasih sayang), inklusi (kebutuhan akan kepuasan), dan kontrol (kebutuhan akan pengawasan). Dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup tersebut akan mendorong manusia untuk melakukan interaksi berkomunikasi dengan sesamanya, baik untuk mengadakan kerjasama (cooperation) maupun untuk melakukan persaingan (competition).
Diantara motivasi yang pernah diteliti dalam Komunikasi Interpersonal adalah : motif biologis, motif ganjaran dan hukuman (reward and punishman), karakteristik kepribadian, perasaan terancam karena pesona stimuli (perceptual defence/pembelaan perseptual), dan motivasi untuk mempercayai dunia yang adil.
6. M em o r i
Memori adalah proses penyimpanan informasi dan memanggilnya kembali. Menurut Schlesinger dan Groves bahwa : “memori adalah sistem yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia yang menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya,” (1976 : 352).
Setiap saat stimuli mengenai indra kita, setiap saat itu pula direkam secara sadar atau tidak sadar. Adapun kemampuan rata-rata memori manusia untuk menyimpan informasi menurut ahli matematika yang bernama John Griffith menyebutkan angka 1011 (seratus trillyun) bit. Sedangkan menurut ahli teori informasi yang bernama John von Neumann menghitung sampai 2.8 x 1020 (280 kuintrillyun) bit informasi.
Secara singkat, memori melewati tiga proses:
Perekaman {disebut encoding} adalah pencatatan informasi melalui reseptor indra dan sikrit saraf internal di otak.
Penyimpanan ( storage), proses kedua adalah menentukan berapa lama informasi itu berada beserta kita, dalam bentuk apa, dan dimanapun.
Pemanggilan (retrieval), adalah mengingat kembali informasi
Jenis-jenis Memori
Proses memori perekaman dan menyimpanan kebanyakan tidak disadari oleh kita. Kita hanya mengetahui adalah pemanggilan kembali. Pemanggilan kembali dapat diketahui dengan cara :
Pengingatan (recall), adalah proses aktif untuk menghasilkan kembali fakta dan informasi secara verbatin (kata demi kata) tanpa petunjuk yang jelas.
Pengenalan (recognition), artinya orang susah untuk mengingat sejumlah fakta tetapi lebih mudah mengenalnya kembali. Contoh ini adalah soal multiple-choice adalah untuk mengenal bukan untuk mengingat.
Belajar lagi (relearning), artinya orang lebih cepat hafal hal yang pernah didengar/dibaca maka harus sering mengulang belajar lagi.
Redintegrasi (redintegration), artinya merekontruksi seluruh masa lalu dari suatu petunjuk kecil. Misalnya orang ketemu ketupat (disebut memori cues) maka akan teringat akan Hari Lebaran dengan segala halnya.
KOMUNKASI INTERPERSONAL KOMUNIKASI DIADIK
KOMUNKASI INTERPERSONAL SEBAGAI KOMUNIKASI DIADIK
A. Antara Komunikasi Diadik Dan Komunikasi Triadik
Komunikasi diadik disebut juga (two way communication) adalak komunikasi dua arah antara satu orang dengan satu atau dua orang lainnya yang saling berhadapan langsung (faceto face). Dengan kata lain hal ini merupakan bentuk Komunikasi Interpersonal.
Komunikasi triadic (multy level communication) adalah komunikasi yang dilangsungkan secara bertingkat, yaitu melakukan komunikasi dengan menggunakan berbagai tatanan komunikasi. Misalnya Program Keluarga Berencana oleh pemerintah dimasyarakatkan melalui penjelasan di Koran-koran, majalah, televisi/termasuk direklamekan (tentunya dengan menggunakan komunikasi massa). Juga peogram KB dimasyarakatkan dengan mengadakan seminar-seminar, penyuluhan-penyuluhan di balai pertemuan/balai desa (tentunya termasuk komunikasi kelompok). Tetapi juga program KB dimasyarakatkan dengan mengadakan komunikasi langsung mengadakan anjang sana oleh PLKB ke rumah-rumah penduduk (door to door). Tentunya dengan menggunakan Komunikasi Interpersonal.
Ciri-ciri komunikasi diadik termasuk adalah sebagai berikut ini :
a) Komunikasi dilakukan antara dua orang atau tiga orang
b) Komunikasi dilakukan langsung (face to face) atau kadang menggukan media telephon.
c) Komunikator dapat berubah statusnya menjadi komunikan, begitu juga sebaliknya komunikan dapat berubah menjadi komunikator, dan seterusnya berputar berganti-ganti selama proses Komunikasi Interpersonal berlangsung. Tetapi komunikator utama adalah si pembawa pesan atau yang pertama-tama menyampaikan pesan (message) sebab dialah yang memulai komunikasi dan mempunyai tujuan.
d) Efek komunikasi dapat terlihat langsung , baik secara verbal (dengan ucapan mengiyakan/menjawab) maupun secara non-verbal ( dengan bahasa tubuh/kinesik dan isyarat)
Bahasa tubuh atau kinesik meliputi :
Gestures (gerak-gerik), missal gerak sering membetulkan posisi duduk tanda dari gelisah
Postures (sikap tubuh), missal di Indonesia dikenal :
Membusungkan dada tandanya sombong
Menundukan kepala tandanya merendah
Berdiri tegak tandanya berani
Bertopang dagu tandanya bersedih
Menadahkan tangan tandanya bermohon,
Dan sebagainya.
Facial expressions (ekspresi muka), misalnya :
Muka kaku disertai mata terbelalak tanda dari takut
Muka ditekan disertai mata dikerutkan ke depan tanda dari muak
Muka rileks disertai senyum tanda dari bahagia
Muka kencang disertai mata melotot tanda dari marah
Symbolic cloting (pakaian simbolik), misalnya warna pakaian serba hitam tandanya berkabung duka
Keberhasilan komunikasi diadik adalah dalam prosesnya si komunikator harus berupaya menyamakan field of reference dan frame of reference dari komunikan, disamping itu kedua pihak harus mempunyai emphaty.
A. Antara Komunikasi Diadik Dan Komunikasi Triadik
Komunikasi diadik disebut juga (two way communication) adalak komunikasi dua arah antara satu orang dengan satu atau dua orang lainnya yang saling berhadapan langsung (faceto face). Dengan kata lain hal ini merupakan bentuk Komunikasi Interpersonal.
Komunikasi triadic (multy level communication) adalah komunikasi yang dilangsungkan secara bertingkat, yaitu melakukan komunikasi dengan menggunakan berbagai tatanan komunikasi. Misalnya Program Keluarga Berencana oleh pemerintah dimasyarakatkan melalui penjelasan di Koran-koran, majalah, televisi/termasuk direklamekan (tentunya dengan menggunakan komunikasi massa). Juga peogram KB dimasyarakatkan dengan mengadakan seminar-seminar, penyuluhan-penyuluhan di balai pertemuan/balai desa (tentunya termasuk komunikasi kelompok). Tetapi juga program KB dimasyarakatkan dengan mengadakan komunikasi langsung mengadakan anjang sana oleh PLKB ke rumah-rumah penduduk (door to door). Tentunya dengan menggunakan Komunikasi Interpersonal.
Ciri-ciri komunikasi diadik termasuk adalah sebagai berikut ini :
a) Komunikasi dilakukan antara dua orang atau tiga orang
b) Komunikasi dilakukan langsung (face to face) atau kadang menggukan media telephon.
c) Komunikator dapat berubah statusnya menjadi komunikan, begitu juga sebaliknya komunikan dapat berubah menjadi komunikator, dan seterusnya berputar berganti-ganti selama proses Komunikasi Interpersonal berlangsung. Tetapi komunikator utama adalah si pembawa pesan atau yang pertama-tama menyampaikan pesan (message) sebab dialah yang memulai komunikasi dan mempunyai tujuan.
d) Efek komunikasi dapat terlihat langsung , baik secara verbal (dengan ucapan mengiyakan/menjawab) maupun secara non-verbal ( dengan bahasa tubuh/kinesik dan isyarat)
Bahasa tubuh atau kinesik meliputi :
Gestures (gerak-gerik), missal gerak sering membetulkan posisi duduk tanda dari gelisah
Postures (sikap tubuh), missal di Indonesia dikenal :
Membusungkan dada tandanya sombong
Menundukan kepala tandanya merendah
Berdiri tegak tandanya berani
Bertopang dagu tandanya bersedih
Menadahkan tangan tandanya bermohon,
Dan sebagainya.
Facial expressions (ekspresi muka), misalnya :
Muka kaku disertai mata terbelalak tanda dari takut
Muka ditekan disertai mata dikerutkan ke depan tanda dari muak
Muka rileks disertai senyum tanda dari bahagia
Muka kencang disertai mata melotot tanda dari marah
Symbolic cloting (pakaian simbolik), misalnya warna pakaian serba hitam tandanya berkabung duka
Keberhasilan komunikasi diadik adalah dalam prosesnya si komunikator harus berupaya menyamakan field of reference dan frame of reference dari komunikan, disamping itu kedua pihak harus mempunyai emphaty.
Interpersonal Teori Kepercayaan
Teori Kepercayaan
Inti sari kerja kelompok adalah saling-percaya yang didasarkan pada pertukaran informasi yang dapat diandalkan. Di lain pihak, persengketaan merupakan sebab utama bertambahnya ketegangan di bidang lain yang menimbulkan kesulitan dalam berkomunikasi dan mengurangi kepercayaan.
Penerimaan suatu informasi acapkali dipengaruhi oleh latar belakang penerimanya. Misalnya suatu gangguan (distorsi) terjadi apabila komunikator tidak disenangi atau dicurigai. Apabila perasaan ini timbal balik (dalam saling tidak percaya) maka akan terjadi distorsi ganda dalam Komunikasi Interpersonal.
Dalam suatu kantor hasil-hasil dari suatu rapat karayawan keputusan sangat terbatas karena kurangnya kepercayaan antara para pimpinan yang seringkali mengakibatkan keputusan yang bertolak belakang.
Dalam instansi pemerintahan yang besar, para PNS yang saling percaya lebih sering berkomunikasi dan menghasilkan persamaan pendapat yang lebih banyak serta serapan yang lebih tepat mengenai pandangan masing-masing. Tetapi kalau kurangnya kepercayaan komunikasi cenderung akan melebih-lebihkan perbedaan yang ada dan mengurangi setiap kesamaan pendapat.
Kepercayaan kelompok yang lebih besar akan mempunyai sistem komunikasi yang terbuka. Adanya kepercayaan yang besar diantara pasangan atasan-bawahan cenderung memberikan komunikasi yang lebih tepat diantara kelopok tersebut.
Komunikasi yang efektif dan tepat tidak akan terjadi tanpa adanya suasana kepercayaan dan keyakinan yang teguh. Apabila makin banyak atasan-bawahan saling percaya, mereka akan makin sering berkomunikasi.
Teori kepercayaan berkaitan dengan kepatuhan dan ketidakpatuhan. Keadaan kepatuhan banyak terjadi pada perilaku sakit dan peranan sakit. Menderita sakit dapat dianggap menampilkan peran, sama seperti menampilkan peran-peran lain yang disengaja. Dalam masyarakat terdapat sejenis perilaku yang dapat siterima secara sosial bagi orang-orang yang sakit. Pearan sakit dapat danggap sebuah kontrak antara orang sakit dengan seluruh anggota masyuarakat lainnya, disini diwakili profesi kesehatan. Profesi tersebut mengendalikan akses bagi orang sakit. Ketika seseorang memasuki peran sakit, ia diberi sejumlah kemudahan oleh masyarakat (dari tanggung jawab kerja dan keluarga), tetapi juga dibebani sejumlah kewajiban pada masyarakat (mencari dan mengikuti nasehat medis). Dengan mengacu pada Komunikasi Interpersonal menunjukkan tekanan sosial pada pasien untuk tampil dengan cara-cara tertentu setelah menerima peran sakit. Sebagai konsekuensinya orang yang memasuki peran sakit, perilaku verbal dan non-verbal akan cenderung menjadi pasif danpatuh.
Ketidakpatuhan juga dapat muncul pada peran sakit ketika pasien tidak ditawari kesempatan untuk berpartisipasi dalam percakapan antara dirinya dengan dokter, dan manakala sedikit informasi yang diberikan kepada pasien tentang kondisinya.
Pada kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa para petugas kesehatan dapat menggunakan prosedur klinis sebagai cara yang efektif untuk mengendalikan interaksi. Sementara para medis memusatkan perhatian pada apa yang tampak sebagai teknik klinis yang penting, pasien dapat dibuat bungkam. Hal ini menambah perilaku ketidakpatuhan pasien.
Selanjutnya terdapat bukti bahwa percakapan antara perawat dan pasien cenderung mengarah oada tugas perawat daripada mengenali kecemasan dan pandangan-pandangan pasien. Kurangnya penghargaan yang emphatic terhadap pengalaman pasien tentang kondisi klinisnya dan tentang pelayanan yang ditawarkan oleh system kesehatan dapat berakibat pemberian pelayanan tidak efektif. Hal ini berakibat ketidakpatuhan yang tidak diketahui, persepsi pasien sebagai pihak yang kalah dan meningkatnya kemungkinan kesalahan diagnosis dsn rekomendasi kesehatan.
Inti sari kerja kelompok adalah saling-percaya yang didasarkan pada pertukaran informasi yang dapat diandalkan. Di lain pihak, persengketaan merupakan sebab utama bertambahnya ketegangan di bidang lain yang menimbulkan kesulitan dalam berkomunikasi dan mengurangi kepercayaan.
Penerimaan suatu informasi acapkali dipengaruhi oleh latar belakang penerimanya. Misalnya suatu gangguan (distorsi) terjadi apabila komunikator tidak disenangi atau dicurigai. Apabila perasaan ini timbal balik (dalam saling tidak percaya) maka akan terjadi distorsi ganda dalam Komunikasi Interpersonal.
Dalam suatu kantor hasil-hasil dari suatu rapat karayawan keputusan sangat terbatas karena kurangnya kepercayaan antara para pimpinan yang seringkali mengakibatkan keputusan yang bertolak belakang.
Dalam instansi pemerintahan yang besar, para PNS yang saling percaya lebih sering berkomunikasi dan menghasilkan persamaan pendapat yang lebih banyak serta serapan yang lebih tepat mengenai pandangan masing-masing. Tetapi kalau kurangnya kepercayaan komunikasi cenderung akan melebih-lebihkan perbedaan yang ada dan mengurangi setiap kesamaan pendapat.
Kepercayaan kelompok yang lebih besar akan mempunyai sistem komunikasi yang terbuka. Adanya kepercayaan yang besar diantara pasangan atasan-bawahan cenderung memberikan komunikasi yang lebih tepat diantara kelopok tersebut.
Komunikasi yang efektif dan tepat tidak akan terjadi tanpa adanya suasana kepercayaan dan keyakinan yang teguh. Apabila makin banyak atasan-bawahan saling percaya, mereka akan makin sering berkomunikasi.
Teori kepercayaan berkaitan dengan kepatuhan dan ketidakpatuhan. Keadaan kepatuhan banyak terjadi pada perilaku sakit dan peranan sakit. Menderita sakit dapat dianggap menampilkan peran, sama seperti menampilkan peran-peran lain yang disengaja. Dalam masyarakat terdapat sejenis perilaku yang dapat siterima secara sosial bagi orang-orang yang sakit. Pearan sakit dapat danggap sebuah kontrak antara orang sakit dengan seluruh anggota masyuarakat lainnya, disini diwakili profesi kesehatan. Profesi tersebut mengendalikan akses bagi orang sakit. Ketika seseorang memasuki peran sakit, ia diberi sejumlah kemudahan oleh masyarakat (dari tanggung jawab kerja dan keluarga), tetapi juga dibebani sejumlah kewajiban pada masyarakat (mencari dan mengikuti nasehat medis). Dengan mengacu pada Komunikasi Interpersonal menunjukkan tekanan sosial pada pasien untuk tampil dengan cara-cara tertentu setelah menerima peran sakit. Sebagai konsekuensinya orang yang memasuki peran sakit, perilaku verbal dan non-verbal akan cenderung menjadi pasif danpatuh.
Ketidakpatuhan juga dapat muncul pada peran sakit ketika pasien tidak ditawari kesempatan untuk berpartisipasi dalam percakapan antara dirinya dengan dokter, dan manakala sedikit informasi yang diberikan kepada pasien tentang kondisinya.
Pada kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa para petugas kesehatan dapat menggunakan prosedur klinis sebagai cara yang efektif untuk mengendalikan interaksi. Sementara para medis memusatkan perhatian pada apa yang tampak sebagai teknik klinis yang penting, pasien dapat dibuat bungkam. Hal ini menambah perilaku ketidakpatuhan pasien.
Selanjutnya terdapat bukti bahwa percakapan antara perawat dan pasien cenderung mengarah oada tugas perawat daripada mengenali kecemasan dan pandangan-pandangan pasien. Kurangnya penghargaan yang emphatic terhadap pengalaman pasien tentang kondisi klinisnya dan tentang pelayanan yang ditawarkan oleh system kesehatan dapat berakibat pemberian pelayanan tidak efektif. Hal ini berakibat ketidakpatuhan yang tidak diketahui, persepsi pasien sebagai pihak yang kalah dan meningkatnya kemungkinan kesalahan diagnosis dsn rekomendasi kesehatan.
INTERPERSONAL Kekuasaan
Teori Kekuasaan
Cartwright dan Zender yang dikutip oleh Roger B. Ellis, Robert J. Gates, dan Neil Kenworthy Dalam buku “Komunikasi Interpersonal Dalam Keperawatan” menyatakan bahwa : “Kekuasaan ada ketika seorang individu berperilaku sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu perubahan pada individu lain.
French, Collin, & Raven yang dikutip oleh Roger B. Ellis, Robert J. Gates, dan Neil Kenworthy Dalam buku “Komunikasi Interpersonal Dalam Keperawatan” menyatakan bahwa sejumlah sumber kekuasaan meliputi :
1. Kekuasaan keahlian : seseorang dianggap mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang lebih besar daripada orang lain karena pendidikan mereka yang lebih lama atau pengalaman.
2. Kekuasaan koersif : seseorang dapat mengendalikan hukuman bagi orang lain (misal orang tua pada anaknya).
3. Kekuasaan imbalan : seseorang mempunyai kemampuan untuk memberi imbalan kepada orang lain, baik dengan menyediakan unsur-unsur positif atau dengan menghilangkan unsur-unsur negatif.
4. Kekuasaan yang sah : seseorang diakui mempunyai hak dan wewenang dari masyarakat untuk berpengaruh terhadap orang lain (missal hakim, kepala sekolah, dan lain-lain).
5. Kekuasaan kehormatan : seseorang memiliki atribut-atribut yang diinginkan oleh orang lain dan diidentifikasi oleh mereka (missal seorang fans meniru artisnya).
6. Kekuasaan informasi : ketika seseorang mengajukan informasi yang tidak dipunyai oleh orang lain, ia menunjukkan kekuasaan dengan mengendalikan seberapa banyak informasi yang akan ia berikan.
Selanjutnya Mc. Quail yang sama dikutip oleh Roger B. Ellis, Robert J. Gates, dan Neil Kenworthy Dalam buku “Komunikasi Interpersonal Dalam Keperawatan” menyatakan bahwa menunjukkan sejumlah kemungkinan generalisasi yang dilakukan sehingga kekuasaan dapat dieksploitasi melalui komunikasi, yaitu :
Monopoli percakapan dapat menghasilkan efek memenangkan kembali dan mencapai hasil yang diinginkan. Ketika dominasi terjadi, dan tidak mendapat tantangan, maka pengaruhnya akan semakin besar.
Seseorang dapat menjamin diterimanya sebuah pesan dengan membuatnya sepadan dengan kepercayaan orang lain tersebut. Isi pesan juga akan penting dalam menentukan sejauh makna pengaruh komunikator tersebut. Misalnya, pengaruh akan lebih besar jika topik diskusinya adalah tentang sesuatu dimana orang lain tidak mempunyai pengalaman pribadi tentangnya.
Seseorang yang dianggap mempunyai kredibilitas dan berstatus tinggi, mempunyai daya tarik fisik, intelektualitasnya dikagumi, dan mempunyai banyak kesamaan dengan pendengar, akan jauh lebih berkuasa daripada mereka yang kurang memiliki atribut-atribut yang menarik tersebut.
Menjadi seseorang pasien dan seorang mahasiswa perawat adalah sebuah prestise yang rendah dalam organisasi perawatan kesehatan dibanding dengan prestise yang diterima oleh para petugas kesehatan yang kompeten. Kemungkinan besar mereka akan tidak didengar, atau tidak disukai dan dianggap tampak tidak menarik.
Kekuasaan banyak ditentukan secara sosial. Masyarakat menyerahkan kekuasaan pada mereka yang diberi wewenang. Kadang-kadang kekuasaan didapatkan melalui persetujuan orang lain. Kekuasaan memang dapat dipindahkan dari mereka yang memilikinya.
Pada tingkat interpersonal, banyak pasien yang menjadi lebih asretif ketika menghadapi petugas kesehatan.
Dalam suatu organisasi formal perbedaan kekuasaan dipandang merupakan substitusi dari martabat atau status.
Pada beberapa pemimpin dalam berkomunikasi dengan bawahan dapat mempergunakan metoda yang langsung dan kadang-kadang bersifat kasar, di lain pihak para bawahan kalau berkomunikasi dengan atasan selalu menjaga jarak dengan bahasa halus dan kadang dengan metoda tidak langsung.
Hasil penelitian Cohen (1978) menunjukkan bahwa orang yang berkekuasaan kecil (yang ingin maju dalam kedudukannya) kurang bebas berkomunikasi dengan atasan mereka dan besar kemungkinan lebih sering menyampaikan kepada atasan mereka hasil yang telah mereka capai, bukan hal-hal yang menjadi hambatan kerja atau kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan. Tetapi hal ini tidak terjadi pada orang yang mempunyai sedikit kekuasaan tapi tanpa hasrat untuk maju.
Para bawahan dengan lebih banyak kesempatan promosi jarang mencela, membantah, atau menolak perintah atasannya. Sedang bawahan yang tidak jelas kesempatannya untuk promosi cenderung reaktif berani membantah dan sering mangkir (tidak melaksanakan tugas).
Dalam suatu jabatan yang dalam satu jenjang hirarki yang sama sering mempunyai pengaruh kekuasaan yang berbeda-beda terhadap bawahannya masing-masing yang juga menimbulkan akibat yang cukup besar dalam proses komunikasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh kepribadian dan gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh pejabat bersangkutan. Kalau kepribadian pejabat tersebut sebagai pribadi yang kuat dan berwibawa serta gaya kepemimpinan yang demokratis maka pengaruh kekuasaannya akan baik bagi pelaksanaan tugas-tugas bawahan dan komunikasi dijadikan sebagai alat untuk pencapaian tujuan instansi tersebut. Sedang kalau kepribadian pejabatnya lemah dan gaya kepemimpinan laiser paier maka pelaksanaan tugas-tugas banyak terbengkalai dan komunikasi tidak pernah dijadikan alat pencapaian tujuan organisasi.
Lebih jauh lagi pengaruh kekuasaan tersebut akan dapat mempengaruhi semangat kerja bawahannya. Apabila para atasan pengaruh kekuasaannya kecil maka para bawahan akan dapat menentang mereka, maka semangat kerja bawahan akan menurun dan mempengaruhi juga terhadap prestasi kerja.
Likers berpendapat bahwa para manajer yang telah banyak berproduksi mempunyai komunikasi yang lebih baik dan pengaruh lebih besar dari pada manajer yang rendah produksinya.
Manajer yang tidak mempunyai pengaruh sering ditentang oleh bawahannya yang mengharapkan tindakan dari para atasan yang lebih tinggi dan lebih berkuasa. Logika tindakan ini tidak terlepas dari perhatian para menejer yang ditentang tersebut dan gangguan serta kejengkelan yang sering ditimbulkan akan mengurangi efektivitas komunikasi.
Dari hal tersebut di atas maka akan terungkap suatu hubungan negatif yang penting antara ketepatan komunikasi dan tingkat kekuasaan atau pengaruh yang menurut perasaan bawahan dimiliki oleh atasannya.
Wacana sebagai Manifestasi Kekuasaan
Menurut Malhotra yang dikutip oleh Roger B. Ellis, Robert J. Gates, dan Neil Kenworthy Dalam buku “Komunikasi Interpersonal Dalam Keperawatan” menyatakan bahwa : “Mengakui adanya ‘kekuasaaan’ dalam hubungan sosial menunjukkan bahwa komunikasi tidak selalu dilakukan dengan dasar kesetaraan. Tujuan-tujuan dari mereka yang mempunyai kekuasaan dalam masyarakat dan dalam hubungan interpersonal seringkali dicapai melalui manipulasi atau ‘mendistorsi’ komunikasi”.
Selanjutnya menurut Jurgen Habermas yang dikutip oleh Roger B. Ellis, Robert J. Gates, dan Neil Kenworthy Dalam buku “Komunikasi Interpersonal Dalam Keperawatan” menyatakan bahwa : “apa yang dikomunikasikan tampak dimengerti, wajar dan dapat diterima oleh setiap orang, tetapi di bawah permukaan mungkin terdapat ‘agenda tersembunyi’ yang diarahkan oleh seseorang (atau kelompok) yang mempunyai kekuasaan. Bentuk-bentuk komunikasi, misalnya bahasa, diatur untuk menjamin sesuatu hasil bagi kepentingan orang yang berkuasa. Kekuasaan orang ini menunjukkan bahwa proses komunikasi dapat diatur secara demikian”.
Orang-orang yang memiliki kekuasaan mempunyai kemampuan untuk memilih isi dan gaya dari apa yang dikomunikasikan. Ini dilakukan melalui simbol-simbol, praktek-praktek, dan gaya-gaya bahasa tertentu yang dapat menjamin adanya dominasi. Komunikasi yang telah diatur dengan berbasis pada kekuasaan disebut sebagai wacana.
Banyak kelompok masyarakat yang mempunyai kekuasaan mengembangkan wacana mereka sendiri, termasuk disini kelompok-kelompok profesi. Variasi wacana dari profesi kesehatan telah diteliti oleh Michel Foucault bagaimana pengetahuan medis telah dibangun untuk membentuk cara memandang dunia yang tampak sah dan karenanya dapat berpengaruh. Maka dalam hal ini apa yang tampak nyata, misalnya penyakit dan kesehatan, dapat sama sekali tidak nyata. Cara dimana pengguna pelayanan berpikir dan berbicara tentang tubuh mereka dikendalikan oleh konsep-konsep, teori-teori, dan simbol-simbol yang telah diberikan oleh para petugas kesehatan. Dengan demikian, wacana medis adalah suatu cerminan dari apa yang dianggap penting pada masa itu oleh mereka yang mempunyai kekuasaan.
Salah satu aspek penting dari wacana adalah bahasa. Seperti semua bentuk komunikasi lainnya, bahasa tidaklah berdiri sendiri dan terlepas dari konteksnya. Ada suatu hubungan langsung antara cara bicara, kata-kata yang digunakan, dan bagaimana masyarakat dibentuk. Cara seseorang berbicara dapat memberi tanda-tanda kepada pendengarnya tentang statusnya di masyarakat dan keanggotaannya pada kelompok tertentu. Misal para perawat disosialisasikan untuk menggunakan bentuk bahasa yang mengidentifikasikan mereka dengan perawat lain dan petugas-petugas kesehatan lainnya. Mereka adalah anggota ‘masyarakat bicara’ dari perawat di dalam kelompok mana mereka saling menukar tanda-tanda verbal dan istilah professional.
Cartwright dan Zender yang dikutip oleh Roger B. Ellis, Robert J. Gates, dan Neil Kenworthy Dalam buku “Komunikasi Interpersonal Dalam Keperawatan” menyatakan bahwa : “Kekuasaan ada ketika seorang individu berperilaku sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu perubahan pada individu lain.
French, Collin, & Raven yang dikutip oleh Roger B. Ellis, Robert J. Gates, dan Neil Kenworthy Dalam buku “Komunikasi Interpersonal Dalam Keperawatan” menyatakan bahwa sejumlah sumber kekuasaan meliputi :
1. Kekuasaan keahlian : seseorang dianggap mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang lebih besar daripada orang lain karena pendidikan mereka yang lebih lama atau pengalaman.
2. Kekuasaan koersif : seseorang dapat mengendalikan hukuman bagi orang lain (misal orang tua pada anaknya).
3. Kekuasaan imbalan : seseorang mempunyai kemampuan untuk memberi imbalan kepada orang lain, baik dengan menyediakan unsur-unsur positif atau dengan menghilangkan unsur-unsur negatif.
4. Kekuasaan yang sah : seseorang diakui mempunyai hak dan wewenang dari masyarakat untuk berpengaruh terhadap orang lain (missal hakim, kepala sekolah, dan lain-lain).
5. Kekuasaan kehormatan : seseorang memiliki atribut-atribut yang diinginkan oleh orang lain dan diidentifikasi oleh mereka (missal seorang fans meniru artisnya).
6. Kekuasaan informasi : ketika seseorang mengajukan informasi yang tidak dipunyai oleh orang lain, ia menunjukkan kekuasaan dengan mengendalikan seberapa banyak informasi yang akan ia berikan.
Selanjutnya Mc. Quail yang sama dikutip oleh Roger B. Ellis, Robert J. Gates, dan Neil Kenworthy Dalam buku “Komunikasi Interpersonal Dalam Keperawatan” menyatakan bahwa menunjukkan sejumlah kemungkinan generalisasi yang dilakukan sehingga kekuasaan dapat dieksploitasi melalui komunikasi, yaitu :
Monopoli percakapan dapat menghasilkan efek memenangkan kembali dan mencapai hasil yang diinginkan. Ketika dominasi terjadi, dan tidak mendapat tantangan, maka pengaruhnya akan semakin besar.
Seseorang dapat menjamin diterimanya sebuah pesan dengan membuatnya sepadan dengan kepercayaan orang lain tersebut. Isi pesan juga akan penting dalam menentukan sejauh makna pengaruh komunikator tersebut. Misalnya, pengaruh akan lebih besar jika topik diskusinya adalah tentang sesuatu dimana orang lain tidak mempunyai pengalaman pribadi tentangnya.
Seseorang yang dianggap mempunyai kredibilitas dan berstatus tinggi, mempunyai daya tarik fisik, intelektualitasnya dikagumi, dan mempunyai banyak kesamaan dengan pendengar, akan jauh lebih berkuasa daripada mereka yang kurang memiliki atribut-atribut yang menarik tersebut.
Menjadi seseorang pasien dan seorang mahasiswa perawat adalah sebuah prestise yang rendah dalam organisasi perawatan kesehatan dibanding dengan prestise yang diterima oleh para petugas kesehatan yang kompeten. Kemungkinan besar mereka akan tidak didengar, atau tidak disukai dan dianggap tampak tidak menarik.
Kekuasaan banyak ditentukan secara sosial. Masyarakat menyerahkan kekuasaan pada mereka yang diberi wewenang. Kadang-kadang kekuasaan didapatkan melalui persetujuan orang lain. Kekuasaan memang dapat dipindahkan dari mereka yang memilikinya.
Pada tingkat interpersonal, banyak pasien yang menjadi lebih asretif ketika menghadapi petugas kesehatan.
Dalam suatu organisasi formal perbedaan kekuasaan dipandang merupakan substitusi dari martabat atau status.
Pada beberapa pemimpin dalam berkomunikasi dengan bawahan dapat mempergunakan metoda yang langsung dan kadang-kadang bersifat kasar, di lain pihak para bawahan kalau berkomunikasi dengan atasan selalu menjaga jarak dengan bahasa halus dan kadang dengan metoda tidak langsung.
Hasil penelitian Cohen (1978) menunjukkan bahwa orang yang berkekuasaan kecil (yang ingin maju dalam kedudukannya) kurang bebas berkomunikasi dengan atasan mereka dan besar kemungkinan lebih sering menyampaikan kepada atasan mereka hasil yang telah mereka capai, bukan hal-hal yang menjadi hambatan kerja atau kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan. Tetapi hal ini tidak terjadi pada orang yang mempunyai sedikit kekuasaan tapi tanpa hasrat untuk maju.
Para bawahan dengan lebih banyak kesempatan promosi jarang mencela, membantah, atau menolak perintah atasannya. Sedang bawahan yang tidak jelas kesempatannya untuk promosi cenderung reaktif berani membantah dan sering mangkir (tidak melaksanakan tugas).
Dalam suatu jabatan yang dalam satu jenjang hirarki yang sama sering mempunyai pengaruh kekuasaan yang berbeda-beda terhadap bawahannya masing-masing yang juga menimbulkan akibat yang cukup besar dalam proses komunikasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh kepribadian dan gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh pejabat bersangkutan. Kalau kepribadian pejabat tersebut sebagai pribadi yang kuat dan berwibawa serta gaya kepemimpinan yang demokratis maka pengaruh kekuasaannya akan baik bagi pelaksanaan tugas-tugas bawahan dan komunikasi dijadikan sebagai alat untuk pencapaian tujuan instansi tersebut. Sedang kalau kepribadian pejabatnya lemah dan gaya kepemimpinan laiser paier maka pelaksanaan tugas-tugas banyak terbengkalai dan komunikasi tidak pernah dijadikan alat pencapaian tujuan organisasi.
Lebih jauh lagi pengaruh kekuasaan tersebut akan dapat mempengaruhi semangat kerja bawahannya. Apabila para atasan pengaruh kekuasaannya kecil maka para bawahan akan dapat menentang mereka, maka semangat kerja bawahan akan menurun dan mempengaruhi juga terhadap prestasi kerja.
Likers berpendapat bahwa para manajer yang telah banyak berproduksi mempunyai komunikasi yang lebih baik dan pengaruh lebih besar dari pada manajer yang rendah produksinya.
Manajer yang tidak mempunyai pengaruh sering ditentang oleh bawahannya yang mengharapkan tindakan dari para atasan yang lebih tinggi dan lebih berkuasa. Logika tindakan ini tidak terlepas dari perhatian para menejer yang ditentang tersebut dan gangguan serta kejengkelan yang sering ditimbulkan akan mengurangi efektivitas komunikasi.
Dari hal tersebut di atas maka akan terungkap suatu hubungan negatif yang penting antara ketepatan komunikasi dan tingkat kekuasaan atau pengaruh yang menurut perasaan bawahan dimiliki oleh atasannya.
Wacana sebagai Manifestasi Kekuasaan
Menurut Malhotra yang dikutip oleh Roger B. Ellis, Robert J. Gates, dan Neil Kenworthy Dalam buku “Komunikasi Interpersonal Dalam Keperawatan” menyatakan bahwa : “Mengakui adanya ‘kekuasaaan’ dalam hubungan sosial menunjukkan bahwa komunikasi tidak selalu dilakukan dengan dasar kesetaraan. Tujuan-tujuan dari mereka yang mempunyai kekuasaan dalam masyarakat dan dalam hubungan interpersonal seringkali dicapai melalui manipulasi atau ‘mendistorsi’ komunikasi”.
Selanjutnya menurut Jurgen Habermas yang dikutip oleh Roger B. Ellis, Robert J. Gates, dan Neil Kenworthy Dalam buku “Komunikasi Interpersonal Dalam Keperawatan” menyatakan bahwa : “apa yang dikomunikasikan tampak dimengerti, wajar dan dapat diterima oleh setiap orang, tetapi di bawah permukaan mungkin terdapat ‘agenda tersembunyi’ yang diarahkan oleh seseorang (atau kelompok) yang mempunyai kekuasaan. Bentuk-bentuk komunikasi, misalnya bahasa, diatur untuk menjamin sesuatu hasil bagi kepentingan orang yang berkuasa. Kekuasaan orang ini menunjukkan bahwa proses komunikasi dapat diatur secara demikian”.
Orang-orang yang memiliki kekuasaan mempunyai kemampuan untuk memilih isi dan gaya dari apa yang dikomunikasikan. Ini dilakukan melalui simbol-simbol, praktek-praktek, dan gaya-gaya bahasa tertentu yang dapat menjamin adanya dominasi. Komunikasi yang telah diatur dengan berbasis pada kekuasaan disebut sebagai wacana.
Banyak kelompok masyarakat yang mempunyai kekuasaan mengembangkan wacana mereka sendiri, termasuk disini kelompok-kelompok profesi. Variasi wacana dari profesi kesehatan telah diteliti oleh Michel Foucault bagaimana pengetahuan medis telah dibangun untuk membentuk cara memandang dunia yang tampak sah dan karenanya dapat berpengaruh. Maka dalam hal ini apa yang tampak nyata, misalnya penyakit dan kesehatan, dapat sama sekali tidak nyata. Cara dimana pengguna pelayanan berpikir dan berbicara tentang tubuh mereka dikendalikan oleh konsep-konsep, teori-teori, dan simbol-simbol yang telah diberikan oleh para petugas kesehatan. Dengan demikian, wacana medis adalah suatu cerminan dari apa yang dianggap penting pada masa itu oleh mereka yang mempunyai kekuasaan.
Salah satu aspek penting dari wacana adalah bahasa. Seperti semua bentuk komunikasi lainnya, bahasa tidaklah berdiri sendiri dan terlepas dari konteksnya. Ada suatu hubungan langsung antara cara bicara, kata-kata yang digunakan, dan bagaimana masyarakat dibentuk. Cara seseorang berbicara dapat memberi tanda-tanda kepada pendengarnya tentang statusnya di masyarakat dan keanggotaannya pada kelompok tertentu. Misal para perawat disosialisasikan untuk menggunakan bentuk bahasa yang mengidentifikasikan mereka dengan perawat lain dan petugas-petugas kesehatan lainnya. Mereka adalah anggota ‘masyarakat bicara’ dari perawat di dalam kelompok mana mereka saling menukar tanda-tanda verbal dan istilah professional.
INTERPERSONAL SOSIOLOGIS
KOMUNIKASI INTERPERSONAL
DALAM TEORI SOSIOLOGIS
A. Teori Kedudukan/Status
Kedudukan atau status dianggap sebagai suatu sistem menggolong-golongkan orang berdasarkan mutu, baik berdasarkan penilaian umum maupun nyatanya.
Dalam hirarki tugas Komunikasi Interpersonal antar status atas (antar top managar) mungkin banyak mengandung informasi yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. Yang lebih banyak komunikasi dari atasan pada bawahan yang bersifat perintah pelaksanaan tugas. Anggota status rendah menahan diri tidak menyatakan agresi terhadap individu status tinggi, juga keterangan yang bersifat mencela pada tingkat jabatan yang lebih tinggi itu terbatas.
Pada suatu instansi (organisasi bisnis atau pun organisasi publik) mereka yang memiliki jabatan tinggi (tatapi mudah dikenakan penurunan pangkat) juga membatasi komunikasi untuk hal-hal seperti kekacauan dalam pekerjaan, karena inilah cara mempertahankan atau memperbaiki status. Aplagi kalau status tersebut merupakan suatu substitusi psikologis dari gerak ke atas pihak status rendah.
Para manajer pada kondisi kurang hubungan yang terbuka (komunikasi tertutup) enggan membantah atasan mereka dengan memberikan fakta-fakta yang menyenangkan, bahkan kecenderungan untuk tunduk, enggan mengadakan percobaan, mengambil resiko, bahkan enggan mengambil keputusan efektif sekalipun.
Akibat perbedaan status bentuk-bentuk perilaku menentukan hubungan atasan dan bawahan, atasan dapat saja memanggil bawahannya dengan nama panggilannya, tetapi dalam membalasnya bawahan menunjukkan rasa hormat dengan menyapa secara resmi.
Di luar urusan kantor, istri atasan boleh memanggil istri bawahan dengan nama kecilnya, tapi istri bawahan tidak menjawab sebaliknya.
Dalton dalam buku Men Who Manage telah meneliti pada beberapa perusahaan yang staf ahlinya lebih muda, mendapatkan data bahwa pejabat senior tidak menyukai apa yang mereka anggap sebagai perintah/saran dari pejabat yang lebih muda.
Status (bersama kekuasaan) menjadi ciri dari struktur sebuah masyarakat. Terlepas dari apakah konsep masyarakat merupakan sekumpulan struktur yang membentuk perilaku; atau tidak lebih dari kumpulan tindakan dan pikiran yang timbul diantara para individu; terdapat penekanan yang sama pada komunikasi . Struktur masyarakat dan Komunikasi Interpersonal, bersama sistem-sistem lain dalam komunikasi, semuanya berkaitan dengan refleksi. Apa yang orang katakan pada sesamanya akan membantu membentuk struktur di dalam masyarakat, dan pada gilirannya struktur masyarakat ini akan mempengaruhi komunikasi.
Status sangat berkaitan dengan peran, bahkan bagaikan dua sisi dari suatu mata uang, tidak dapat dipisahkan. Contoh : Memasuki suatu situasi klinik adalah mirip suatu pertunjukan. Pengguna pelayanan, dokter dan perawat adalah aktor di dalamnya. Ketika berinteraksi komunikasi diatur melalui medium peran sosial dan komunikasi dipengaruhi oleh tuntutan sosial terhadap peran tersebut.
Petunjuk untuk perilaku sosial diatur oleh peraturan-peraturan yang spesifik yang berlaku untuk keadaan individu. Peraturan-peraturan ini membuat prediksi tentang bagaimana seseorang, missal perawat, untuk bertindak ketika berada di ruang kuliah, di ruang perawatan, atau ruang rapat.
Masalah akan timbul jika seseorang memasuki situasi baru dan tidak mengetahui peraturan-peraturannya. Tetapi pola umum perilaku dan pengalaman sebelumnya akan memberi petunjuk tentang tindakan apa yang akan dianggap normal dan dapat diterima.
Menghadapi situasi baru yang rumit akan menimbulkan kecemasan. Mendapatkan paraturan-peraturan komunikasi yang benar dalam semua situasi sosial akan mengurangi kecemasan tersebut. Itulah sebabnya mengapa beberapa orang berusaha untuk tidak berkomunikasi terlalu banyak sampai mereka sudah menemukan peraturan-peraturannya organisasi dan peraturan interpersonalnya.
DALAM TEORI SOSIOLOGIS
A. Teori Kedudukan/Status
Kedudukan atau status dianggap sebagai suatu sistem menggolong-golongkan orang berdasarkan mutu, baik berdasarkan penilaian umum maupun nyatanya.
Dalam hirarki tugas Komunikasi Interpersonal antar status atas (antar top managar) mungkin banyak mengandung informasi yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. Yang lebih banyak komunikasi dari atasan pada bawahan yang bersifat perintah pelaksanaan tugas. Anggota status rendah menahan diri tidak menyatakan agresi terhadap individu status tinggi, juga keterangan yang bersifat mencela pada tingkat jabatan yang lebih tinggi itu terbatas.
Pada suatu instansi (organisasi bisnis atau pun organisasi publik) mereka yang memiliki jabatan tinggi (tatapi mudah dikenakan penurunan pangkat) juga membatasi komunikasi untuk hal-hal seperti kekacauan dalam pekerjaan, karena inilah cara mempertahankan atau memperbaiki status. Aplagi kalau status tersebut merupakan suatu substitusi psikologis dari gerak ke atas pihak status rendah.
Para manajer pada kondisi kurang hubungan yang terbuka (komunikasi tertutup) enggan membantah atasan mereka dengan memberikan fakta-fakta yang menyenangkan, bahkan kecenderungan untuk tunduk, enggan mengadakan percobaan, mengambil resiko, bahkan enggan mengambil keputusan efektif sekalipun.
Akibat perbedaan status bentuk-bentuk perilaku menentukan hubungan atasan dan bawahan, atasan dapat saja memanggil bawahannya dengan nama panggilannya, tetapi dalam membalasnya bawahan menunjukkan rasa hormat dengan menyapa secara resmi.
Di luar urusan kantor, istri atasan boleh memanggil istri bawahan dengan nama kecilnya, tapi istri bawahan tidak menjawab sebaliknya.
Dalton dalam buku Men Who Manage telah meneliti pada beberapa perusahaan yang staf ahlinya lebih muda, mendapatkan data bahwa pejabat senior tidak menyukai apa yang mereka anggap sebagai perintah/saran dari pejabat yang lebih muda.
Status (bersama kekuasaan) menjadi ciri dari struktur sebuah masyarakat. Terlepas dari apakah konsep masyarakat merupakan sekumpulan struktur yang membentuk perilaku; atau tidak lebih dari kumpulan tindakan dan pikiran yang timbul diantara para individu; terdapat penekanan yang sama pada komunikasi . Struktur masyarakat dan Komunikasi Interpersonal, bersama sistem-sistem lain dalam komunikasi, semuanya berkaitan dengan refleksi. Apa yang orang katakan pada sesamanya akan membantu membentuk struktur di dalam masyarakat, dan pada gilirannya struktur masyarakat ini akan mempengaruhi komunikasi.
Status sangat berkaitan dengan peran, bahkan bagaikan dua sisi dari suatu mata uang, tidak dapat dipisahkan. Contoh : Memasuki suatu situasi klinik adalah mirip suatu pertunjukan. Pengguna pelayanan, dokter dan perawat adalah aktor di dalamnya. Ketika berinteraksi komunikasi diatur melalui medium peran sosial dan komunikasi dipengaruhi oleh tuntutan sosial terhadap peran tersebut.
Petunjuk untuk perilaku sosial diatur oleh peraturan-peraturan yang spesifik yang berlaku untuk keadaan individu. Peraturan-peraturan ini membuat prediksi tentang bagaimana seseorang, missal perawat, untuk bertindak ketika berada di ruang kuliah, di ruang perawatan, atau ruang rapat.
Masalah akan timbul jika seseorang memasuki situasi baru dan tidak mengetahui peraturan-peraturannya. Tetapi pola umum perilaku dan pengalaman sebelumnya akan memberi petunjuk tentang tindakan apa yang akan dianggap normal dan dapat diterima.
Menghadapi situasi baru yang rumit akan menimbulkan kecemasan. Mendapatkan paraturan-peraturan komunikasi yang benar dalam semua situasi sosial akan mengurangi kecemasan tersebut. Itulah sebabnya mengapa beberapa orang berusaha untuk tidak berkomunikasi terlalu banyak sampai mereka sudah menemukan peraturan-peraturannya organisasi dan peraturan interpersonalnya.
Komunikasi Interpersonal
Prediksi Dalam Komunikasi Interpersonal
Dari pembahasan mengenai keampuhan Komunikasi Interpersonal sebagai agent of change tersebut di atas sudah dapat kita prediksi dari Komunikasi Interpersonal yaitu efek yang diharapkan dari proses berlangsungnya Komunikasi Interpersonal.
Adapun hal-hal yang dapat diprediksi dalam Komunikasi Interpersonal dapat kita tinjau dari tiga sudut :
1. Prediksi analisis sosiologis. Yaitu mengukur dan memperkirakan keberhasilan/efek dari Komunikasi Interpersonal melalui analisis sosiologi. Seperti kita sosiologi adalah ilmu mengkaji interaksi sosial, klasifikasi sosial, kelompok dan pranata sosial. Ditinjau dari segi interaksi maka Komunikasi Interpersonal dapat diprediksi berdasarkan tingkatan komunikasi dan tingkatan hubungan seperti tergambar dalam tabel berikut :
Tingkatan Interaksi
Keterangan
Tingkatan Komunikasi Tingkatan Hubungan
Basa-basi (sekedarnya) Seadanya -
Gosip Teman -
Ide Tugas -
Berbagi rasa/respek Sahabat Dapat melakukan Komunikasi Interpersonal
Dari segi klasifikasi sosial prediksi Komunikasi Interpersonal dapat ditinjau dari segi kedudukan/status individu seperti yang akan dibahas pada Bab III Pasal A. di bawah nanti.
2. Prediksi analisis kultur. Yaitu Komunikasi Interpersonal diprediksi dari segi pola pikir, pola perilaku sistem nilai, dan pola kebiasaan dalam proses komunikasinya terutama ditujukan pada komunikannya.
3. Prediksi pendekatan sosiologis. Yaitu mengukur dan memperkirakan keberhasilan/efek dari Komunikasi Interpersonal dikaitkan dengan lingkungan sosial. Atau kajian konteks sosial dari proses Komunikasi Interpersonal.
Dari pembahasan mengenai keampuhan Komunikasi Interpersonal sebagai agent of change tersebut di atas sudah dapat kita prediksi dari Komunikasi Interpersonal yaitu efek yang diharapkan dari proses berlangsungnya Komunikasi Interpersonal.
Adapun hal-hal yang dapat diprediksi dalam Komunikasi Interpersonal dapat kita tinjau dari tiga sudut :
1. Prediksi analisis sosiologis. Yaitu mengukur dan memperkirakan keberhasilan/efek dari Komunikasi Interpersonal melalui analisis sosiologi. Seperti kita sosiologi adalah ilmu mengkaji interaksi sosial, klasifikasi sosial, kelompok dan pranata sosial. Ditinjau dari segi interaksi maka Komunikasi Interpersonal dapat diprediksi berdasarkan tingkatan komunikasi dan tingkatan hubungan seperti tergambar dalam tabel berikut :
Tingkatan Interaksi
Keterangan
Tingkatan Komunikasi Tingkatan Hubungan
Basa-basi (sekedarnya) Seadanya -
Gosip Teman -
Ide Tugas -
Berbagi rasa/respek Sahabat Dapat melakukan Komunikasi Interpersonal
Dari segi klasifikasi sosial prediksi Komunikasi Interpersonal dapat ditinjau dari segi kedudukan/status individu seperti yang akan dibahas pada Bab III Pasal A. di bawah nanti.
2. Prediksi analisis kultur. Yaitu Komunikasi Interpersonal diprediksi dari segi pola pikir, pola perilaku sistem nilai, dan pola kebiasaan dalam proses komunikasinya terutama ditujukan pada komunikannya.
3. Prediksi pendekatan sosiologis. Yaitu mengukur dan memperkirakan keberhasilan/efek dari Komunikasi Interpersonal dikaitkan dengan lingkungan sosial. Atau kajian konteks sosial dari proses Komunikasi Interpersonal.
KOMUNIKASI INTERPERSONAL
FUNGSI KEDUDUKAN
KOMUNIKASI INTERPERSONAL
Komunikasi Interpersonal atau disebut juga Komunikasi Antar Pesona atau Komunikasi Antar Pribadi adalah komunikasi yang dilakukan dua atau lebih dengan interaksi dan tatap muka satu sama lain, feedbacknya langsung diketahui dan efeknya pun cepat diketahui, dan sering kali tidak menggunakan media.
Komunikasi Interpersonal dalam arti luas adalah interaksi antara dua orang atau lebih tanpa mempersoalkan kenal atau tidak dengan lawan bicaranya. Misal seorang Sales Promotion yang datang door to door menjelaskan dan menawarkan suatu produk.
Komunikasi Interpersonal dalam arti sempit adalah interaksi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan menekankan pada pendekatan empathy.
Empathy adalah sebagai kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan orang lain.
Menurut Onong Uchyana Effendi dalam buku Dimensi-dimensi Komunikasi menyatakan bahwa : “komunikasi antar pribadi (sering pula disebut dyadic communication) adalah komunikasi antara dua orang, dimana terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan”.
Efektifnya Komunikasi Interpersonal itu karena adanya arus balik langsung. Komunikator dapat melihat seketika tanggapan komunikan, baik secara verbal (dalam bentuk jawaban dengan kata) maupun secara non-verbal (dalam bentuk gerak-gerik) sehingga komunikator dapat mengulangi atau meyakinkan pesannya kepada komunikan. Pengertian efektif dalam Komunikasi Interpersonal ini adalah dalam hubungannya perubahan sikap (attitude change).
Efektivitas Komunikasi Interpersonal menurut Mc. Crosky, Larson & Knapp bahwa komunikasi yang efektif dapat dicapai dengan mengusahakan ketepatan (accuracy) yang paling tinggi derajatnya antara komunikator dengan komunikan dalam setiap situasi. Istilah yang digunakan adalag greater accuracy (ketepatan yang lebih besar) dari pada total accuracy (ketepatan menyeluruh), karena ketepatan seratus persen anatar komunikator dengan komunikan tidak mungkin dan tidak akan pernah terjadi karena pengalaman tidak akan sama-sama besar. Field of reference masing-masing individu tidaklah akan persis sama satu sama lain. Begitu juga frame of reference masing-masing individu terhadap sesuatu hal akan berbeda-beda.
A. Keampuhan Komunikasi Interpersonal Sebagai Agent of Change
Untuk mengetahui sejauhmana keampuhan Komunikasi Interpersonal sebagai agent of change, sebelumnya dapat kita lihat dari fungsi komunikasi seperti yang dikemukakan oleh Harold D. Lasswell di bab pertama tadi yaitu fungsi sebagai the transmission of the social heritage from one generation to the next a transmission of culture (kegaiatan mengkomunikasikan informasi, nilai, dan norma sosial dari suatu generasi ke generasi lain.
Generasi sekarang mempunyai ilmu pengetahuan berasal dari melalui transfer komunikasi dari generasi sebelumnya dan begitu pula dapat mengembangkan ilmu pengetahuan tersebut dengan melalui proses komunikasi. Begitu juga generasi sekarang mempunyai perilaku yang mempunyai nilai-nilai dan norma sosial yang luhur kalau generasi sebelumnya mentransfer dengan baik melalui Komunikasi Interpersonal terutama dalam pranata keluarga. Dengan demikian Komunikasi Interpersonal dapat merubah sikap (attitude change).
Dalam hubungan dengan perubahan sikap tersebut maka studi mengenai Komunikasi Interpersonal sangat penting sekali terutama di negara-negara yang sedang berkembang, termasuk di Indonesia, yang sedang digiatkan gerakan perunahan sikap penduduk dari alam tradisional ke alam modern, dari sikap yang menghambat kemajuan ke sikap berperanserta dengan pemerintah dalam mencapai kemajuan-kemajuan masyarakat. Oleh karena pentingnya perubagan sikap (attitude change) ini maka semenjak masa orde baru dalam beberapa departemen terdapat jabatan-jabatan fungsional, seperti Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), Penyuluh Penerangan, Penyuluh Kesehatan, dan Penyuluh Pertanian. Yang semuanya sebagai penggerak perubahan (change agent) untuk melaksanakan kegiatan berkomunikasi secara antar pribadi (Komunikasi Interpersonal) terutama dengan penduduk-penduduk desa.
Semenjak tahun 1970-an Pemerintah Indonesia (dalam hal ini dahulu ada Departemen Penerangan) mengakui adanya komunikasi antar pribadi (Komunikasi Interpersonal) untuk mempercepat pembangunan dan modernisasi. Hal ini terbukti dengan Gerakan Anjang-Sana yang dilakukan oleh petugas penyuluh terutama di desa-desa. Anjang-sana adalah komunikasi antar pribadi (Komunikasi Interpersonal) antara petugas penyuluh dengan penduduk, bertempat di rumah penduduk dan bersifat tidak resmi dan relax. Tujuan anjang-sana adalah merubah sikap penduduk sesuai dengan kebijakan (policy) pemerintah. Termasuk gerakan anjang-sana ini banyak digunakan oleh partai politik untuk mendapatkan dukungan penduduk dalam pemilihan umum.
Selanjutnya untuk mengetahui keampuhan Komunikasi Interpersonal sebagai agent of change dapat dilihat dari dua segi, yaitu :
a) Secara makro atau dalam sektor publik, Komunikasi Interpersonal dapat menentukan perubahan sikap anggota masyarakat terhadap hal-hal yang terjadi dalam kenegaraan atau kemasyarakatan.
Hasil penelitian Paul Lazarsfield dengan Gaudet dan Berelson (1978) di Erie Country – Ohio – USA mengenai keputusan pemberian suara dalam pemilihan presiden. Dalam penelitian tersebut hanya sedikit saja penduduk yang berubah pendapatnya yang disebabkan oleh suatu kampanye pemilu dan kalau pun ada yang berubah pendiriannya ternyata bukan karena pengaruh opinon leader (pemuka pendapat) maupun dari media massa, melainkan oleh Komunikasi Interpersonal dari orang-orang terdekatnya (keluarganya, sahabat, atau teman sejawatnya).
Dalam program pemerintah yang menyentuh seluruh masayarakat sampai pelosok desa (misalnya KB), keberhasilannya banyak ditentukan oleh kerja keras para penyuluh lapangan (PLKB) yang datang ke rumah-rumah penduduk secara informal (door to door) atau melalui Gerakan Anjang-sana seperti dikemukakan di atas tadi.
Keberhasilan suatu bisnis dalam memasarkan suatu produk banyak dilakukan melalui Komunikasi Interpersonal, yaitu melalui seorang Sales Promotion yang datang secara door to door ke penduduk, Apalagi jika itu suatu bisnis dalam bentuk Multi Level Marketing sangat tergantung sekali terhadap kemampuan melalukan Komunikasi Interpersonal.
b) Secara mikro atau dalam sektor domestik, yaitu lebih menyoroti bagaimana keampuhan Komunikasi Interpersonal dalam suatu keluarga untuk mewariskan nilai-nilai, norma, dan moral terhadap anak-anaknya. Untuk hal ini alangkah baiknya kita simak sebuah puisi berikut ini :
Children Learn What They Live
( by Dorothy Law Nolte )
If a child lives with criticism,
He learns to condemn.
If a child lives with hostility,
He learns to fight.
If a child lives with ridicule,
He learns to be shy.
If a child lives with shame,
He learns to feel guilty.
If a child lives with tolerance,
He learns to be pattient.
If a child lives with encouragement,
He learns to confident.
If a child lives with fairness,
He learns justice.
If a child lives with security,
He learns to have faiht.
If a child lives with approval,
He learns to leke himself.
If a child lives with acceptance and friendship,
He learns to find love in the world.
Terjemahan bebasnya sebagai berikut :
Anak Belajar Dari Kehidupannya
Jika anak dibesarkan dengan celaan,
Ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan,
Ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan,
Ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan,
Ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi,
Ia belajar menahan diri.
Jika anak dibesarkan dengan dorongan,
Ia belajar pecaya diri.
Jika anak dibesarkan dengan pujian,
Ia belajar menghargai.
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan,
Ia belajar keadilan.
Jika anak dibesarkan dengan dukungan,
Ia belajar menyenangi dirinya.
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan,
Ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
Puisi tadi mengingatkan pada kita semua bagaimana seharusnya memperlakukan anak-anak kita (dalam artian mengadakan komunikasi interpersonal dalam mendidik mereka), dengan gambaran suatu perlakuan dengan akibat yang ditimbulkan perlakuan tersebut. Dengan demikian Komunikasi Interpersonal dalam keluarga terhadap anak-anak merupakan bentuk pola asuh yang sangat menentukan kepribadian anak-anak tersebut pada masa dewasanya. Dalam ajaran Islam terdapat sebuah hadits yang menggambarkan tanggung jawab orang tua dan tergantung bagaimana cara mendidik anak-anaknya akan menjadikan apa nanti masa depannya, yaitu :
“Setiap anak yang lahir itu dalam keadaan suci, kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan anak tersebut yahudi atau nasrani atau majusi”. (HR. Baihaqi)
Kemudian dalam Komunikasi Interpersonal terhadap anak-anak tidak dapat dengan cara paksaan atau memaksakan kehendak terhadap anak-anak, karena hal ini malah mengakibatkan terkekangnya perasaan anak dan malahan akan mengakibatkan anak melakukan pelarian terhadap perilaku yang meyimpang. Tentang akibat dari pemaksaan kehendak ini sudah diangkat dalam sebuah lagu Greatest Love of All yang populer Tahun 1980-an diciptakan dan dinyanyikan George Benson dan juga dinyanyikan kembali oleh Withney Houston (Lagu tersebut sangat mirip dengan puisi Khalil Gibran). Intisari lagu tersebut adalah :
“Anak-anak adalah masa depan kita
Bimbinglah mereka dengan baik
Dan biarkan mereka memilih jalannya sendiri
Tunjukan pada mereka semua keindahan yang ada dalam diri mereka
Tumbuhkan rasa bangga dalam diri mereka dan
Biarkan tawa mereka mengingatkan kita
Akan masa kecil kita …”.
Selanjutnya secara ilmiah bagaimana pengaruh Komunikasi Interpersonal dalam pendidikan anak telah diteliti oleh Susan Curtis pada Tahun 1970 di California terhadap kasus Genie. Dikarenakan tidak pernah mendapatkan Komunikasi Interpersonal yang wajar dari kedua orang tuanya maka Genie anak yang berusia 13 tahun tetapi perilakunya seperti anak usia 1 tahun. Dari penelitian kasus Genie tersebut maka dapat disimpulkan :
Komunikasi Interpersonal sangat essensial bagi pertumbuhan kepribadian manusia.
Komunikasi Interpersonal sangat erat kaitannya dengan perilaku dan pengalaman kesadaran manusia.
KOMUNIKASI INTERPERSONAL
Komunikasi Interpersonal atau disebut juga Komunikasi Antar Pesona atau Komunikasi Antar Pribadi adalah komunikasi yang dilakukan dua atau lebih dengan interaksi dan tatap muka satu sama lain, feedbacknya langsung diketahui dan efeknya pun cepat diketahui, dan sering kali tidak menggunakan media.
Komunikasi Interpersonal dalam arti luas adalah interaksi antara dua orang atau lebih tanpa mempersoalkan kenal atau tidak dengan lawan bicaranya. Misal seorang Sales Promotion yang datang door to door menjelaskan dan menawarkan suatu produk.
Komunikasi Interpersonal dalam arti sempit adalah interaksi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan menekankan pada pendekatan empathy.
Empathy adalah sebagai kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan orang lain.
Menurut Onong Uchyana Effendi dalam buku Dimensi-dimensi Komunikasi menyatakan bahwa : “komunikasi antar pribadi (sering pula disebut dyadic communication) adalah komunikasi antara dua orang, dimana terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan”.
Efektifnya Komunikasi Interpersonal itu karena adanya arus balik langsung. Komunikator dapat melihat seketika tanggapan komunikan, baik secara verbal (dalam bentuk jawaban dengan kata) maupun secara non-verbal (dalam bentuk gerak-gerik) sehingga komunikator dapat mengulangi atau meyakinkan pesannya kepada komunikan. Pengertian efektif dalam Komunikasi Interpersonal ini adalah dalam hubungannya perubahan sikap (attitude change).
Efektivitas Komunikasi Interpersonal menurut Mc. Crosky, Larson & Knapp bahwa komunikasi yang efektif dapat dicapai dengan mengusahakan ketepatan (accuracy) yang paling tinggi derajatnya antara komunikator dengan komunikan dalam setiap situasi. Istilah yang digunakan adalag greater accuracy (ketepatan yang lebih besar) dari pada total accuracy (ketepatan menyeluruh), karena ketepatan seratus persen anatar komunikator dengan komunikan tidak mungkin dan tidak akan pernah terjadi karena pengalaman tidak akan sama-sama besar. Field of reference masing-masing individu tidaklah akan persis sama satu sama lain. Begitu juga frame of reference masing-masing individu terhadap sesuatu hal akan berbeda-beda.
A. Keampuhan Komunikasi Interpersonal Sebagai Agent of Change
Untuk mengetahui sejauhmana keampuhan Komunikasi Interpersonal sebagai agent of change, sebelumnya dapat kita lihat dari fungsi komunikasi seperti yang dikemukakan oleh Harold D. Lasswell di bab pertama tadi yaitu fungsi sebagai the transmission of the social heritage from one generation to the next a transmission of culture (kegaiatan mengkomunikasikan informasi, nilai, dan norma sosial dari suatu generasi ke generasi lain.
Generasi sekarang mempunyai ilmu pengetahuan berasal dari melalui transfer komunikasi dari generasi sebelumnya dan begitu pula dapat mengembangkan ilmu pengetahuan tersebut dengan melalui proses komunikasi. Begitu juga generasi sekarang mempunyai perilaku yang mempunyai nilai-nilai dan norma sosial yang luhur kalau generasi sebelumnya mentransfer dengan baik melalui Komunikasi Interpersonal terutama dalam pranata keluarga. Dengan demikian Komunikasi Interpersonal dapat merubah sikap (attitude change).
Dalam hubungan dengan perubahan sikap tersebut maka studi mengenai Komunikasi Interpersonal sangat penting sekali terutama di negara-negara yang sedang berkembang, termasuk di Indonesia, yang sedang digiatkan gerakan perunahan sikap penduduk dari alam tradisional ke alam modern, dari sikap yang menghambat kemajuan ke sikap berperanserta dengan pemerintah dalam mencapai kemajuan-kemajuan masyarakat. Oleh karena pentingnya perubagan sikap (attitude change) ini maka semenjak masa orde baru dalam beberapa departemen terdapat jabatan-jabatan fungsional, seperti Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), Penyuluh Penerangan, Penyuluh Kesehatan, dan Penyuluh Pertanian. Yang semuanya sebagai penggerak perubahan (change agent) untuk melaksanakan kegiatan berkomunikasi secara antar pribadi (Komunikasi Interpersonal) terutama dengan penduduk-penduduk desa.
Semenjak tahun 1970-an Pemerintah Indonesia (dalam hal ini dahulu ada Departemen Penerangan) mengakui adanya komunikasi antar pribadi (Komunikasi Interpersonal) untuk mempercepat pembangunan dan modernisasi. Hal ini terbukti dengan Gerakan Anjang-Sana yang dilakukan oleh petugas penyuluh terutama di desa-desa. Anjang-sana adalah komunikasi antar pribadi (Komunikasi Interpersonal) antara petugas penyuluh dengan penduduk, bertempat di rumah penduduk dan bersifat tidak resmi dan relax. Tujuan anjang-sana adalah merubah sikap penduduk sesuai dengan kebijakan (policy) pemerintah. Termasuk gerakan anjang-sana ini banyak digunakan oleh partai politik untuk mendapatkan dukungan penduduk dalam pemilihan umum.
Selanjutnya untuk mengetahui keampuhan Komunikasi Interpersonal sebagai agent of change dapat dilihat dari dua segi, yaitu :
a) Secara makro atau dalam sektor publik, Komunikasi Interpersonal dapat menentukan perubahan sikap anggota masyarakat terhadap hal-hal yang terjadi dalam kenegaraan atau kemasyarakatan.
Hasil penelitian Paul Lazarsfield dengan Gaudet dan Berelson (1978) di Erie Country – Ohio – USA mengenai keputusan pemberian suara dalam pemilihan presiden. Dalam penelitian tersebut hanya sedikit saja penduduk yang berubah pendapatnya yang disebabkan oleh suatu kampanye pemilu dan kalau pun ada yang berubah pendiriannya ternyata bukan karena pengaruh opinon leader (pemuka pendapat) maupun dari media massa, melainkan oleh Komunikasi Interpersonal dari orang-orang terdekatnya (keluarganya, sahabat, atau teman sejawatnya).
Dalam program pemerintah yang menyentuh seluruh masayarakat sampai pelosok desa (misalnya KB), keberhasilannya banyak ditentukan oleh kerja keras para penyuluh lapangan (PLKB) yang datang ke rumah-rumah penduduk secara informal (door to door) atau melalui Gerakan Anjang-sana seperti dikemukakan di atas tadi.
Keberhasilan suatu bisnis dalam memasarkan suatu produk banyak dilakukan melalui Komunikasi Interpersonal, yaitu melalui seorang Sales Promotion yang datang secara door to door ke penduduk, Apalagi jika itu suatu bisnis dalam bentuk Multi Level Marketing sangat tergantung sekali terhadap kemampuan melalukan Komunikasi Interpersonal.
b) Secara mikro atau dalam sektor domestik, yaitu lebih menyoroti bagaimana keampuhan Komunikasi Interpersonal dalam suatu keluarga untuk mewariskan nilai-nilai, norma, dan moral terhadap anak-anaknya. Untuk hal ini alangkah baiknya kita simak sebuah puisi berikut ini :
Children Learn What They Live
( by Dorothy Law Nolte )
If a child lives with criticism,
He learns to condemn.
If a child lives with hostility,
He learns to fight.
If a child lives with ridicule,
He learns to be shy.
If a child lives with shame,
He learns to feel guilty.
If a child lives with tolerance,
He learns to be pattient.
If a child lives with encouragement,
He learns to confident.
If a child lives with fairness,
He learns justice.
If a child lives with security,
He learns to have faiht.
If a child lives with approval,
He learns to leke himself.
If a child lives with acceptance and friendship,
He learns to find love in the world.
Terjemahan bebasnya sebagai berikut :
Anak Belajar Dari Kehidupannya
Jika anak dibesarkan dengan celaan,
Ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan,
Ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan,
Ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan,
Ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi,
Ia belajar menahan diri.
Jika anak dibesarkan dengan dorongan,
Ia belajar pecaya diri.
Jika anak dibesarkan dengan pujian,
Ia belajar menghargai.
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan,
Ia belajar keadilan.
Jika anak dibesarkan dengan dukungan,
Ia belajar menyenangi dirinya.
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan,
Ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
Puisi tadi mengingatkan pada kita semua bagaimana seharusnya memperlakukan anak-anak kita (dalam artian mengadakan komunikasi interpersonal dalam mendidik mereka), dengan gambaran suatu perlakuan dengan akibat yang ditimbulkan perlakuan tersebut. Dengan demikian Komunikasi Interpersonal dalam keluarga terhadap anak-anak merupakan bentuk pola asuh yang sangat menentukan kepribadian anak-anak tersebut pada masa dewasanya. Dalam ajaran Islam terdapat sebuah hadits yang menggambarkan tanggung jawab orang tua dan tergantung bagaimana cara mendidik anak-anaknya akan menjadikan apa nanti masa depannya, yaitu :
“Setiap anak yang lahir itu dalam keadaan suci, kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan anak tersebut yahudi atau nasrani atau majusi”. (HR. Baihaqi)
Kemudian dalam Komunikasi Interpersonal terhadap anak-anak tidak dapat dengan cara paksaan atau memaksakan kehendak terhadap anak-anak, karena hal ini malah mengakibatkan terkekangnya perasaan anak dan malahan akan mengakibatkan anak melakukan pelarian terhadap perilaku yang meyimpang. Tentang akibat dari pemaksaan kehendak ini sudah diangkat dalam sebuah lagu Greatest Love of All yang populer Tahun 1980-an diciptakan dan dinyanyikan George Benson dan juga dinyanyikan kembali oleh Withney Houston (Lagu tersebut sangat mirip dengan puisi Khalil Gibran). Intisari lagu tersebut adalah :
“Anak-anak adalah masa depan kita
Bimbinglah mereka dengan baik
Dan biarkan mereka memilih jalannya sendiri
Tunjukan pada mereka semua keindahan yang ada dalam diri mereka
Tumbuhkan rasa bangga dalam diri mereka dan
Biarkan tawa mereka mengingatkan kita
Akan masa kecil kita …”.
Selanjutnya secara ilmiah bagaimana pengaruh Komunikasi Interpersonal dalam pendidikan anak telah diteliti oleh Susan Curtis pada Tahun 1970 di California terhadap kasus Genie. Dikarenakan tidak pernah mendapatkan Komunikasi Interpersonal yang wajar dari kedua orang tuanya maka Genie anak yang berusia 13 tahun tetapi perilakunya seperti anak usia 1 tahun. Dari penelitian kasus Genie tersebut maka dapat disimpulkan :
Komunikasi Interpersonal sangat essensial bagi pertumbuhan kepribadian manusia.
Komunikasi Interpersonal sangat erat kaitannya dengan perilaku dan pengalaman kesadaran manusia.
Sabtu, 12 April 2008
PROSES KOMUNIKASI
PROSES KOMUNIKASI
Seperti kita ketahui dari kesimpulan definisi komunikasi, bahwa komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Maka untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi tersebut dapat dilihat dari katagori proses komunikasi dengan peninjauan dari dua perspektif, yaitu :
Proses Komunikasi Dalam Perspektif Psikologis
Dalam perspektif ini komunikasi terjadi antara komunikator dengan komunikan dalam menyampaikan pesan maka terjadi proses dalam dirinya masing-masing.
Pesan komunikasi tersebut terdiri dari dua hal, yaitu :
Pertama isi pesan yang berupa pikiran, Walter Lippman menyebut isi pesan sebagai “picture in our head” dan kedua lambang yang pada umumnya adalah bahasa, baik dalam bahasa verbal ( dapat berpupa oral/terucap atau dapat berupa write/tulisan) maupun dalam bahasa non-verbal.
Dalam perspektif psikologis komunikator dalam pikiranya berusaha melakukan persepsi atau memahami dan selanjutnya memberikan makna isi pesan komunikasi. Upaya tersebut dinamakan encoding. Kemudian pesan tadi dikirimkan pada komunikan. Maka dalam pikiran komunikan juga terdapat proses upaya melakukan persepsi untuk memahami dan memaknai isi pesan komunikasi tadi, yang istilah prosesnya disebut decoding.
Proses Komunikasi Dalam Perspektif Mekanistis
Proses Komunikasi dalam perspektif mekanistis diklasifikasikan dalam proses komunikasi secara primer dan secara sekunder.
Proses Komunikasi Secara Primer
Proses Komunikasi Secara Primer disebut juga Komunikasi Diadik atau two way communication adalah proses penyampaian lambang-lambang antara komunikator pada komunikan secara langsung berhadapan muka (face to face) tanpa menggunakan perantara atau media. Menurut Mitcnell V. Chanley bahwa secara primer proses komunikasi dapat digambarkan sebagai berikut :
FEEDBACK
Sebelum komunikator mengirim pesan-pesan kepada komunikan ia memberi makna pada pesan-pesan itu (encode). Pesan ditangkap komunikan dan diberi makna sesuai dengan konsep-konsep yang ia miliki (decode). Melalui proses interpretasi, yaitu menafsirkan makna-makna tersebut dari berbagai sudut pandang (perspektif), akan dihasilkan makna tertentu sesuai dengan kerangka pengalaman (field of reference) dan kerangka acuan (frame of reference) yang dimiliki oleh komunikan.
Keberhasilan komunikasi (yaitu komunikasi yang efektif) sangat ditentukan oleh beberapa besar kesamaan pengertian yang berhasil dibangun bersama (sharing). Semakin luas daerah overlap (saling pengertian) tercipta, semakin berhasil suatu proses komunikasi mencapai sasarannya.
Berdasarkan prosesnya, komunikasi dapat diklasifikasikan dalam :
Verbal Communication adalah komunikasi dengan menggunakan lambang bahasa (lisan atau pun tulisan). Bahasa adalah lambang yang paling banyak digunakan dalam komunikasi karena selain dapat mewakili kenyataan yang konkrit dan objektif dari lingkungan, juga dapat mewakili hal yang abstrak. Bahasa tulisan banyak digunakan dalam komunikasi massa.
Non-verbal Communication adalah komunikasi dengan gejala yang menyangkut bahasa tubuh dan gejala lain.
Ciri-ciri komunikasi diadik adalah sebagai berikut :
Komunikasi dilakukan antara dua orang atau tiga orang
Komunikasi dilakukan langsung (face to face) atau kadang menggukan media telephon.
Komunikator dapat berubah statusnya menjadi komunikan, begitu juga sebaliknya komunikan dapat berubah menjadi komunikator, dan seterusnya berputar berganti-ganti selama proses Komunikasi Interpersonal berlangsung. Tetapi komunikator utama adalah si pembawa pesan atau yang pertama-tama menyampaikan pesan (message) sebab dialah yang memulai komunikasi dan mempunyai tujuan.
Efek komunikasi dapat terlihat langsung , baik secara verbal (dengan ucapan mengiyakan/menjawab) maupun secara non-verbal ( dengan bahasa tubuh/kinesik/kial dan isyarat).
Bahasa tubuh atau kinesik meliputi :
• Gestures (gerak-gerik), missal gerak sering membetulkan posisi duduk tanda dari gelisah
• Postures (sikap tubuh), missal di Indonesia dikenal :
Membusungkan dada tandanya sombong
Menundukan kepala tandanya merendah
Berdiri tegak tandanya berani
Bertopang dagu tandanya bersedih
Menadahkan tangan tandanya bermohon,
Dan sebagainya.
Facial expressions (ekspresi muka), misalnya :
Muka kaku disertai mata terbelalak tanda dari takut
Muka ditekan disertai mata dikerutkan ke depan tanda dari muak
Muka rileks disertai senyum tanda dari bahagia
Muka kencang disertai mata melotot tanda dari marah
Symbolic cloting (pakaian simbolik), misalnya warna pakaian serba hitam tandanya berkabung duka. Keberhasilan komunikasi diadik adalah dalam prosesnya si komunikator harus berupaya menyamakan field of reference dan frame of reference dari komunikan, disamping itu kedua pihak harus mempunyai emphaty.
Proses Komunikasi Secara Sekunder
Proses Komunikasi secara sekunder disebut juga Komunikasi Triadik atau multi level communication adalah proses penyampaian lambang-lambang antara komunikator dengan komunikan secara tidak langsung tetapi menggunakan perantara dengan media.
Sedangkan kalau menurut Dan B. Curtis proses komunikasi kalau dikaitkan dengan konteks adalah sebagai berikut :
Seperti kita ketahui dari kesimpulan definisi komunikasi, bahwa komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Maka untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi tersebut dapat dilihat dari katagori proses komunikasi dengan peninjauan dari dua perspektif, yaitu :
Proses Komunikasi Dalam Perspektif Psikologis
Dalam perspektif ini komunikasi terjadi antara komunikator dengan komunikan dalam menyampaikan pesan maka terjadi proses dalam dirinya masing-masing.
Pesan komunikasi tersebut terdiri dari dua hal, yaitu :
Pertama isi pesan yang berupa pikiran, Walter Lippman menyebut isi pesan sebagai “picture in our head” dan kedua lambang yang pada umumnya adalah bahasa, baik dalam bahasa verbal ( dapat berpupa oral/terucap atau dapat berupa write/tulisan) maupun dalam bahasa non-verbal.
Dalam perspektif psikologis komunikator dalam pikiranya berusaha melakukan persepsi atau memahami dan selanjutnya memberikan makna isi pesan komunikasi. Upaya tersebut dinamakan encoding. Kemudian pesan tadi dikirimkan pada komunikan. Maka dalam pikiran komunikan juga terdapat proses upaya melakukan persepsi untuk memahami dan memaknai isi pesan komunikasi tadi, yang istilah prosesnya disebut decoding.
Proses Komunikasi Dalam Perspektif Mekanistis
Proses Komunikasi dalam perspektif mekanistis diklasifikasikan dalam proses komunikasi secara primer dan secara sekunder.
Proses Komunikasi Secara Primer
Proses Komunikasi Secara Primer disebut juga Komunikasi Diadik atau two way communication adalah proses penyampaian lambang-lambang antara komunikator pada komunikan secara langsung berhadapan muka (face to face) tanpa menggunakan perantara atau media. Menurut Mitcnell V. Chanley bahwa secara primer proses komunikasi dapat digambarkan sebagai berikut :
FEEDBACK
Sebelum komunikator mengirim pesan-pesan kepada komunikan ia memberi makna pada pesan-pesan itu (encode). Pesan ditangkap komunikan dan diberi makna sesuai dengan konsep-konsep yang ia miliki (decode). Melalui proses interpretasi, yaitu menafsirkan makna-makna tersebut dari berbagai sudut pandang (perspektif), akan dihasilkan makna tertentu sesuai dengan kerangka pengalaman (field of reference) dan kerangka acuan (frame of reference) yang dimiliki oleh komunikan.
Keberhasilan komunikasi (yaitu komunikasi yang efektif) sangat ditentukan oleh beberapa besar kesamaan pengertian yang berhasil dibangun bersama (sharing). Semakin luas daerah overlap (saling pengertian) tercipta, semakin berhasil suatu proses komunikasi mencapai sasarannya.
Berdasarkan prosesnya, komunikasi dapat diklasifikasikan dalam :
Verbal Communication adalah komunikasi dengan menggunakan lambang bahasa (lisan atau pun tulisan). Bahasa adalah lambang yang paling banyak digunakan dalam komunikasi karena selain dapat mewakili kenyataan yang konkrit dan objektif dari lingkungan, juga dapat mewakili hal yang abstrak. Bahasa tulisan banyak digunakan dalam komunikasi massa.
Non-verbal Communication adalah komunikasi dengan gejala yang menyangkut bahasa tubuh dan gejala lain.
Ciri-ciri komunikasi diadik adalah sebagai berikut :
Komunikasi dilakukan antara dua orang atau tiga orang
Komunikasi dilakukan langsung (face to face) atau kadang menggukan media telephon.
Komunikator dapat berubah statusnya menjadi komunikan, begitu juga sebaliknya komunikan dapat berubah menjadi komunikator, dan seterusnya berputar berganti-ganti selama proses Komunikasi Interpersonal berlangsung. Tetapi komunikator utama adalah si pembawa pesan atau yang pertama-tama menyampaikan pesan (message) sebab dialah yang memulai komunikasi dan mempunyai tujuan.
Efek komunikasi dapat terlihat langsung , baik secara verbal (dengan ucapan mengiyakan/menjawab) maupun secara non-verbal ( dengan bahasa tubuh/kinesik/kial dan isyarat).
Bahasa tubuh atau kinesik meliputi :
• Gestures (gerak-gerik), missal gerak sering membetulkan posisi duduk tanda dari gelisah
• Postures (sikap tubuh), missal di Indonesia dikenal :
Membusungkan dada tandanya sombong
Menundukan kepala tandanya merendah
Berdiri tegak tandanya berani
Bertopang dagu tandanya bersedih
Menadahkan tangan tandanya bermohon,
Dan sebagainya.
Facial expressions (ekspresi muka), misalnya :
Muka kaku disertai mata terbelalak tanda dari takut
Muka ditekan disertai mata dikerutkan ke depan tanda dari muak
Muka rileks disertai senyum tanda dari bahagia
Muka kencang disertai mata melotot tanda dari marah
Symbolic cloting (pakaian simbolik), misalnya warna pakaian serba hitam tandanya berkabung duka. Keberhasilan komunikasi diadik adalah dalam prosesnya si komunikator harus berupaya menyamakan field of reference dan frame of reference dari komunikan, disamping itu kedua pihak harus mempunyai emphaty.
Proses Komunikasi Secara Sekunder
Proses Komunikasi secara sekunder disebut juga Komunikasi Triadik atau multi level communication adalah proses penyampaian lambang-lambang antara komunikator dengan komunikan secara tidak langsung tetapi menggunakan perantara dengan media.
Sedangkan kalau menurut Dan B. Curtis proses komunikasi kalau dikaitkan dengan konteks adalah sebagai berikut :
Cakupan/Ruang Lingkup Komunikasi
Cakupan/Ruang Lingkup Komunikasi
Menurut Onong Uchjana Effendy dalam buku Dimensi Komunikasi menyatakan bahwa ruang lingkup/cakupan komunikasi sebagai berikut :
1. Bentuk Komunikasi :
a) Personnal Communication (Komunikasi Pribadi) :
Intrapersonnal Communication (Komunikasi Intrapribadi)
Interpersonnal Communication (Komunikasi Interpersonal)
b) Group Communication (Komunikasi Kelompok) :
Small Group Communication (Lecture, Panel Discussion, Symposium, Seminar,
Brainstorming, Ect.)Large Group Communication / Public Speaking.
c) Mass Communication (Komunikasi Massa dengan medianya Pers, Radio, TV, Film,
dsb.)
2. Sifat Komunikasi :
a) Verbal :
Oral (Ucapan)
Written (Tulisan)
b) Non-verbal :
Kinesikal (bahasa tubuh):
Gestural (gerak-gerik tubuh)
Postural (sikap tubuh)
Facial Expressions (akspresi muka)
Symbolic Cloting (pakaian symbol)
Signal (Bel, Bedug, Morse, Simapore)
Pictorial (Poster, Billboard, Rambu-rambu lalu lintas)
3. Teknik Komunikasi :
Journalism
Public Relations
Advertising
Exhibition / Exposition
Propaganda
Publicity Etc.
4. Metoda Komunikasi :
Informative Communication
Persuasive Communication
Coersive / Intructive Communication
5. Fungsi Komunikasi :
Public Information
Publik Education
Publik Persuasion
Publik Entertaiment
6. Tujuan Komunikasi :
Social Change / Social Participation
Attitude Change
Opinion Change
Behaviour Change
7. Model Komunikasi :
One Step Flow Communication
Two Step Flow Communication
Multi Step Flow Communication
8. Bidang Komunikasi :
Social Communication
Managemen Communication
Bussiness Communication
Political Communication
Cultural Communication
Traditional Communication
International Communication
9. Sistem Komunikasi :
• Social Responsibility System
• Authoritian System
10. Interaksi Komunikasi :
• Komunikasi Sosial
• Komunikasi Media (1994 : 10 – 11)
Menurut Onong Uchjana Effendy dalam buku Dimensi Komunikasi menyatakan bahwa ruang lingkup/cakupan komunikasi sebagai berikut :
1. Bentuk Komunikasi :
a) Personnal Communication (Komunikasi Pribadi) :
Intrapersonnal Communication (Komunikasi Intrapribadi)
Interpersonnal Communication (Komunikasi Interpersonal)
b) Group Communication (Komunikasi Kelompok) :
Small Group Communication (Lecture, Panel Discussion, Symposium, Seminar,
Brainstorming, Ect.)Large Group Communication / Public Speaking.
c) Mass Communication (Komunikasi Massa dengan medianya Pers, Radio, TV, Film,
dsb.)
2. Sifat Komunikasi :
a) Verbal :
Oral (Ucapan)
Written (Tulisan)
b) Non-verbal :
Kinesikal (bahasa tubuh):
Gestural (gerak-gerik tubuh)
Postural (sikap tubuh)
Facial Expressions (akspresi muka)
Symbolic Cloting (pakaian symbol)
Signal (Bel, Bedug, Morse, Simapore)
Pictorial (Poster, Billboard, Rambu-rambu lalu lintas)
3. Teknik Komunikasi :
Journalism
Public Relations
Advertising
Exhibition / Exposition
Propaganda
Publicity Etc.
4. Metoda Komunikasi :
Informative Communication
Persuasive Communication
Coersive / Intructive Communication
5. Fungsi Komunikasi :
Public Information
Publik Education
Publik Persuasion
Publik Entertaiment
6. Tujuan Komunikasi :
Social Change / Social Participation
Attitude Change
Opinion Change
Behaviour Change
7. Model Komunikasi :
One Step Flow Communication
Two Step Flow Communication
Multi Step Flow Communication
8. Bidang Komunikasi :
Social Communication
Managemen Communication
Bussiness Communication
Political Communication
Cultural Communication
Traditional Communication
International Communication
9. Sistem Komunikasi :
• Social Responsibility System
• Authoritian System
10. Interaksi Komunikasi :
• Komunikasi Sosial
• Komunikasi Media (1994 : 10 – 11)
Prinsip Dasar Komunikasi
Prinsip Dasar Komunikasi
Menurut Daan B. Curtis & Co. dalam buku Komunikasi Bisnis Profesional menyatakan bahwa prinsip-prinsip komunikasi meliputi :
Komunikasi tidak mungkin dihindari. Menurut De Vito bahwa komunikasi tidak dapat dielakkan sehingga kita tidak dapat tidak berkomunikasi dan tidak dapat tidak memberikan tanggapan. Misalnya dalam suatu kelas atau suatu rapat ada suatu intruksi untuk “tidak menunjukkan reaksi” tapi itu merupakan suatu intruksi yang mustahil untuk dilakukan. Dalam hal ini mungkin ada orang yang menganggukkan kepala atau tetap diam tetapi orang lain mungkin mengartikan lain terhadap perilaku tersebut.
Prinsip sebagian besar komunikasi adalah non-verbal. Walau dalam komunikasi verbal tetapi komunikan menanggapi pesan itu selain pesan yang diucapkan tetapi juga menangkap sebagian besar dari penekanan dan pembawan pesan tersebut oleh komunikan. Sebagian besar kesan dibuat untuk menanggapi isyarat non-verbal. Komunikasi non-verbal (nirlisan) adalah komunikasi yang tidak disampaikan melalui kata-kata, berisi penekanan, pelengkap, bantahan, keteraturan, pengulangan, atau pengganti pesan verbal.
Penekanan adalah penyorotan tajam atau penekanan beberapa bagian pesan verbal
Pelengkap adalah penguat sikap atau sifat pesan verbal
Bantahan adalah menunjukkan perilaku yang tidak mempercayai pesan verbal
Keteraturan adalah keterkendalian arah pesan verbal
Pengulangan adalah mengulangi pernyataan pesan verbal dengan perilaku non-verbal
Pengganti adalah penggantian pesan verbal dengan non-verbal yang memiliki arti serupa.
Prinsip konteks (lingkungan) yang mempengaruhi komunikasi. Prinsip ini berkaitan dengan ekologi dalam komunikasi. Komunikator harus dapat mengendalikan konteks (sekurang-kurangnya aspek yang paling negatif) jangan konteks (lingkungan) yang mengendalikan keberhasilan komunikator. Cara yang ditempuh adalah mempertimbangkan norma, waktu, kondisi fisik (warna, keleluasaan, temperatur, bunyi, cahaya, dan lain-lain) juga kondisi psikologis (suasana hati, peran, permainan, keramahtamahan, formalitas, dan lain-lain).
Arti pesan terdapat pada orang-orang bukan dalam kata-kata. Arti pesan terdapat pada persepsi, pada pengurai sandi (decoding), sehingga dalam komunikasi ada istilah; Words don’t mean ; people mean (kata-kata tidak mengandung makna namun oranglah yang memberikan makna pada kata-kata tersebut). Dalam hal ini orang-orang “memberi arti” tapi kata-kata tidak. Pesan yang diingat oleh orang-orang seringkali bukan pesan yang dimaksud si komunikator tetapi apa pun yang diinterpretasikan oleh pendengar (komunikan). Komunikan mungkin memproses informasi tersebut dengan cara yang tidak dapat diperkirakan komunikator.
Komunikasi tidak dapat diubah. Dalam hal ini apabila komunikator telah mengirimkan pesan yang salah maka tidak dapat diubah. Upaya yang dilakukan hanya dapat memberikan informasi tambahan atau rasionalisasi terhadap tindakan komunikator terdahulu tetapi hanya memodifikasi kesan yang telah dibuat. Walau andaikan pesan itu direkam video, komunikan tidak selalu memantau kesan pertama.
Gangguan mempengaruhi komunikasi (noise). Setiap proses komunikasi pasti ada faktor noise yaitu faktor yang mempengaruhi pengiriman pesan yang jelas dan akurat atau disini juga gangguan dalam saluran komunikasi. Komunikator harus menyadari bahwa setiap orang yang berupaya mendengarnya memiliki gangguan bersaing (dapat karena rasa lapar, kelelahan, dan sebagainya). Ia harus memperkecil gangguan di dalam dirinya dan bersaing secara efektif dengan gangguan yang tidak dapat dikendalikannya yang terdapat dalam diri pendengarnya. Atau juga gangguan semantik pada komunikasi verbal.
Komunikasi itu sirkuler bukan linier. Dalam proses komunikasi orang-orang mengirim dan menerima komunikasi secara serempak. Proses komunikasi pada saat pengirim menyandikan pesan (encoding) akan dikirim melalui saluran kepada penerima, bahkan sebelum distimulasikan untuk menyandikan pesan. Belum lagi bagi penerima pesan selain mendengarkan pesan ia juga memperhatikan tekanan pesannya, memperhatikan gerak-gerik si pembawa pesan, dan dalam benaknya juga timbul memaknakan pesan tadi (decoding). Karena aspek-aspeknya serempak tadi maka pesan komunikasi oleh Frank E.X. Dance dapat dianggap sebagai sebuah lingkaran (spiral helical).
Pentingnya menciptakan dasar pemufakatan. Komunikasi merupakan hal yang paling efisien pada saat partisipan membagi sejumlah pengalaman umum (field of reference). Pengalaman umum dicapai melalui penggunaan simbol dan pembicaraan pengalaman (sejarah) yang dibagi. Pada hal ini kesalahpahaman mungkin sedikit terjadi.
Komunikasi mempunyai efek. Komunikasi selalu menimbulkan beberapa jenis efek. Seperti orang berteriak dapat mempengaruhi pada orang berteriak itu sendiri. Oleh karena itu komunikasi melahirkan konsekuensi.
Etika komunikasi. Etika adalah pedoman tingkah laku dan penilaian moral. Etika komunikasi merupakan pertimbangan kebenaran atau kesalahan tindakan komunikasi tertentu. Pada komunikasi etis harus dapat menjawab pertanyaan sebagai berikut :
apakah informasi merupakan manfaat jangka panjang ?
apakah permintan informasi merupakan minat pihak-pihak yang telibat komunikas ?.
Semua pihak memiliki informasi dan pemahaman yang diperlukan untuk membuat pilihan yang diinformasikan ?
Apakah informasi itu benar atau berdasarkan kenyataan ?
Kualitas lebih penting dari kuantitas. Komunikasi yang efektif adalah yang berkualitas dari pada pesan-pesan yang lebih banyak (kuantitas). Pemahaman tentang hubungan yang erat antara etika dan komunikasi serta sadar bahwa peningkatan kualitas komunikasi walau tidak dapat menyelesaikan seluruh masalah komunikasi tetapi dapat menyelidiki struktur komunikasi.
Jaringan komunikasi (network communication). Jaringan kerja formal adalah sah (legal dalam suatu institusi) merupakan saluran tempat pesan berlaku dari suatu pihak kepada pihak lainnya. Jaringan kerja informal adalah saluran tidak resmi tempat berlakunya informasi dalam suatu instansi. Jaringan kerja informal berupa selentingan-selentingan (grapevenis) berupa kabar burung atau suatu informasi yang secara resmi belum diumumkan tetapi telah dibocorkan. Jaringan kerja informal ini lebih cepat, lebih kaya, seringkali lebih akurat dan komunikasi dilakukan secara langsung (Komunikasi Interpersonal ). (1992 : 23).
Menurut Daan B. Curtis & Co. dalam buku Komunikasi Bisnis Profesional menyatakan bahwa prinsip-prinsip komunikasi meliputi :
Komunikasi tidak mungkin dihindari. Menurut De Vito bahwa komunikasi tidak dapat dielakkan sehingga kita tidak dapat tidak berkomunikasi dan tidak dapat tidak memberikan tanggapan. Misalnya dalam suatu kelas atau suatu rapat ada suatu intruksi untuk “tidak menunjukkan reaksi” tapi itu merupakan suatu intruksi yang mustahil untuk dilakukan. Dalam hal ini mungkin ada orang yang menganggukkan kepala atau tetap diam tetapi orang lain mungkin mengartikan lain terhadap perilaku tersebut.
Prinsip sebagian besar komunikasi adalah non-verbal. Walau dalam komunikasi verbal tetapi komunikan menanggapi pesan itu selain pesan yang diucapkan tetapi juga menangkap sebagian besar dari penekanan dan pembawan pesan tersebut oleh komunikan. Sebagian besar kesan dibuat untuk menanggapi isyarat non-verbal. Komunikasi non-verbal (nirlisan) adalah komunikasi yang tidak disampaikan melalui kata-kata, berisi penekanan, pelengkap, bantahan, keteraturan, pengulangan, atau pengganti pesan verbal.
Penekanan adalah penyorotan tajam atau penekanan beberapa bagian pesan verbal
Pelengkap adalah penguat sikap atau sifat pesan verbal
Bantahan adalah menunjukkan perilaku yang tidak mempercayai pesan verbal
Keteraturan adalah keterkendalian arah pesan verbal
Pengulangan adalah mengulangi pernyataan pesan verbal dengan perilaku non-verbal
Pengganti adalah penggantian pesan verbal dengan non-verbal yang memiliki arti serupa.
Prinsip konteks (lingkungan) yang mempengaruhi komunikasi. Prinsip ini berkaitan dengan ekologi dalam komunikasi. Komunikator harus dapat mengendalikan konteks (sekurang-kurangnya aspek yang paling negatif) jangan konteks (lingkungan) yang mengendalikan keberhasilan komunikator. Cara yang ditempuh adalah mempertimbangkan norma, waktu, kondisi fisik (warna, keleluasaan, temperatur, bunyi, cahaya, dan lain-lain) juga kondisi psikologis (suasana hati, peran, permainan, keramahtamahan, formalitas, dan lain-lain).
Arti pesan terdapat pada orang-orang bukan dalam kata-kata. Arti pesan terdapat pada persepsi, pada pengurai sandi (decoding), sehingga dalam komunikasi ada istilah; Words don’t mean ; people mean (kata-kata tidak mengandung makna namun oranglah yang memberikan makna pada kata-kata tersebut). Dalam hal ini orang-orang “memberi arti” tapi kata-kata tidak. Pesan yang diingat oleh orang-orang seringkali bukan pesan yang dimaksud si komunikator tetapi apa pun yang diinterpretasikan oleh pendengar (komunikan). Komunikan mungkin memproses informasi tersebut dengan cara yang tidak dapat diperkirakan komunikator.
Komunikasi tidak dapat diubah. Dalam hal ini apabila komunikator telah mengirimkan pesan yang salah maka tidak dapat diubah. Upaya yang dilakukan hanya dapat memberikan informasi tambahan atau rasionalisasi terhadap tindakan komunikator terdahulu tetapi hanya memodifikasi kesan yang telah dibuat. Walau andaikan pesan itu direkam video, komunikan tidak selalu memantau kesan pertama.
Gangguan mempengaruhi komunikasi (noise). Setiap proses komunikasi pasti ada faktor noise yaitu faktor yang mempengaruhi pengiriman pesan yang jelas dan akurat atau disini juga gangguan dalam saluran komunikasi. Komunikator harus menyadari bahwa setiap orang yang berupaya mendengarnya memiliki gangguan bersaing (dapat karena rasa lapar, kelelahan, dan sebagainya). Ia harus memperkecil gangguan di dalam dirinya dan bersaing secara efektif dengan gangguan yang tidak dapat dikendalikannya yang terdapat dalam diri pendengarnya. Atau juga gangguan semantik pada komunikasi verbal.
Komunikasi itu sirkuler bukan linier. Dalam proses komunikasi orang-orang mengirim dan menerima komunikasi secara serempak. Proses komunikasi pada saat pengirim menyandikan pesan (encoding) akan dikirim melalui saluran kepada penerima, bahkan sebelum distimulasikan untuk menyandikan pesan. Belum lagi bagi penerima pesan selain mendengarkan pesan ia juga memperhatikan tekanan pesannya, memperhatikan gerak-gerik si pembawa pesan, dan dalam benaknya juga timbul memaknakan pesan tadi (decoding). Karena aspek-aspeknya serempak tadi maka pesan komunikasi oleh Frank E.X. Dance dapat dianggap sebagai sebuah lingkaran (spiral helical).
Pentingnya menciptakan dasar pemufakatan. Komunikasi merupakan hal yang paling efisien pada saat partisipan membagi sejumlah pengalaman umum (field of reference). Pengalaman umum dicapai melalui penggunaan simbol dan pembicaraan pengalaman (sejarah) yang dibagi. Pada hal ini kesalahpahaman mungkin sedikit terjadi.
Komunikasi mempunyai efek. Komunikasi selalu menimbulkan beberapa jenis efek. Seperti orang berteriak dapat mempengaruhi pada orang berteriak itu sendiri. Oleh karena itu komunikasi melahirkan konsekuensi.
Etika komunikasi. Etika adalah pedoman tingkah laku dan penilaian moral. Etika komunikasi merupakan pertimbangan kebenaran atau kesalahan tindakan komunikasi tertentu. Pada komunikasi etis harus dapat menjawab pertanyaan sebagai berikut :
apakah informasi merupakan manfaat jangka panjang ?
apakah permintan informasi merupakan minat pihak-pihak yang telibat komunikas ?.
Semua pihak memiliki informasi dan pemahaman yang diperlukan untuk membuat pilihan yang diinformasikan ?
Apakah informasi itu benar atau berdasarkan kenyataan ?
Kualitas lebih penting dari kuantitas. Komunikasi yang efektif adalah yang berkualitas dari pada pesan-pesan yang lebih banyak (kuantitas). Pemahaman tentang hubungan yang erat antara etika dan komunikasi serta sadar bahwa peningkatan kualitas komunikasi walau tidak dapat menyelesaikan seluruh masalah komunikasi tetapi dapat menyelidiki struktur komunikasi.
Jaringan komunikasi (network communication). Jaringan kerja formal adalah sah (legal dalam suatu institusi) merupakan saluran tempat pesan berlaku dari suatu pihak kepada pihak lainnya. Jaringan kerja informal adalah saluran tidak resmi tempat berlakunya informasi dalam suatu instansi. Jaringan kerja informal berupa selentingan-selentingan (grapevenis) berupa kabar burung atau suatu informasi yang secara resmi belum diumumkan tetapi telah dibocorkan. Jaringan kerja informal ini lebih cepat, lebih kaya, seringkali lebih akurat dan komunikasi dilakukan secara langsung (Komunikasi Interpersonal ). (1992 : 23).
Pengertian Komunikasi
PENGERTIAN KOMUNIKASI
A. Pengertian Dan Cakupan Komunikasi
Secara etimologis komunikasi terjemahan dari Bahasa Inggris Communication berasal dari Bahasa Latin commis yang artinya sama. Mengadakan komunikasi artinya mengadakan “kesamaan” dengan orang lain. Komunikasi pada hakekatnya adalah membuat komunikan (orang yang menerima pesan) dengan komunikator (orang yang memberi pesan) sama-sama atau sesuai (turned) untuk suatu pesan.
Kalau A.L. Kroeber & C. Kluckhohn telah mengumpulkan 164 definisi kebudayaan,
maka Felix F.X. Dance dalam buku Human Communication Theory
telah mengumpulkan 98 definisi komunikasi. Definsi-definisi tersebut dilatarbelakangi berbagai perspektif mekanistis, sosiologistis, dan psikologistis.
Dence sendiri mengartikan komunikasi dalam kerangka psikologi behavioristis sebagai usaha “menimbulkan respons melalui lambang-lambang verbal” ketika lambang-lambang verbal tersebut bertindak sebagai stimuli.
E.O. Wolman dalam buku Dictionary of Behavioral Science menyebutkan enam pengertian komunikasi :
Communication
1) The transmission of energy change from one place to another as in the nervous
system or transmission of sound waves;
2) The transmission or reception of signals or messages by organism;
3) The transmitted message;
4) (Communication theory). The process whereby system influence another system
throught regulation of the transmitted signals;
5) (K. Lewin) The influence of one personal region on another whereby a change
in one results in a corresponding change in the other region;
6) The message of a patient to his therapist in psychotherapy;
(Kalau diterjemahkan : Komunikasi adalah :
1) Penyampaian perubahan energi dari suatu tempat ke tempat lain seperti dalam
sistem saraf atau penyampaian gelombang-gelombang suara;
2) Penyampaian atau penerimaan signal atau pesan oleh organisme;
3) Pesan yang disampaikan;
4) (Teori Komunikasi). Proses yang dilakukan satu sistem untuk mempengaruhi
sistem yang lain melalui pengaturan signal-signal yang disampaikan;
5) (K. Lewin). Pengaruh satu wilayah pesona pada wilayah pesona yang lain
sehingga perubahan dalam satu wilayah menimbulkan perubahan yang berkaitan
pada wilayah lain;
6) Pesan pasien kepada pemberi terapi dalam psikoterapi;). (1973 : 69).
Selanjutnya Redi Panuju mendefinisikan bahwa :
“komunikasi sering diartikan sebagai upaya pemindahan/transfer informasi/pesan-pesan (masseges) dari pengirim pesan (komunikator) kepada penerima pesan (komunikan) untuk tercapai kondisi saling pengertian (mutual understanding)”.
Onong Uchjana Effendi dalam buku Dimensi – dimensi Komunikasi mendefinisikan bahwa :
“Komunikasi adalah penyampaian lambang yang berarti oleh seseorang kepada orang lain, baik dengan maksud agar mengerti maupun agar berubah perilakunya”.
Carl J. Hovland memberikan definisi komunkasi :
“the process by wich an individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal symbols) to modify the behaviour of other individuals (communicates)”.
Artinya bahwa komunikasi adalah proses (komunikator) menyampaikan perangsang-perangsang (biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk merubah tingkah laku orang-orang lain (komunikan).
Sedangkan Ilmu Komunikasi menurut Hovland adalah :
“suatu upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas dan atas dasar asas-asas tersebut disampaikan informasi serta dibentuk pendapat dan sikap”.
Astrid S. Susanto membedakan arti antara communication dengan communications. Communication adalah :
proses pengoperan lambang-lambang yang mengandung arti (sebagaimana menjadi pokok dalam ilmu komunikasi). Sedangkan communications sebagai proses komunikasi dengan penggunaan alat-alat mekanis maupun elektris (seperti banyak digunakan dalam media massa).
Mengenai media massa sendiri tidak dapat disamakan dengan mass communication. Media massa adalah sarana atau alat untuk menyampaikan komunikasi terhadap orang banyak. Sedang mass communication adalah tatanan komunikasi yang komunikatornya berhadapan dengan banyak orang (banyak komunikan).
B. Fungsi Dan Tujuan Komunikasi
Fungsi komunikasi menurut Harol D. Lasswell adalah sebagai berikut :
The surveillance of the environment, fungsi komunikasi adalah untuk mengumpulkan dan menyebarkan informasi mengenai kejadian dalam suatu lingkungan (kalau dalam media massa hal ini sebagai penggarapan berita).
The correlation of correlation of the parts of society in responding to the environment, dalam hal ini fungsi komunikasi mencakup interpretasi terhadap informasi mengenai lingkungan (disini dapat diidentifikasi sebagai tajuk rencana atau propaganda).
The transmission of the social heritage from one generation to the next, dalam hal ini transmission of culture difocuskan kepada kegiatan mengkomunikasikan informasi, nilai-nilai, dan norma sosial dari suatu generasi ke generasi lain.
Onong Uchjana Effendi dalam buku Dimensi – dimensi Komunikasi mempunyai pendapat sebagai berikut :
Public Information
Publik Education
Publik Persuasion
Publik Entertainment
Ad.
1. Memberikan informasi kepada masyarakat. Karena perilaku menerima informasi merupakan perilaku alamiah masyarakat. Dengan menerima informasi yang benar masyarakat akan merasa aman tentram. Informasi akurat diperlukan oleh beberapa bagian masyarakat untuk bahan dalam pembuatan keputusan. Informasi dapat dikaji secara mendalam sehingga melahirkan teori baru dengan demikian akan menambah perkembangan ilmu pengetahuan. Informasi disampaikan pada masyarakat melalui berbagai tatanan komunikasi, tetapi yang lebih banyak melalui kegiatan mass communication .
2. Mendidik masyarakat. Kegiatan komunikasi pada masyarakat dengan memberiakan berbagai informasi tidak lain agar masyarakat menjadi lebih baik, lebih maju, lebih berkembang kebudayaannya. Kegiatan mendidik masyarakat dalam arti luas adalah memberikan berbagai informasi yang dapat menambah kemajuan masyarakat dengan tatanan komunikasi massa. Sedangkan kegiatan mendidik masyarakat dalam arti sempit adalah memberikan berbagai informasi dan juga berbagai ilmu pengetahuan melalui berbagai tatanan komunikasi kelompok pada pertemuan-pertemuan, kelas-kelas, dan sebagainya. Tetapi kegiatan mendidik masyarakat yang paling efektif adalah melalui kegiatan Komunikasi Interpersonal antara penyuluh dengan anggota masyarakat, antara guru dengan murid, antara pimpinan dengan bawahan, dan antara orang tua dengan anak-anaknya.
3. Mempengaruhi masyarakat. Kegiatan memberikan berbagai informasi pada masyarakat juga dapat dijadikan sarana untuk mempengaruhi masyarakat tersebut ke arah perubahan sikap dan perilaku yang diharapkan. Misalnya mempengaruhi masyarakat untuk mendukung suatu pilihan dalam pemilu dapat dilakukan melalui komunikasi massa dalam bentuk kampanye, propaganda, selebaran-selebaran, spanduk dan sebagainya. Tetapi berdasarkan beberapa penelitian kegiatan mempengaruhi masyarakat akan lebih efektif dilakukan melalui Komunikasi Interpersonal.
4. Menghibur masyarakat. Perilaku masyarakat menerima informasi selain untuk memenuhi rasa aman juga menjadi sarana hiburan masyarakat. Apalagi pada masa sekarang ini banyak penyajian informasi melalui sarana seni hiburan.
A. Pengertian Dan Cakupan Komunikasi
Secara etimologis komunikasi terjemahan dari Bahasa Inggris Communication berasal dari Bahasa Latin commis yang artinya sama. Mengadakan komunikasi artinya mengadakan “kesamaan” dengan orang lain. Komunikasi pada hakekatnya adalah membuat komunikan (orang yang menerima pesan) dengan komunikator (orang yang memberi pesan) sama-sama atau sesuai (turned) untuk suatu pesan.
Kalau A.L. Kroeber & C. Kluckhohn telah mengumpulkan 164 definisi kebudayaan,
maka Felix F.X. Dance dalam buku Human Communication Theory
telah mengumpulkan 98 definisi komunikasi. Definsi-definisi tersebut dilatarbelakangi berbagai perspektif mekanistis, sosiologistis, dan psikologistis.
Dence sendiri mengartikan komunikasi dalam kerangka psikologi behavioristis sebagai usaha “menimbulkan respons melalui lambang-lambang verbal” ketika lambang-lambang verbal tersebut bertindak sebagai stimuli.
E.O. Wolman dalam buku Dictionary of Behavioral Science menyebutkan enam pengertian komunikasi :
Communication
1) The transmission of energy change from one place to another as in the nervous
system or transmission of sound waves;
2) The transmission or reception of signals or messages by organism;
3) The transmitted message;
4) (Communication theory). The process whereby system influence another system
throught regulation of the transmitted signals;
5) (K. Lewin) The influence of one personal region on another whereby a change
in one results in a corresponding change in the other region;
6) The message of a patient to his therapist in psychotherapy;
(Kalau diterjemahkan : Komunikasi adalah :
1) Penyampaian perubahan energi dari suatu tempat ke tempat lain seperti dalam
sistem saraf atau penyampaian gelombang-gelombang suara;
2) Penyampaian atau penerimaan signal atau pesan oleh organisme;
3) Pesan yang disampaikan;
4) (Teori Komunikasi). Proses yang dilakukan satu sistem untuk mempengaruhi
sistem yang lain melalui pengaturan signal-signal yang disampaikan;
5) (K. Lewin). Pengaruh satu wilayah pesona pada wilayah pesona yang lain
sehingga perubahan dalam satu wilayah menimbulkan perubahan yang berkaitan
pada wilayah lain;
6) Pesan pasien kepada pemberi terapi dalam psikoterapi;). (1973 : 69).
Selanjutnya Redi Panuju mendefinisikan bahwa :
“komunikasi sering diartikan sebagai upaya pemindahan/transfer informasi/pesan-pesan (masseges) dari pengirim pesan (komunikator) kepada penerima pesan (komunikan) untuk tercapai kondisi saling pengertian (mutual understanding)”.
Onong Uchjana Effendi dalam buku Dimensi – dimensi Komunikasi mendefinisikan bahwa :
“Komunikasi adalah penyampaian lambang yang berarti oleh seseorang kepada orang lain, baik dengan maksud agar mengerti maupun agar berubah perilakunya”.
Carl J. Hovland memberikan definisi komunkasi :
“the process by wich an individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal symbols) to modify the behaviour of other individuals (communicates)”.
Artinya bahwa komunikasi adalah proses (komunikator) menyampaikan perangsang-perangsang (biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk merubah tingkah laku orang-orang lain (komunikan).
Sedangkan Ilmu Komunikasi menurut Hovland adalah :
“suatu upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas dan atas dasar asas-asas tersebut disampaikan informasi serta dibentuk pendapat dan sikap”.
Astrid S. Susanto membedakan arti antara communication dengan communications. Communication adalah :
proses pengoperan lambang-lambang yang mengandung arti (sebagaimana menjadi pokok dalam ilmu komunikasi). Sedangkan communications sebagai proses komunikasi dengan penggunaan alat-alat mekanis maupun elektris (seperti banyak digunakan dalam media massa).
Mengenai media massa sendiri tidak dapat disamakan dengan mass communication. Media massa adalah sarana atau alat untuk menyampaikan komunikasi terhadap orang banyak. Sedang mass communication adalah tatanan komunikasi yang komunikatornya berhadapan dengan banyak orang (banyak komunikan).
B. Fungsi Dan Tujuan Komunikasi
Fungsi komunikasi menurut Harol D. Lasswell adalah sebagai berikut :
The surveillance of the environment, fungsi komunikasi adalah untuk mengumpulkan dan menyebarkan informasi mengenai kejadian dalam suatu lingkungan (kalau dalam media massa hal ini sebagai penggarapan berita).
The correlation of correlation of the parts of society in responding to the environment, dalam hal ini fungsi komunikasi mencakup interpretasi terhadap informasi mengenai lingkungan (disini dapat diidentifikasi sebagai tajuk rencana atau propaganda).
The transmission of the social heritage from one generation to the next, dalam hal ini transmission of culture difocuskan kepada kegiatan mengkomunikasikan informasi, nilai-nilai, dan norma sosial dari suatu generasi ke generasi lain.
Onong Uchjana Effendi dalam buku Dimensi – dimensi Komunikasi mempunyai pendapat sebagai berikut :
Public Information
Publik Education
Publik Persuasion
Publik Entertainment
Ad.
1. Memberikan informasi kepada masyarakat. Karena perilaku menerima informasi merupakan perilaku alamiah masyarakat. Dengan menerima informasi yang benar masyarakat akan merasa aman tentram. Informasi akurat diperlukan oleh beberapa bagian masyarakat untuk bahan dalam pembuatan keputusan. Informasi dapat dikaji secara mendalam sehingga melahirkan teori baru dengan demikian akan menambah perkembangan ilmu pengetahuan. Informasi disampaikan pada masyarakat melalui berbagai tatanan komunikasi, tetapi yang lebih banyak melalui kegiatan mass communication .
2. Mendidik masyarakat. Kegiatan komunikasi pada masyarakat dengan memberiakan berbagai informasi tidak lain agar masyarakat menjadi lebih baik, lebih maju, lebih berkembang kebudayaannya. Kegiatan mendidik masyarakat dalam arti luas adalah memberikan berbagai informasi yang dapat menambah kemajuan masyarakat dengan tatanan komunikasi massa. Sedangkan kegiatan mendidik masyarakat dalam arti sempit adalah memberikan berbagai informasi dan juga berbagai ilmu pengetahuan melalui berbagai tatanan komunikasi kelompok pada pertemuan-pertemuan, kelas-kelas, dan sebagainya. Tetapi kegiatan mendidik masyarakat yang paling efektif adalah melalui kegiatan Komunikasi Interpersonal antara penyuluh dengan anggota masyarakat, antara guru dengan murid, antara pimpinan dengan bawahan, dan antara orang tua dengan anak-anaknya.
3. Mempengaruhi masyarakat. Kegiatan memberikan berbagai informasi pada masyarakat juga dapat dijadikan sarana untuk mempengaruhi masyarakat tersebut ke arah perubahan sikap dan perilaku yang diharapkan. Misalnya mempengaruhi masyarakat untuk mendukung suatu pilihan dalam pemilu dapat dilakukan melalui komunikasi massa dalam bentuk kampanye, propaganda, selebaran-selebaran, spanduk dan sebagainya. Tetapi berdasarkan beberapa penelitian kegiatan mempengaruhi masyarakat akan lebih efektif dilakukan melalui Komunikasi Interpersonal.
4. Menghibur masyarakat. Perilaku masyarakat menerima informasi selain untuk memenuhi rasa aman juga menjadi sarana hiburan masyarakat. Apalagi pada masa sekarang ini banyak penyajian informasi melalui sarana seni hiburan.
Langganan:
Postingan (Atom)
Main game yuk !
|
|
Add Games to your own site |
Saran dan Masukan
Bagi anda yang ingin berbagi, memberikan masukan, komentar, pertanyaan, mengirim artikel & ingin ditayangkan, silahkan kirim ke ajias66@gmail.com.