Teori Kepercayaan
Inti sari kerja kelompok adalah saling-percaya yang didasarkan pada pertukaran informasi yang dapat diandalkan. Di lain pihak, persengketaan merupakan sebab utama bertambahnya ketegangan di bidang lain yang menimbulkan kesulitan dalam berkomunikasi dan mengurangi kepercayaan.
Penerimaan suatu informasi acapkali dipengaruhi oleh latar belakang penerimanya. Misalnya suatu gangguan (distorsi) terjadi apabila komunikator tidak disenangi atau dicurigai. Apabila perasaan ini timbal balik (dalam saling tidak percaya) maka akan terjadi distorsi ganda dalam Komunikasi Interpersonal.
Dalam suatu kantor hasil-hasil dari suatu rapat karayawan keputusan sangat terbatas karena kurangnya kepercayaan antara para pimpinan yang seringkali mengakibatkan keputusan yang bertolak belakang.
Dalam instansi pemerintahan yang besar, para PNS yang saling percaya lebih sering berkomunikasi dan menghasilkan persamaan pendapat yang lebih banyak serta serapan yang lebih tepat mengenai pandangan masing-masing. Tetapi kalau kurangnya kepercayaan komunikasi cenderung akan melebih-lebihkan perbedaan yang ada dan mengurangi setiap kesamaan pendapat.
Kepercayaan kelompok yang lebih besar akan mempunyai sistem komunikasi yang terbuka. Adanya kepercayaan yang besar diantara pasangan atasan-bawahan cenderung memberikan komunikasi yang lebih tepat diantara kelopok tersebut.
Komunikasi yang efektif dan tepat tidak akan terjadi tanpa adanya suasana kepercayaan dan keyakinan yang teguh. Apabila makin banyak atasan-bawahan saling percaya, mereka akan makin sering berkomunikasi.
Teori kepercayaan berkaitan dengan kepatuhan dan ketidakpatuhan. Keadaan kepatuhan banyak terjadi pada perilaku sakit dan peranan sakit. Menderita sakit dapat dianggap menampilkan peran, sama seperti menampilkan peran-peran lain yang disengaja. Dalam masyarakat terdapat sejenis perilaku yang dapat siterima secara sosial bagi orang-orang yang sakit. Pearan sakit dapat danggap sebuah kontrak antara orang sakit dengan seluruh anggota masyuarakat lainnya, disini diwakili profesi kesehatan. Profesi tersebut mengendalikan akses bagi orang sakit. Ketika seseorang memasuki peran sakit, ia diberi sejumlah kemudahan oleh masyarakat (dari tanggung jawab kerja dan keluarga), tetapi juga dibebani sejumlah kewajiban pada masyarakat (mencari dan mengikuti nasehat medis). Dengan mengacu pada Komunikasi Interpersonal menunjukkan tekanan sosial pada pasien untuk tampil dengan cara-cara tertentu setelah menerima peran sakit. Sebagai konsekuensinya orang yang memasuki peran sakit, perilaku verbal dan non-verbal akan cenderung menjadi pasif danpatuh.
Ketidakpatuhan juga dapat muncul pada peran sakit ketika pasien tidak ditawari kesempatan untuk berpartisipasi dalam percakapan antara dirinya dengan dokter, dan manakala sedikit informasi yang diberikan kepada pasien tentang kondisinya.
Pada kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa para petugas kesehatan dapat menggunakan prosedur klinis sebagai cara yang efektif untuk mengendalikan interaksi. Sementara para medis memusatkan perhatian pada apa yang tampak sebagai teknik klinis yang penting, pasien dapat dibuat bungkam. Hal ini menambah perilaku ketidakpatuhan pasien.
Selanjutnya terdapat bukti bahwa percakapan antara perawat dan pasien cenderung mengarah oada tugas perawat daripada mengenali kecemasan dan pandangan-pandangan pasien. Kurangnya penghargaan yang emphatic terhadap pengalaman pasien tentang kondisi klinisnya dan tentang pelayanan yang ditawarkan oleh system kesehatan dapat berakibat pemberian pelayanan tidak efektif. Hal ini berakibat ketidakpatuhan yang tidak diketahui, persepsi pasien sebagai pihak yang kalah dan meningkatnya kemungkinan kesalahan diagnosis dsn rekomendasi kesehatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar