Teori Kekuasaan
Cartwright dan Zender yang dikutip oleh Roger B. Ellis, Robert J. Gates, dan Neil Kenworthy Dalam buku “Komunikasi Interpersonal Dalam Keperawatan” menyatakan bahwa : “Kekuasaan ada ketika seorang individu berperilaku sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu perubahan pada individu lain.
French, Collin, & Raven yang dikutip oleh Roger B. Ellis, Robert J. Gates, dan Neil Kenworthy Dalam buku “Komunikasi Interpersonal Dalam Keperawatan” menyatakan bahwa sejumlah sumber kekuasaan meliputi :
1. Kekuasaan keahlian : seseorang dianggap mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang lebih besar daripada orang lain karena pendidikan mereka yang lebih lama atau pengalaman.
2. Kekuasaan koersif : seseorang dapat mengendalikan hukuman bagi orang lain (misal orang tua pada anaknya).
3. Kekuasaan imbalan : seseorang mempunyai kemampuan untuk memberi imbalan kepada orang lain, baik dengan menyediakan unsur-unsur positif atau dengan menghilangkan unsur-unsur negatif.
4. Kekuasaan yang sah : seseorang diakui mempunyai hak dan wewenang dari masyarakat untuk berpengaruh terhadap orang lain (missal hakim, kepala sekolah, dan lain-lain).
5. Kekuasaan kehormatan : seseorang memiliki atribut-atribut yang diinginkan oleh orang lain dan diidentifikasi oleh mereka (missal seorang fans meniru artisnya).
6. Kekuasaan informasi : ketika seseorang mengajukan informasi yang tidak dipunyai oleh orang lain, ia menunjukkan kekuasaan dengan mengendalikan seberapa banyak informasi yang akan ia berikan.
Selanjutnya Mc. Quail yang sama dikutip oleh Roger B. Ellis, Robert J. Gates, dan Neil Kenworthy Dalam buku “Komunikasi Interpersonal Dalam Keperawatan” menyatakan bahwa menunjukkan sejumlah kemungkinan generalisasi yang dilakukan sehingga kekuasaan dapat dieksploitasi melalui komunikasi, yaitu :
Monopoli percakapan dapat menghasilkan efek memenangkan kembali dan mencapai hasil yang diinginkan. Ketika dominasi terjadi, dan tidak mendapat tantangan, maka pengaruhnya akan semakin besar.
Seseorang dapat menjamin diterimanya sebuah pesan dengan membuatnya sepadan dengan kepercayaan orang lain tersebut. Isi pesan juga akan penting dalam menentukan sejauh makna pengaruh komunikator tersebut. Misalnya, pengaruh akan lebih besar jika topik diskusinya adalah tentang sesuatu dimana orang lain tidak mempunyai pengalaman pribadi tentangnya.
Seseorang yang dianggap mempunyai kredibilitas dan berstatus tinggi, mempunyai daya tarik fisik, intelektualitasnya dikagumi, dan mempunyai banyak kesamaan dengan pendengar, akan jauh lebih berkuasa daripada mereka yang kurang memiliki atribut-atribut yang menarik tersebut.
Menjadi seseorang pasien dan seorang mahasiswa perawat adalah sebuah prestise yang rendah dalam organisasi perawatan kesehatan dibanding dengan prestise yang diterima oleh para petugas kesehatan yang kompeten. Kemungkinan besar mereka akan tidak didengar, atau tidak disukai dan dianggap tampak tidak menarik.
Kekuasaan banyak ditentukan secara sosial. Masyarakat menyerahkan kekuasaan pada mereka yang diberi wewenang. Kadang-kadang kekuasaan didapatkan melalui persetujuan orang lain. Kekuasaan memang dapat dipindahkan dari mereka yang memilikinya.
Pada tingkat interpersonal, banyak pasien yang menjadi lebih asretif ketika menghadapi petugas kesehatan.
Dalam suatu organisasi formal perbedaan kekuasaan dipandang merupakan substitusi dari martabat atau status.
Pada beberapa pemimpin dalam berkomunikasi dengan bawahan dapat mempergunakan metoda yang langsung dan kadang-kadang bersifat kasar, di lain pihak para bawahan kalau berkomunikasi dengan atasan selalu menjaga jarak dengan bahasa halus dan kadang dengan metoda tidak langsung.
Hasil penelitian Cohen (1978) menunjukkan bahwa orang yang berkekuasaan kecil (yang ingin maju dalam kedudukannya) kurang bebas berkomunikasi dengan atasan mereka dan besar kemungkinan lebih sering menyampaikan kepada atasan mereka hasil yang telah mereka capai, bukan hal-hal yang menjadi hambatan kerja atau kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan. Tetapi hal ini tidak terjadi pada orang yang mempunyai sedikit kekuasaan tapi tanpa hasrat untuk maju.
Para bawahan dengan lebih banyak kesempatan promosi jarang mencela, membantah, atau menolak perintah atasannya. Sedang bawahan yang tidak jelas kesempatannya untuk promosi cenderung reaktif berani membantah dan sering mangkir (tidak melaksanakan tugas).
Dalam suatu jabatan yang dalam satu jenjang hirarki yang sama sering mempunyai pengaruh kekuasaan yang berbeda-beda terhadap bawahannya masing-masing yang juga menimbulkan akibat yang cukup besar dalam proses komunikasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh kepribadian dan gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh pejabat bersangkutan. Kalau kepribadian pejabat tersebut sebagai pribadi yang kuat dan berwibawa serta gaya kepemimpinan yang demokratis maka pengaruh kekuasaannya akan baik bagi pelaksanaan tugas-tugas bawahan dan komunikasi dijadikan sebagai alat untuk pencapaian tujuan instansi tersebut. Sedang kalau kepribadian pejabatnya lemah dan gaya kepemimpinan laiser paier maka pelaksanaan tugas-tugas banyak terbengkalai dan komunikasi tidak pernah dijadikan alat pencapaian tujuan organisasi.
Lebih jauh lagi pengaruh kekuasaan tersebut akan dapat mempengaruhi semangat kerja bawahannya. Apabila para atasan pengaruh kekuasaannya kecil maka para bawahan akan dapat menentang mereka, maka semangat kerja bawahan akan menurun dan mempengaruhi juga terhadap prestasi kerja.
Likers berpendapat bahwa para manajer yang telah banyak berproduksi mempunyai komunikasi yang lebih baik dan pengaruh lebih besar dari pada manajer yang rendah produksinya.
Manajer yang tidak mempunyai pengaruh sering ditentang oleh bawahannya yang mengharapkan tindakan dari para atasan yang lebih tinggi dan lebih berkuasa. Logika tindakan ini tidak terlepas dari perhatian para menejer yang ditentang tersebut dan gangguan serta kejengkelan yang sering ditimbulkan akan mengurangi efektivitas komunikasi.
Dari hal tersebut di atas maka akan terungkap suatu hubungan negatif yang penting antara ketepatan komunikasi dan tingkat kekuasaan atau pengaruh yang menurut perasaan bawahan dimiliki oleh atasannya.
Wacana sebagai Manifestasi Kekuasaan
Menurut Malhotra yang dikutip oleh Roger B. Ellis, Robert J. Gates, dan Neil Kenworthy Dalam buku “Komunikasi Interpersonal Dalam Keperawatan” menyatakan bahwa : “Mengakui adanya ‘kekuasaaan’ dalam hubungan sosial menunjukkan bahwa komunikasi tidak selalu dilakukan dengan dasar kesetaraan. Tujuan-tujuan dari mereka yang mempunyai kekuasaan dalam masyarakat dan dalam hubungan interpersonal seringkali dicapai melalui manipulasi atau ‘mendistorsi’ komunikasi”.
Selanjutnya menurut Jurgen Habermas yang dikutip oleh Roger B. Ellis, Robert J. Gates, dan Neil Kenworthy Dalam buku “Komunikasi Interpersonal Dalam Keperawatan” menyatakan bahwa : “apa yang dikomunikasikan tampak dimengerti, wajar dan dapat diterima oleh setiap orang, tetapi di bawah permukaan mungkin terdapat ‘agenda tersembunyi’ yang diarahkan oleh seseorang (atau kelompok) yang mempunyai kekuasaan. Bentuk-bentuk komunikasi, misalnya bahasa, diatur untuk menjamin sesuatu hasil bagi kepentingan orang yang berkuasa. Kekuasaan orang ini menunjukkan bahwa proses komunikasi dapat diatur secara demikian”.
Orang-orang yang memiliki kekuasaan mempunyai kemampuan untuk memilih isi dan gaya dari apa yang dikomunikasikan. Ini dilakukan melalui simbol-simbol, praktek-praktek, dan gaya-gaya bahasa tertentu yang dapat menjamin adanya dominasi. Komunikasi yang telah diatur dengan berbasis pada kekuasaan disebut sebagai wacana.
Banyak kelompok masyarakat yang mempunyai kekuasaan mengembangkan wacana mereka sendiri, termasuk disini kelompok-kelompok profesi. Variasi wacana dari profesi kesehatan telah diteliti oleh Michel Foucault bagaimana pengetahuan medis telah dibangun untuk membentuk cara memandang dunia yang tampak sah dan karenanya dapat berpengaruh. Maka dalam hal ini apa yang tampak nyata, misalnya penyakit dan kesehatan, dapat sama sekali tidak nyata. Cara dimana pengguna pelayanan berpikir dan berbicara tentang tubuh mereka dikendalikan oleh konsep-konsep, teori-teori, dan simbol-simbol yang telah diberikan oleh para petugas kesehatan. Dengan demikian, wacana medis adalah suatu cerminan dari apa yang dianggap penting pada masa itu oleh mereka yang mempunyai kekuasaan.
Salah satu aspek penting dari wacana adalah bahasa. Seperti semua bentuk komunikasi lainnya, bahasa tidaklah berdiri sendiri dan terlepas dari konteksnya. Ada suatu hubungan langsung antara cara bicara, kata-kata yang digunakan, dan bagaimana masyarakat dibentuk. Cara seseorang berbicara dapat memberi tanda-tanda kepada pendengarnya tentang statusnya di masyarakat dan keanggotaannya pada kelompok tertentu. Misal para perawat disosialisasikan untuk menggunakan bentuk bahasa yang mengidentifikasikan mereka dengan perawat lain dan petugas-petugas kesehatan lainnya. Mereka adalah anggota ‘masyarakat bicara’ dari perawat di dalam kelompok mana mereka saling menukar tanda-tanda verbal dan istilah professional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar