welcome

Selamat datang dan Selamat bergabung ... Selamat datang dan Selamat bergabung ...Selamat datang dan Selamat bergabung

Senin, 30 Juni 2008

Lativi & TV One

Lativi Menjadi TVOne
Rabu, 13 Pebruari 2008 | 00:43 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Stasiun televisi swasta nasional Lativi berubah nama menjadi TVOne mulai besok. Sedikitnya dana Rp 1,3 triliun disiapkan untuk mendukung pola baru siaran TVOne.

Direktur Utama PT Lativi Media Karya Erick Thohir menuturkanm berbeda dengan Lativitayangan TVOne akan fokus pada berita dan olahraga atau news and sport television. Segmentasi pasar pun diubah, dari menengah-bawah menjadi menengah-atas

Selama ini Lativi dikenal dengan tayangan horor, berdarah, dan seks. “Itu akan kami hilangkan,” kata Erik Senin lalu kepada Tempo di Jakarta. Siaran TVOne akan didominasi tayangan informatif, seperti berita (70 persen) dan olahraga dan selected entertainment seperti film (30 persen).

Sinetron, yang menjadi primadona program di sejumlah televisi swastya, tak akan ada di TVOne. Alasannya, “Tak cocok untuk segmen yang dibidik.”

Erick mengaku yakin perubahan pola siaran Lativi akan menjadi tren baru industri pertelevisian. Biasanya perubahan hanya nama atau logo. Tapi stasiun televisi yang dikelolanya berubah total, baik nama maupun strategi pasar.

Soal perubahan nama Lativi, ia melanjutkan, didorong oleh perubahan strategi dan perubahan kepemilikan Lativi Media Karya. Tapi ia membantah Star TV, raksasa media Hongkong milik Rupert Murdoch, masuk dalam struktur kepemilikan Lativi Media Karya.

Menurut dia, pemilik lama yakni bekas Menteri Tenaga Kerja Abdul Latief melepas kepemilikannya karena akan fokus pada bisnis inti keluarga yakni Pasaraya. Kepemilikan pun jatuh ke tangan Erick (Grup Mahaka) dalam konsorsium bersama dua pengusaha muda, Anindya Bakrie (Grup Bakrie) dan Rosan Perkasa Roeslani (Presiden Direktur Recapital).

Pengusaha media ini enggan menjelaskan porsi pembagian kepemilikan masing-masing. “Ini kan konsorsium, jadi tak bisa saya sebutkan,” ucapnya.

Namun, sumber Tempo di Lativi mengungkapkan Star TV masuk sebagai salah satu pemilik meski kepemilikan masih didominasi oleh Grup Bakrie. Itu sebabnya, kemungkinan besar siaran TVOne akan menjadi salah satu konten B-TV, televisi berbayar milik kelompok usaha Bakrie. “Mungkin baru mengisi B-TV pertengahan tahun,” katanya.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyatakan belum menerima pemberitahuan resmi dari manajemen Lativi Media Karya mengenai perubahan nama dan konten siaran. “Tapi kami sudah dengar kabar burung itu,” ucap anggota KPI Bidang Perizinan Don Bosco Selamun.

Meski undang-undang tak mengatir itu, menurut dia, laporan perubahan nama dan muatan siaran penting untuk membantu tugas lembaganya. Apalagi, KPI juga bertugas memonitor isi siaran. “Jika kami tak diberitahukan nama stasiun dan acaranya, kalau ada pengaduan dari masyarakat bagaimana?”

Agoeng Wijaya
smb : http://www.tempointeraktif.com
http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2008/02/13/brk,20080213-117379,id.html

Kamis, 05 Juni 2008

Ethos, Pathos, dan Logos Komunikator

Ethos, Pathos, dan Logos Komunikator

Ethos Komunikator Ethos berarti “sumber kepercayaan” (source credibility) yang ditunjukkan oleh seorang komunikator atau orator bahwa ia memang pakar dalam bidangnya, sehingga oleh karena seorang ahli, maka ia dapat dipercaya.
Kepercayaan komunikan terhadap komunikator ditentukan oleh keahlian komunikator dalam bidang tugas pekerjaannya dan dapat tidaknya ia dipercaya. Kepercayaan kepada komunikator mencerminkan bahwa pesan yang disampaikan kepada komunikan dianggap olehnya sebagai benar dan sesuai dengan kenyataan empiris.

Secara umum diakui pula bahwa keahlian seorang komunikator baik keahlian itu bersifat khas atau bersifat umum seperti yang timbul dari pendidikan yang lebih baik atau status sosial yang lebih tinggi atau jabatan profesi yang lebih tinggi akan membuat pesan yang dikomunikasikan menimbulkan daya pengaruh yang kuat dan besar.
Dengan demikian seorang komunikator menjadi source of credibility disebabkan adanya “ethos” (daya yang memancar) pada dirinya. Kalau menurut Aristoteles daya yang memancar dalan diri komunikator meliputi; - good sense; - good moral character and goodwill. Atau kalau menurut para ahli masa sekarang ini diterjemahkan menjadi : - itikad baik (good intentions); - dapat dipercaya (trustworthiness); - kecakapan atau kemampuan (competence or expertness).
Jadi komunikator yang berethos menunjukkan bahwa dirinya mempunyai itikad baik, dapat dipercaya dan mempunyai kecakapan atau keahlian.
Seorang komunikator zaman sekarang menghadapi ratusan juta khalayak maka ethos mutlak harus dimiliki setiap komunikator . Apabila komunikator tidak memiliki ethos, maka setiap kegiatan komunikasi yang dilakukan kemungkinan akan menimbulkan efek bumerang yang menyebabkan ia kehilangan kepercayaan, kehormatan, dan wibawa.
Menurut Hovland dan Weiss menyebut ethos ini credibility yang terdiri dari dua unsur, yaitu :
expertise (keahlian), dan
trust worthiness (dapat diperaya)
Untuk membedakan kedua unsur tersebut dapat dilihat pada contoh berikut; Nasihat dokter diikuti pasien-nya, karena dokter memiliki keahlian. Tetapi seorang pedagang memuji-muji dagangannya sukar untuk dipercaya, mungkin pedangang itu tidak memiliki trust wrthiness.
Untuk kedua unsur ethos tersebut para ahli lain menyebutnya berbeda :
untuk expertness, Mc. Croskey menyebutnya authoritativeness; Markham menyebutnya reliable-logikal; sedangkan Berlo, Lemert & Mertz menggunakan istilas qualification.
Untuk trust worthiness, ahli lain menggunakan istilah safety, character, atau evaluative factor.
Sedangkan menurut Jalaludin Rakhmat dalam buku Psikologi Komunikasi menyatakan bahwa : “ ... ethos atau faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikator terdiri dari kredibilitas, atraksi, dan kekuasaan”.
Selanjutnya menurut Jalaludin Rakhmat bahwa unsur ethos tersebut berhubungan dengan jenis pengaruh sosial yang ditimbulkannya. Menurut Herbert C. Kelman pengaruh komunikasi kita pada orang lain berupa tiga hal : internalisasi (internalization), identifikasi (identification), dan ketundukan (compliance). Internalisasi pada diri komunikan akan tumbuh setelah menerima pengaruh komunikasi dari seorang komunikator yang memiliki kredibilitas. Identifikasi pada diri komunikan akan tumbuh setelah menerima pengaruh komunikasi dari seorang komunikator yang memiliki sikap aktraksi (daya tarik) yang diterima komunikan tersebut. Begitu juga ketundukan pada diri komunikan akan tumbuh setelah menerima pengaruh komunikasi dari seorang komunikator yang memiliki kekuasaan.
Komponen pertama ethos menurut Jalaludin Rakhmat adalah kredibilitas. Kredibilitas adalah seperangkat persepsi yang dimiliki komunikan tentang sifat-sifat komunikator. Karena kredibilitas itu masalah persepsi, maka kredibilitas berubah-ubah tergantung pada pelaku persepsi (komunikan), topik yang dibahas, dan situasi. Seorang Penyelia mempunyai kredibilitas terhadap karyawan yang menjadi tanggung jawabnya, tetapi tidak dihadapan para penyelia lainnya, apalagi dihadapan Top Manajer.
Dengan demikian kredibilitas tidak ada pada diri komunikator, tetapi terletak pada persepsi komunikan. Oleh karena itu kredibilitas dapat berubah atau diubah, dapat terjadi atau dijadikan.
Menurut Kenneth E. Andersen bahwa : “hal-hal yang mempengaruhi persepsi komunikan tentang komunikator sebelum ia melakukan komunikasinya disebut prior ethos”.
Sumber komunikasi memperoleh prior ethos karena berbagai hal, diantaranya :
 Pengalaman langsung (direct experience), karena sudah lama bergaul jadi dikenal integritas kribadiannya.
 Pengalaman wakilan (vicarious experience), ketertarikan komunikan karena komunikator itu sudah sering muncul di media massa atau sering mendengar namanya.
 Prior ethos karena sponsor (by sponsorship and endorsement), ketertarikan komunikan kerena (sponsor) pihak-pihak yang mendukung komunikator, atau bila organisasi yang berstatus tinggi memperkenalkannya pada komunikan.
 Petunjuk-petunjuk non-verbal (intrinsic prior), ketika pembicara diperkenalkan penampilannya kurang meyakinkan, tapi karena ketika mulai berbicara orang itu mulai menarik perhatian khalayak karena pemilihan kata-katanya tepat, isi yang disampaikan, dan kedalaman uraiannya.
Hal-hal tersebut di atas merupakan kredibilitas sebagai persepsi. Selanjutnya menurut Jalaludin Rakhmat komponen-komponen kredibilitas adalah :
 Keahlian, adalah kesan yang dibentuk komunikan tentang kemampuan komunikator dengan hubungannya dengan topik yang dibicarakan. Komunikator yang tinggi pada keahliannya dianggap cerdas, mampu, ahli, berpengalaman, dan terlatih.
 Kepercayaan, adalah kesan komunikan tentang komunikator yang berkaitan dengan wataknya (Jujur atau tidak jujur, tulus atau lancung, dan sebagainya). Aristoteles menyebutnya “good moral character”, sedang Quintillianus menyebutnya “a good man speaks well”.
Sedangkan menurut Koehler, Annatol, dan Applbaum komponen kredibilitas itu ditambah lagi dengan :
 Dinamisme, berkenaan dengan cara berkomunikasi, bergairah, bersemangat, aktif, tegas, dan berani. Dinamisme memperkokoh kesan keahlian dan kepercayaan.
 Sosiabilitas, adalah kesan komunikan tentang komunikator sebagai orang yang periang dan suka bergaul.
 Kooreientasi, adalah kesan komunikan tentang komunikator sebagai orang yang mewakili kelompok dan nilai-nilai dari komunikan.
 Karisma, menunjukkan suatu sifat luar biasa yang dimiliki komunikator yang menarik dan mengendalikan komunikan seperti magnet menarik benda-benda sekitarnya. Karisma terletak pada persepsi komunikan.

Menurut Richard Ricke dan Malcolm Sillars kredibilitas ada tiga macam, yaitu :
 Kredibilitas tidak langsung, pembicara tidak menggunakan pernyataan-pernyataan khusus dari orang lain atau pernyataan pribadi yang langsung mengenai karakter pribadinya.
 Kredibilitas langsung, pembicara membuat pernyataan langsung mengenai dirinya.
 Kredibilitas sekunder, pembicara menggunakan kredibilitas orang lain sebagai dasar argumentasinya.

Komponen kedua ethos menurut Jalaludin Rakhmat adalah atraksi. Faktor-faktor situsional yang mempengaruhi atraksi yaitu : daya tarik fisik, ganjaran, kesamaan, dan kemampuan. Dalam masalah kesamaan telah dibahas di muka dalam homophily dan heterophily.
Komponen ketiga ethos menurut Jalaludin Rakhmat adalah kekuasaan. Kekuasaan adalah kemampuan menimbulkan ketundukan. Kekuasaan menyebabkan seorang komunikator dapat “memaksakan” kehendaknya pada orang lain, karena komunikator memiliki sumber daya yang sangat penting (critical resources).
Berdasarkan sumber daya yang dimilinya, French dan Raven membagi jenis-jenis kekuasaan dalam :
Kekuasaan koersif (coersive power), menunjukkan kemampuan komunikator untuk mendatangkan ganjaran dan hukuman pada komunikan. Ganjaran dan hukuman dapat bersifat personal (misalnya benci atau kasih sayang) juga dapat bersifat impersonal (kenaikan pangkat atau pemecatan, termasuk perkataan dosen yang akan tidak meluluskan mahasiswa kalau mengumpulkan tugas terlambat).
Kekuasaan keahlian (expert power), berasal dari pengetahuan, pengalaman, keterampilan, atau kemampuan yang dimiliki komunikator. Misal dosen dituruti oleh mahasiswa `untuk menafsirkan suatu teori.
Kekuasaan informasional (informational power), berasal dari isi komunikasi tertentu atau pengetahuan baru yang dimiliki komunikator. Misal ahli komputer dapat diterima sarannya untuk pengadaan kumputer di suatu instansi.
Kekuasaan rujukan (reference power), disini komunikan menjadikan komunikator sebagai kerangka rujukan untuk menilai dirinya apabila komunikator berhasil menanamkan kekaguman sehingga diteladani perilakunya. Contoh perilaku Nabi diikuti ummatnya.
Kekuasaan legal (legitimate power), ini sama dengan otoritas legal rasional, seperti dibahas di muka. penelitian psikologis tentang penggunaan kekuasaan menunjukkan bahwa orang memilih jenis kekuasaan yang dimilikinya tidak secara rasional. Hasil penelitian Heilman & Garner menunjukkan :
Komunikan akan lebih baik diyakinkan untuk melakukan perilaku yang tidak disukai dengan dijadikan ganjaran dari pada diancam dengan hukuman. Ancaman yang kuat malah menimbulkan bumerang akan jadi melawan.
Efektifitas ancaman dapat ditingkatkan apabila komunikator memberikan alternatif perilaku ketundukan dan komunikan dapat memilih walau terbatas.
Selanjutnya hasil penelitian Kipnis menunjukkan bahwa :
Kekuasan informasional sering kali digunakan bila komunikator memandang prestasi komunikan yang kurang baik disebabkan oleh kurangnya motivasi.
Bila atasan melihat prestasi bawahan jelek karena kemampuannya jelek, maka akan mengguakan keahliannya.
Sedangkan hasil penelitian Goodstadt & Hjelle menunjukkan bahwa :
kekuasan koersif umumnya digunakan bila komunikator menganggap komunikan tidak melakukan anjuran dengan baik karena bersikap negatif atau mempunyai kecenderungan melawan.
Kekuasaan koersif juga digunakan oleh komunikator yang kurang percaya pada diri sendiri atau merasa kurang berdaya.
Menurut Austin J. Freeley dalam buku “Argumentation and Debate” menyatakan bahwa komponen ethos dan faktor pendukung ethos meliputi :
Komponen-komponen ethos adalah :
 Competence (kemampuan/kewenangan)
 Integrity (integritas/kejujuran)
 Goodwill (kewibawaan/tenggang rasa)

Retorika Dalam Kepemimpinan

Retorika Dalam Kepemimpinan

Kepemimpinan atau Leadership merupakan fungsi manajemen/administrasi untuk menggerakkan organisasi dan memotivasi bawahan untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Menurut John M. Pfiffner menyatakan bahwa : “leadreship is the art of coordinating and motivating individual and group to achieve the desired end (Kepemimpinan adalah seni untuk mengkoordinasikan dan memotivasi terhadap individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan)”.
Sedangkan menurut Dalton Mc. Farland bahwa : “Leadership as the process by which and executive imaginativevely direct, guides, or influences the work of others, in choosing and attaining particular ends (Kepemimpinan sebagai suatu proses dimana pimpinan digambarkan akan memberikan perintah atau pengarahan, bimbingan atau mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan)”.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan itu merupakan seni dan proses pengarahan dan bimbingan terhadap kegiatan kerja seseorang atau kelompok karyawan dalam menjalankan kegiatan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Kepemimpinan mempunyai 3 prasyarat :
 Skill (kecakapan)
 Power and Authority (kekuasaan dan wewenang/otoritas)
 Gezag/Goodwill (kewibawaan)
 Skill (kecakapan) adalah sejumlah pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui belajar formal maupun dari pengalaman yang dimiliki oleh seorang pemimpin untuk mengarahkan, membimbing, dan memerintah bawahannya.

Menurut Keith Davis, skill yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin meliputi Conceptual Skills (CS), Human Skills (HS), dan Technical Skills (TS).
Masing – masing tingkatan pimpinan dalam organisasi yaitu ; Pimpinan Tingkat Bawahan/Lower Manager (LM), Pimpinan Tingkat Menengah/Middle Manager (MM), dan Pimpinan Tingkat Atas/Administrative Manager/Top Manager (AM/TM) mempunyai kapasitas kecakapan yang berbeda – beda. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan dari fungsi dan kecakapan kepemimpinan berikut dibawah ini :

Menurut Keith Davis Menurut Sondang P Siagian :



Menurut Soewarno Handayaniningrat dalam bukunya “Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen” menyebutkan bahwa fungsi dan kecakapan kepemimpinan meliputi :
Mengetahui bidang tugasnya
Peka/tanggap terhadap keadaan lingkungan
 Mampu melakukan hubungan kerja/komunikasi dengan baik kedalam maupun ke luar.
 Melakukan human relations dengan baik
 Mampu melakukan koordinasi
 Mampu menganbil keputusan secara cepat dan tepat
 Mampu mengadakan hubungan kerja.
Sedangkan menurut Sondang P Siagian dalam buku “Filsafat Administrasi” menyebutkan fungsi dan kecakapan kepemimpinan meliputi :
 Memiliki kondisi fisik yang sehat sesuai dengan tugasnya.
Berpengalaman luas
 Mengetahui sifak hakiki dan kompleksitas dari pada tujuan organisasi
 Mempunyai keyakinan organisasi akan berhasil dengan kepemimpinannya.
 Memiliki stamina (daya kerja) dan antusiasme yang besar.
 Cepat mengambil keputusan
 Objektif, dalam arti menguasai emosi dan mementingkan rasio
 Adil memperlakukan karyawan.
 Menguasai prinsip – prinsip human relations
 Menguasai teknik – teknik komunikasi
 Dapat bertindak sebagai penasehat, guru dan kepala terhadap bawahannya.
 Mempunyai gambaran menyeluruh terhadap semua kegiatan organisasi.
Kekuasaan dan otoritas tidak dapat dipisahkan seperti kedua sisi dari suatu mata uang, karena suatu kekuasaan selalu diikuti dengan otoritas.
Power (kekuasaan) adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi orang lain atau kelompok lain seupaya mengikuti dan menuruti keinginan orang/kelompok tadi.
 Otoritas (authority) atau kewenangan adalah dasar pengesahan atau pengabsahan kekuasaan seorang pemimpin agar dituruti/diikuti secara sukarela.
Secara teoritis dasar pengesahan suatu kekuasaan dapat didasarkan atas tiga hal :
 Otoritas legal rasional, pengesahan kekuasasan didasarkan atas dasar nilai norma – norma atau aturan – aturan yang dapat diterima oleh akal sehat.
 Otoritas tradisional, pengesahan kekuasaan yang berdasarkan atas nilai – nilai yang telah diwariskan secara turun temurun.
 Otoritas kharismatis, dasar pengesahan kekuasaan berdasarkan atas daya pribadi seorang pemimpin.

Seorang pemimpin walau sudah mempunyai skills, kekuasaan dan kewenangan kadang tidak menjamin keberhasilannya dalam mengarahkan, memerintah dan membimving bawahannya. Kadang bawahan menunjukkan sikap kurang menerima dan malah mengungkit kedudukan kepemimpinannya. Hal ini disebabkan pemimpin tersebut tidak mempunyai kewibawaan (gezag/goodwill).
Kewibawaan dapat ditumbuhkan dengan jalan :
 Pimpinan harus menyesuaikan dengan kemampuan dan aspirasi bawahan.
 Berusaha mempengaruhi bawahan dengan tindakan integritas atas dasar konsensus secara sukarela.
 Memupuk sikap dekat dengan bawahan tetapi dengan menjaga perilaku yang malah menjatuhkan wibawa.
 Pimpinan supaya tidak terkesan rewel maka perintah selalu diberikan asalkan diberi pengertian/diajak membicarakannya dan ditetapkan prosedur kerja yang lebih baik.

Selain kecakapan kepemimpinan itu dalam hal berkomunikasi seperti dikemukakan di atas, juga dalam melaksanakan fungsi kepemimpinan itu tidaklah akan terlepas dengan melakukan komunikasi. Oleh karena itu kedudukan (status) dan peranan (role) seorang pemimpin sudah termasuk di dalamnya sebagai komunikator. Dengan kata lain fungsi seorang pemimpin itu termasuk instrinsik sebagai komunikator. Maka kemampuan kepemimpinan harus juga diikuti dengan kemampuan komunikasi, yaitu mempunyai ethos, pathos, dan logos komunikator.

KOMUNIKASI DAN RETORIKA

KOMUNIKASI DAN RETORIKA

Retorika Sebagai Cikal Bakal Ilmu Komunikasi
Pada mulanya retorika merupakan cara pengungkapan pikiran dan perasaan manusia terhadap sesamanya telah ada seiring munculnya manusia di bumi ini. Retorika menjadi bahan kajian proses pernyataan antarmanusia sebagai fenomena sosial mulai Abad V SM. Di Yunani dan Romawi. Di Yunani dipelopori oleh Georgias (480-370 SM). Seiring dengan mulai dikembangkannya sistem pemerintahan demokrasi, maka retorika yang diajarkan Georgias adalah bagaimana mengembangkan kemampuan seni berpidato demi tercapainya tujuan pencapaian kekuasaan dalam pemerintahan (dibenarkan dengan pemutarbalikan fakta untuk menerik perhatian khalayak). Jadi retorika berperan penting bagi persiapan seseorang untuk menjadi pemimpin.
Menurut Protagoras (500-432 SM) menyatakan bahwa retorika sebagai kemahiran berbicara bukan demi kemenangan melainkan demi keindahan bahasa.
Socrates (469-399 SM) menyatakan bahwa retorika adalah demi kebenaran dengan dialog sebagai tekniknya, karena dengan dialog kebenaran akan timbul dengan sendirinya.
Plato yang merupakan murid utama Socrates, menyatakan bahwa pentingnya retorika adalah sebagai metoda pendidikan dalam rangka mencapai kedudukan dalam pemerintahan dan dalam rangka upaya mempengaruhi rakyat.
Aristoteles (384-322) sebagai pemuka berbagai disiplin ilmu memandang retorika sebagai bagian dari filsafat, pendapatnya dikutip oleh Onong Uchjana Effendi dalam buku ‘Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi’ menyatakan bahwa :

“Anda dalam retorika terutama menggelorakan emosi, itu memang baik, tetapi ucapan-ucapan anda tidak dapat dipertanggung-jawabkan. Tujuan retorika yang sebenarnya dalah membuktikan maksud pembicaraan atau menampakkan pembuktiannya. Ini terdapat pada logika. Retorika hanya menimbulkan perasaan seketika, meski lebih efektif daripada silogisme. Pernyataan pokok bagi logika dan bagi retorika akan benar apabila telah diuji oleh dasar-dasar logika”.(1993 : 4)

Selanjutnya bagi Aristoteles retorika adalah seni persuasi, suatu uraian yang harus singkat, jelas, dan meyakinkan, dengan keindahan bahasa yang disusun untuk hal-hal yang bersifat memperbaiki (corrective), memerintah (instructive), mendorong (suggestive), dan mempertahankan (defensive).
Di Romawi retorika dikembangkan oleh Marcus Tulius Cicero (106-43 SM) yang terkenal karena bukunya yang berjudul de Oratore. Ia mengembangkan kecakapan retorika menjadi ilmu. Menurut Cicero sitematika retorika mencakup dua tujuan pokok yang bersifat “suasio” (anjuran) dan “dissuasio” (penolakan). Pada masa itu tujuan pidato dihadapan pengadilan adalah untuk menyadarkan publik tentang hal-hal yang menyangkut kepentingan rakyat, perundang-undangan negara, dalam keputusan-keputusan yang akan diambil. Hal ini, menurut Cicero hanya dapat dicapai dengan menggunakan teknik dissuasio, apabila terdapat kekeliruan atau pelanggaran dalam hubungannnya dengan undang-undang, atau suasio jika akan mengajak masyarakat untuk mematuhi undang-undang dan keadilan.

Sebagai orator termasyur, retorika gaya Cicero meliputi tahap-tahap sebagai berikut :
Investio, mencari bahan dan tema yang akan dibahas. Bahan yang telah diperoleh disertai bukti-bukti pada tahap ini dibahas secara singkat dengan menjurus kepada upaya-upaya :
 mendidik
 membangkitkan kepercayaan
 menggerakkan perasaan
Ordo collocatio, penyusunan pidato dengan mengolah kata-kata menjadi aspek-aspek tertentu berdasarkan pilihan yang paling penting, kurang penting, dan tidak penting. Susunan pidato sistematikanya terbagi dalam :
 exordium (pendahuluan)
 narratio (pemaparan)
 conformatio (peneguhan)
 reputatio (pertimbangan)
 peroratio (penutup)

Perkembangan selanjutnya penggunaan retorika bukan hanya pidato-pidato, khotbah, ceramah tetapi lebih banyak dipakai untuk menyampaikan hal-hal yang berhubungan dengan negara, dengan masyarakat negara, bahkan hukum negara. Sehingga hal ini di Eropa Continental, terutama di Jerman, perkembangan retorika ini dinamakan Publisistik, sedang untuk Anglo Saxon, terutama Inggris dan Amerika Serikat, digunakan istilah Communication


Dari Retorika Ke Publisistik
Publisistik secara etimologis berasal dari Bahasa Latin kata sifat publicus dan kata benda populus berarti : pertama; ditujukan kepada rakyat; milik negara ataupun atas ongkos negara. Juga kata bantu publice dari kata kerja publicare berarti demi kepentingan negara ataupun atas perintah negara. Akhirnya kata “publicare”mendapat arti : terbuka untuk umum ataupun mengumumkan.
Menurut Onong Uchjana Effendi dalam buku ‘Dimensi-dimensi Komunikasi’ bahwa : “Penyelidikan dan ajaran yang secara khusus memperhatikan masalah umum mengenai pengarahan, penghimpunan, dan pemberian pengaruh secara rokhaniah, merupakan sebuah ilmu yang disebut Publisistik”. (1981 : 3 – 4).
Walter Hagemann mendefinisikan publisistik secara singkat, yaitu : “die Lehre von der offentlichen Aussage aktueller (ajaran tentang pernyataan umum mengenai isi kesadaran yang aktual).”
Adinegoro dalam buku Publisistik Dan Jurnalistik menyatakan bahwa : “Publisistik ialah ilmu pernyataan antar manusia yang secara umum lagi aktuil, dan bertugas menyelidiki secara ilmiah pengaruh pernyaan itu dari mulanya ditimbulkan orang sampai tersiar dalam pers, radio, dan sebagainya serta akibatnya kepada si penerima pernyataan-pernyataan itu.”

Definisi Adinegoro tersebut dijelaskan sebagai berikut :
Ke-1 (genus) : Pernyataan antar manusia
Ke-2 (species) : Pernyataan antar manusia yang bersifat umum lagi aktuil
Ke-3 (differentia specifia) : Pernyataan yang bersifat umum lagi aktuil dalam pers, dalam radio, pidato, dsb.
Ke-4 (accidensproprium) : Pernyataan antar manusia yang bersifat umum lagi aktuil yang bersifat pemberitahuan, penerangan, propaganda, agitasi, reklame, dan penghibur.
Ke-5 (accidens simpliciter) : Pernyataan antar manusia yang bersifat umum lagi aktuil yang terpimpin.

Publisistik secara tradisional berkembang dari akar yang kuat, dari retorika. Setelah ditemukannya alat cetak menyebabkan timbulnya surat kabar, timbullah ilmu yang mempelajari persuratkabaran (di Jerman disebut Zeitungswissenschaft sedang di Inggris Journalism). Perkembangan dari Zeitungswissenschaft / Journalism ke publisistik tersebut disebabkan :
Pertama : Khalayak membutuhkan ilmu pernyataan umum semakin mendesak, ketika munculnya radio dan film sebagai alat pernyataan publisistik baru.
Kedua : objek penyelidikan Zeitungswissenschaft / Journalism gejala surat kabar belum mencapai inti dari segala pernyataan umum yakni fungsi sosial, bahwa alat-alat komunikasi mendukung dan menyatakan segala kesadaran yang disampaikan kepada orang-orang lain dengan tujuan agar orang lain tersebut menjadi sama arah dengan yang menyatakannya.
Publisistik dapat digolongkan menjadi suatu ilmu, karena telah memenuhi syarat sebagai suatu ilmu, telah disusun secara sistematis, mempunyai objek tertentu, mempunyai metoda tertentu dan berlaku universal, serta telah dipraktek semenjak masa Socrates, Plato, Aristoteles, Demonsthenes, Cicero, dan lain-lain.

Perumusan Strategi Komunikasi

Perumusan Strategi Komunikasi
1. Mengenal khalayak
Suatu strategi adalak keseluruhan keputusan kondisional tentang tindakan yang akan dijalankan guna mencapai tujuan. Maka dalam merumuskan strategi komunikasi selain diperlukan perumusan yang jelas, juga harus memperhitungkan kondisi dan situasi khalayak (komunikan). Untuk itulah langkah pertama yang diperlukan adalah mengenal khalayak atau sasaran serta memilih khalayak sesuai situasi dan kondisinya agar dapat melakukan persuasi terhadap khalayak. Khalayak tidak pasif tetapi aktif, sehingga antara komunikator dengan komunikan bukan saja terjadi hubungan tetapi juga saling mempengaruhi. Khalayak dapat dipengaruhi oleh komunikator tetapi komunikator juga dapat dipengaruhi oleh komunikan atau khalayak. Hal ini dapat terjadi jika komunikator dan khalayak mempunyai kepentingan yang sama. Maka komunikator harus menciptakan persamaan kepentingan dengan khalayak dalam pesan, metoda, dan media.
Untuk menciptakan kesamaan kepentingan, komunikator harus memahami kerangka pengalaman dan kerangka referensi khalayak, meliputi :
kondisi kepribadian dan kondisi fisik khalayak :
 Pengetahuan khalayak mengenai pokok persoalan,
 Kemampuan khalayak untuk menerima pesan-pesan lewat media yang digunakan,
 Pegetahuan khayak terhadap perbendaharaan kata-kata yang digunakan,
pengaruh kelompok dan masyarakat serta nilai-nilai dan norma-norma kelompok dan masyarakat yang ada
situasi di mana khalayak itu berada
Kesedian khalayak menerima pengaruh, khususnya innovasi, oleh Schoenfeild diklasifikasikan sebagai berikut :
Innovator ( penemu idea), orang-orang yang kaya akan idea baru yang akan mudah atau sukar menerima idea baru lain.
Early adaptors, orang-orang yang cepat bersedia untuk mencoba apa yang dianjurkan padanya.
Early majority, kelompok orang-orang yang mudah menerima idea-idea baru asal saja sudah diterima oleh orang banyak.
Majority, kelompok orang banyak yang menerima atau menolak idea baru, terbatas pada suatu daerah.
Non-adaptors, oarang-orang yang tidak suka menerima idea baru dan mengadakan perubahan atas pendapatnya semula.

2. Menyusun Pesan
Setelah khalayak dan situasinya diketahui dengan jelas, selanjutnya langkah perumusan strategi komunikasi ialah menyusun pesan, yaitu menentukan tema dan materi dengan orientasi agar mampu membangkitkan perhatian.
Untuk membangkitkan perharian khalayak terhadap pesan yang disampaikan dapat menggunakan AA Procedure/from Attention to Action procedure/AIDDA seperti telah dibabas di muka.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Wilbum Schramm mengajukan syarat-syarat untuk berhasil pesan tersebut sebagai berikut :
Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat menarik perhatian komunikan.
Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju pada pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti.
Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.
Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan komunikan yang layak bagi situasi kelompok dimana komunikan berada pada saat digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.
Hal lain yang menyangkut perhatian khalayak dalam memperoleh pesan berkaitan dengan penggunaan tanda-tanda komunikasi (sign of communication) dan penggunaan media, menurut Wilbum Schramm adalah apa yang disebut :
Availability, yaitu isi pesan mudah diperoleh karena dalam persoalan yang sama orang selalu memilih yang paling mudah.
Contrast, yaitu menunjukkan dalam penggunaan tanda-tanda dan medium memiliki perbedaan yang tajam dengan keadaan sekitarnya, paling menyolok maka akan mudah dicari khalayak.
Dalam menentukan tema dan materi atau isi pesan yang akan dilontarkan kepada khalayak sesuai kondisinya, dapat bersifat :
one side issue, suatu penyajian masalah yang bersifat sepihak, hanya segi positif saja atau hanya segi negatif saja.
both sides issue, suatu permasalahan yang disajikan baik segi negatifnya maupun segi positifnya.
Untuk menentukan mana yang paling efektif dari kedua cara penyajian tersebut telah diteliti oleh Carl I. Hoveland, Arthur A. Limsdale, dan Fred D. Sheffield, yang rekomendasinya bahwa :
Kalau kita mengadakan komunikasi dengan orang-orang yang pada mulanya memang telah berbeda pendapat dengan kita, maka akan lebih efektif bila menggunakan both sides issue.
Kepada orang-orang yang dari mula sudah ada persesuaian pendapat, akan lebih efektif kalau diberikan one side issue.
Kepada orang-orang golongan pelajar, sebaiknya disampaikan both sides issue.
Kepada mereka yang bukan termasuk golongan terpelajar, lebih baik kalau diberikan one side issue.



Menetapkan Metoda
Metoda penyampaian pesan pada sasaran kalau menurut cara pelaksanaannya ada dua bentuk, metoda redundancy (repetition) dan canalizing. Sedangkan kalau menurut bentuk isinya terdapat metoda : informatif, persuasif, edukatif, dan kursif.
Redundancy (repetition), cara mempengaruhi khalayak dengan jalan mengulang-ulang pesan pada khalayak. Dengan alasan daya kapasitas manusia dalam menerima stimuli (decoding effeciency), serta supaya pengulangan tidak kehilangan magisnya dan terjadi titik kekenyangan (saturation point) maka pengulangan harus sederhana diantara yang minimum dan yang maksimum.serta dengan variasi-variasi yang menarik.
Canalizing, yaitu komunikator menyediakan saluran-saluran tertentu untuk menguasai motif-motif yang ada pada diri khalayak, dalam hal ini pada permulaan supaya khalayak menerima pesan yang dilontarkan padanya kemudian secara perlahan-lahan dirubah pola peikirannya dan sikapnya ke arah yang kita kehendaki. Komunikator memulai komunikasinya dimana khalayak itu berada (start where the audience) kemudian diubah sedikit demi sedikit ke arah tujuan.
Informatif, ditujukan pada penggunaan akal pikiran khalayak, dan dilakukan dalam bentuk pernyataan berupa : keterangan, penerangan, berita dan sebagainya.
Persuasif, mempengaruhi khalayak dengan jalan dibujuk yaitu digugah pikiran dan perasaannya untuk bertindak seperti yang kita harapkan. Hal tersebut ditentukan oleh kecakapan untuk mengsugestikan atau menyarankan sesuatu kepada komunikan (sugestivitas) dan komunikan sendiri diliputi oleh keadaan mudah untuk menerima pengaruh (sugestibilitas). Sugesti dipermudah dengan jalan :
menghambat (inhibition)
memecah belah (dissocation) proses berpikirnya; karena : kelelahan dan perangsang-perangsang emosional.
Edukatif. Mendidik berarti memberikan sesuatu idea kepada khalayak apa sesungguhnya, berdasarkan fakta-fakta, pendapat dan pengalaman yang dapat dipertanggungjawabkan dari segi kebenarannya, dengan disengaja, teratur dan berencana, dengan tujuan mengubah tingkah laku manusia ke arah yang diinginkan.
Kursif, mempengaruhi khalayak dengan jalan memaksa tanpa diberi kesempatan berpikir untuk menerima gagasan-gagasan / idea-idea yang dilontarkan yang biasanya dimanifestasikan dalam bentuk paraturan-peraturan, perintah-perintah, dan intimidasi-intimidasi, dan biasanya dibelakang berdiri kekuatan yang tangguh.

Minggu, 01 Juni 2008

STRATEGI KOMUNIKASI

STRATEGI KOMUNIKASI

A. Pengertian Strategi Komunikasi
Keberhasilan kegiatan komunikasi secara efektif banyak ditentukan oleh penentuan strategi komunikasi. Di lain pihak jika tidak ada strategi komunikasi yang baik efek dari proses komunikasi (terutama komunikasi media massa) bukan tidak mungkin akan menimbulkan pengaruh negatif. Sedangkan untuk menilai proses komunikasi dapat ditelaah dengan menggunakan model-model komunikasi. Dalam proses kegiatan komunikasi yang sedang berlangsung atau sudah selesai prosesnya maka untuk menilai keberhasilan proses komunikasi tersebut terutama efek dari proses komunikasi tersebut digunakan telaah model komunikasi.
Menurut Onong Uchjana Effendi dalam buku berjudul “Dimensi-dimensi Komunikasi” menyatakan bahwa :
“.... strategi komunikasi merupakan panduan dari perencanaan komunikasi (communication planning) dan manajemen (communications management) untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukkan bagaimana operasionalnya secara taktis harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu tergantung dari situasi dan kondisi”. (1981 : 84).

Selanjutnya menurut Onong Uchjana Effendi bahwa strategi komunikasi terdiri dari dua aspek, yaitu :
Secara makro (Planned multi-media strategy)
Secara mikro (single communication medium strategy)
Kedua aspek tersebut mempunyai fungsi ganda, yaitu :
Menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif dan instruktif secara sistematis kepada sasaran untuk memperoleh hasil yang optimal.
Menjembatani “cultural gap” , misalnya suatu program yang berasal dari suatu produk kebudayaan lain yang dianggap baik untuk diterapkan dan dijadikan milik kebudayaan sendiri sangat tergantung bagaimana strategi mengemas informasi itu dalam dikomunikasiknnya. (1981 : 67)

Sedangkan menurut Anwar Arifin dalam buku ‘Strategi Komunikasi’ menyatakan bahwa : Sesungguhnya suatu strategi adalah keseluruhan keputusan kondisional tentang tindakan yang akan dijalankan, guna mencapai tujuan. Jadi merumuskan strategi komunikasi, berarti memperhitungkan kondisi dan situasi (ruang dan waktu) yang dihadapi dan yang akan mungkin dihadapi di masa depan, guna mencapai efektivitas. Dengan strategi komunikasi ini, berarti dapat ditempuh beberapa cara memakai komunikasi secara sadar untuk menciptakan perubahan pada diri khalayak dengan mudah dan cepat. (1984 :10)

B. Teori Dalam Strategi Komunikasi
Dalam hal strategi dalam bidang apa pun tentu harus didukung dengan teori. Begitu juga pada strategi komunikasi harus didukung dengan teori, dengan teori merupakan pengetahuan mendasar pengalaman yang sudah diuji kebenarannya. Karena teori merupakan suatu statement (pernyataan) atau suatu konklusi dari beberapa statement yang menghubungkan (mengkorelasikan) suatu statement yang satu dengan statement lainnya.
Dari sekian banyak teori komunikasi yang dikemukakan oleh para ahli, untuk strategi komunikasi yang memadai adalah teori dari seorang ilmuan politik dari Amerika Serikat yang bernama Harold D. Lasswell yang menyatakan bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan kegiatan komunikasi atau cara untuk menggambarkan dengan tepat sebuah tindak komunikasi ialah menjawab pertanyaan “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect ? (siapa mengatakan apa dengan cara apa kepada siapa dengan efek bagaimana)”.
Kalau diuraikan Formula Lasswell tersebut dapat dilihat pada skema yang digambarkan oleh Denis Mc Quail dan Sven Windahl sebagai berikut :



Telaah komunikator meliputi analisis hal-hal sebagai berikut :
Sejauhmana si komunikator mempunyai percaya diri (self confident). Dikarenakan dalam Komunikasi Interpersonal ciri/karakteristiknya yang pertama dimulai dari diri sendiri maka komunikator harus percaya pada kemampuannya sendiri untuk melakukan relasi Komunikasi Interpersonal.
Bahagian dari peraya diri pada komunikator adalah penguasaan meteri/pengetahuan yang mendalam tentang hah-hal dari isi pesan yang akan di-reciever-kan (disampaikan).
Sejauhmana komunikator mengendalikan transaksional, yaitu ketika bertemu dan berkenalan dengan komunikan maka komunikator sudah mempunyai persepsi mengenai identitas dan kepribadian komunikan. Untuk selanjutnya maka komunikator harus tetap mengendalikan identitas dan kepribadian komunikan seperti semula.
Memelihara relasi, yaitu memelihara hubungan dengan komunikan dengan mengatur jarak duduk atau dengan tetap memperhatikan pandangan pada wajah komunikan.
Selanjutnya mengenai telaah atau analisis pesan, komunikan, dan media sudah dibahas di muka pada Bab Proses Komunikasi pasal mengenai Mewujudkan Proses Komunikasi Yang Effektif.
Formula dari Lasswell tersebut termasuk dalam katagori model-model dasar dalam stretegi komunikasi. Formula sederhana ini telah digunakan dengan berbagai cara, terutama untuk mengatur dan mengorganisasikan dan membentuk struktur tentang proses komunikasi.
Formula Laswell menunjukkan kecenderungan-kecenderungan awal model-model komunikasi, yaitu menganggap bahwa komunikator pasti mempunyai “receiver” (penerima) dan karenanya komunikasi harus semata-mata dianggap sebagai proses persuasif. Juga selalu dianggap bahwa pesan-pesan itu pasti ada efeknya.
Formula Lasswell tersebut mengandung banyak keterkaitan dengan teori-teori lain seperti diungkapkan oleh Melvin L . De Fleur yang dikutip oleh Onong Uchjana Effendi dalam buku ‘Dimensi-dimensi Komunikasi’, bahwa ada empat teori :
Individual Differences Theory, bahwa khalayak sebagai komunikan secara selektif psikologis memperhatikan suatu pesan komunikasi jika berkaitan dengan kepentingannya, sesuai sikap, kepercayaan, dan nilai-nilainya.
Sicial Catagories Theory, bahwa meskipun masyarakat modern sifatnya heterogen namun orang-orang yang mempunyai sifat yang sama akan memilih pesan komunikasi yang kira-kira sama dan akan memberikan tanggapan yang kira-kira sama pula.
Social Relationship Theory, bahwa walaupun pesan komunikasi hanya sampai pada seseorang tapi kalau seseorang tersebut sebagai pemuka pendapat (opinion leader), maka informasi isi pesan tersebut akan diteruskan kepada orang lainnya bahkan juga menginterpretasikannya. Berarti opinion leader tadi mempunyai pengaruh pribadi (personal influence) yang merupakan mekanisme penting dapat merubah pesan komunikasi).
Cultural Norms Theory, bahwa melalui penyajian yang selektif dan penekanan pada tema tertentu media massa menciptakan kesan-kesan pada khalayak bahwa norma-norma budaya yang sama mengenai topik-topik tertentu dibentuk dengan cara-cara khusus dengan batas-batas situasi perorangan, yaitu ada tiga :
a. reinforce existing patterns, bahwa pesan komunikasi dapat memperkuat pola-pola yang sudah ada dan mengarahkan orang-orang untuk peraya bahwa suatu bentuk sosial dipelihara oleh masyarakat.
b. create new shared convictions, bahwa media massa dapat menciptakan keyakinan baru mengenai suatu topik yang dengan topik tersebut khalayak kurang berpengalaman sebelumnya.
c. change existing norms, bahwa media massa dapat merubah norma-norma yang sudah ada dan karenanya dapat merubah tingkah laku orang-orang. (1981 : 69).

Selanjutnya strategi komunikasi harus juga meramalkan efek komunikasi yang diharapkan, yaitu dapat berupa :
menyebarkan informasi
melakukan persuasi
melaksanakan intruksi
Dari efek yang diharapkan tersebut dapat ditetapkan bagaimana cara berkomunikasi (how to communicate), dapat dengan :
komunikasi tatap muka (face to face communication), dipergunakan apabila kita mengharapkan efek perubahan tingkah laku (behaviour change) dari komunikan karena sifatnya lebih persuasif
komunikasi bermedia (mediated communication), dipergunakan lebih banyak untuk komunikasi informatif dengan menjangkau lebih banyak komunikan tetapi sangat lemah dalam hal persuasif.
Dalam strategi komunikasi peranan komunikator sangatlah penting, itulah sebabnya strategi komunikasi harus luwes supaya komunikator sebagai pelaksana dapat segera mengadakan perubahan bila dalam pelaksanaan menemui hambatan. Salah satu upaya untuk melancarkan komunikasi yang lebih baik mempergunakan pendekatan A-A Procedure (from Attention to Action Procedure) dengan lima langkah yang disingkat AIDDA.
A Attention (perhatian)
I Interest (minat)
D Desire (hasrat)
D Decision (keputusan)
A Action (kegiatan)
Dimulainya komunikasi dengan membangkitkan perhatian akan menjadikan suksesnya komunikasi. Setelah perhatian muncul kemudian diikuti dengan upaya menumbuhkan minat yang merupakan tingkatan lebih tinggi dari perhatian. Minat merupakan titik pangkal untuk tumbuhnya hasrat. Selanjutnya seorang komunikator harus pandai membawa hasrat tersebut untuk menjadi suatu keputusan komunikan untuk melakukan suatu kegiatan yang diharapkan komunikator.
Hambatan Dalam Proses Komunikasi

Melakukan komunikasi yang efektif tidaklah mudah. Beberapa ahli menyatakan bahwa tidak ada proses komunikasi yang sebenar-benarnya efektif, karena selalu terdapat hambatan. Hambatan komunikasi pada umumnya mempunyai dua sifat berikut ini :

a. Hambatan yangbersifat objektif, yaitu hambatan terhadap proses komunikasi yang tidak disengaja dibuat oleh pihak lain tetapi lebih disebabkan oleh keadaan yang tidak menguntungkan. Misalnya karena cuaca, kebisingan kalau komunikasi di tempat ramai, waktu yang tidak tepat, penggunaan media yang keliru, ataupun karena tidak kesamaan atau tidak “in tune” dari frame of reference dan field of reference antara komunikator dengan komunikan.

Hambatan yang bersifat subjektif, yaitu hambatan yang sengaja di buat orang lain sebagai upaya penentangan, misalnya pertentangan kepentingan, prasangka, tamak, iri hati, apatisme, dan mencemoohkan komunikasi.
Sedangkan kalau diklasifikasikan hambatan komunikasi meliputi :
Gangguan (Noises), terdiri dari :

 Gangguan mekanik (mechanical/channel noise), yaitu gangguan disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik.
 Gangguan semantik (semantic noise), yaitu bersangkutan dengan pesan komunikasi yang pengertiannya menjadi rusak. Lebih banyak kekacauan penggunaan bahasa, pengertian suatu istilah atau konsep terdapat perbedaan antara komunikator dengan komunikan.
 Gangguan personal (personnel noise), yaitu bersangkutan dengan kondisi fisik komunikan atau komunikator yang sedang kelelalahan, rasa lapar, atau sedang ngantuk. Juga kondisi psikologis, misalnya tidak ada minat, bosan, dan sebagainya.
 Kepentingan (Interest)
Interest akan membuat seseorang selektif dalam menanggapi atau menghayati suatu pesan. Orang akan memperhatikan perangsang yang ada kaitannya dengan kepentingannya. Kepentingan bukan hanya mempengaruhi perhatian kita tetapi juga menentukan daya tanggap, perasaan, pikiran, dan tingkah laku yang akan merupakan sikap reaktif terhadap segala perangsang yang tidak bersesuaian atau bertentangan dengan suatu kepentingan.

Motivasi
Motif atau daya dorong dalam diri seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginan, kebutuhan dan kekurangannya. Pada umumnya motif seseorang berbeda-beda jenis maupun intensitas dengan yang lainnya, termasuk intensitas tanggapan seseorang terhadap suatu komunikasi. Semakin komunikasi sesuai motivasinya semakin besar kemungkinan komunikasi itu dapat diterima dengan baik oleh pihak komunikan.

Prasangka (Prejudice)
Sikap seseorang terhadap sesuatu secara umum selalu terdapat dua alternatif like and dislike, atau pun simpati dan tidak simpati. Dalam sikap negatif (dislike juga tidak simpati) termasuk prasangka yang akan melahirkan curiga dan menentang komunikasi. Dalam prasangka emosi memaksa seseorang untuk menarik kesimpulan atas dasar stereotif (tanpa menggunakan pikiran rasional). Emosi sering membutakan pikiran dan pandangan terhadap fakta yang nyata, tidak akan berpikir secara objektif dan segala yang dilihat selalu akan dinilai negatif.

Evasi Komunikasi
Evasion of communication adalah gejala mencemoohkan dan mengelakkan suatu komunikasi untuk kemudian mendiskreditkan atau menyesatkan pesan komunikasi.
Menurut E. Cooper dan M. Johada yang dikutip oleh Onong Uchjana Effendi dalam buku “Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi” menyatakan beberapa jenis evasi :
Menyesatkan pengertian (understanding derailed), contoh : Apabila seorang mahasiswa menyerukan pada teman-temannya untuk meningkatkan prestasi belajar dengan jalan rajin masuk kuliah, rajin membaca, dan menghormati dosen. Maka komunikasinya oleh mahasiswa lain mungkin akan diangggap sebagai usaha mencari muka.

Mencacadkan pesan komunikasi (message made invalid), contoh : Apabila seorang siswa A tidak disenangi oleh siswa B, C, D, dan E. Ketika B melihat A sedang dinasehati guru BP, maka B mengatakan pada C bahwa A sedang dimarahi Guru BP. C mungkin mengatakan pada D bahwa A sedang dimaki-maki Guru BP. Dan D mengatakan pada E bahwa A diskor oleh Guru BP.

Mengubah kerangka referensi (changing frame of reference), menunjukkan seseorang yang menggapi komunikasi dengan diukur oleh kerangka referensi sendiri, menurut seleranya sendiri tanpa memperhatikan kerangka referensi orang yang akan diberikan pesan tersebut.

Pendekatan khalayak berbeda

Untuk jelasnya situasi khalayak dan pendekatan yang dapat dilakukan komunikator dapat dilihat pada tabel berikut :



Selain harus dapat memahami komunikan, komunikator juga terdapat dua faktor penting yang menentukakan komunikator, yaitu :

Kepercayaan pada komunikator (source credibility)
Daya tarik komunikator (source attractiveness)
Source credibility dan source attractiveness berdasarkan posisi komunikan yang akan menerima pesan, jika :

Hasrat seseorang untuk memperoleh suatu pernyataan yang benar; maka komunikator akan mendapat kualitas komunikasinya sesuai dengan kualitas sampai di mana ia memperoleh kepercayaan dari komunikan dan apa yang dinyatakannya.
Hasrat seseorang untuk menyamakan diri dengan komunikator atau bentuk hubungan lainnya dengan komunikator yang secara emosional memuaskan; jadi komunikator akan sukses dalam komunikasinya, bila komunikator berhasil memikat perhatian komunikan.

Source credibility, yaitu kepercayaan kepada komunikator ditentukan oleh keahliannya dan dapat tidaknya ia dipercaya. Kepercayaan kepada komunikator mencerminkan bahwa pesan yang diterima komunikan dianggap benar dan sesuai dengan kenyataan empiris. Untuk memperoleh kepercayaan yang sebesar-besarnya komunikator bukan saja harus mempunyai keahlian, mengetahui kebenaran, tetapi juga cukup objektif dalam memotivasikan apa yang diketahuinya. Adapun pengaruh kepercayaan pada komunikator, adalah :
Kepercayaan yang besar akan dapat meningkatkan daya perubahan sikap komunikan. Lebih dikenal dan disayanginya komunikator oleh komunikan maka lebih cenderung komunikan untuk merubah kepercayaannya ke arah yang dikehendaki komunikator.

Pesan yang dikomunikasikan mempunyai daya pengaruh yang lebih besar apabila komunikator dianggap sebagai seorang ahli (baik ahli khusus, ahali umum, ahli karena status sosial, atau ahli karena profesi).

Source attractiveness, seorang komunikator akan mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan sikap melalui mekanisme daya tarik. Misalnya komunikator dapat disenangi atau dikagumi sedemikian rupa, sehingga komunikan akan menerima kepuasan dari usaha menyamakan diri dengan komunikator dan melalui kepercayaan yang diberikan.

Analisis Khalayak



Penggunaan analisis tersebut secara tepat dan efektif sangat penting dalam proses adaptasi khalayak. Hasil dari analisis khalayak akan memberikan dua jenis informasi yang sangat penting :
Informasi untuk membantu memahami keadaan dan sikap khalayak yang berhubungan dengan posisi komunikator;
Informasi untuk membantu perubahan pada khalayak sebagai hasil komunikasi yang dilakukan komunikator.

Dari tabel Langkah-langkah Penganalisisan Khalayak tersebut Gerard Hauser telah memperjelas penggunaan dan pembatasan analisis khalayak ketika ia menggarisbawahi keempat situasi yang dapat dihadapi komunikator, yaitu :
Situasi pertama, khalayak memiliki kemampuan menghasilkan perubahan dan minat dalam menengahi perubahan. Pada situasi ini sangat tepat bagi komunikator untuk membujuk khalayak untuk berubah. Keberhasilan komunikator sebagai pembicara dengan khalayak bergantung kepada berhasil tidaknya adaptasi.

Situasi kedua, khalayak mampu melakukan perubahan tetapi kurang berminat melakukannya. Pada situasi ini komunikator dapat berhasil hanya melalui “pembangkitan minat” khalayak untuk melakukan sesuatu mengenai situasi.
Situasi ketiga, khalayak menginginkan perubahan tetapi kurang mampu melaksanakannya. Komunikator hanya dapat mengarahkan perubahan masa depan yang memungkinkan dengan keadaan yang berbeda dari keadaan yang sekarang dialami khalayak.

Situasi keempat, khalayak tidak berminat melakukan perubahan bahkan juga tidak memiliki kemampuan untuk itu. Dalam hal ini komunikator tidak tepat melakukan persuasi.

Proses Komunikasi Efektif

Mewujudkan Proses Komunikasi Efektif

Bagaiman efek suatu proses komunikasi pada seseorang. Terhadap pesan yang dikomunikasikan bagaimana efeknya dapat diramalkan bagaimana timbul pada komunikan. Upaya untuk hal tersebut dengan menciptakan “the condition of success in communication”, yakni kondisi yang harus dipenuhi kika menginginkan suatu pesan dapat membangkitkan tangggapan yang kita kehendaki. Kondisi tersebut adalah :
- Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat menarik perhatian komunikan.
- Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju pada pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti.
- Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.
- Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan komunikan yang layak bagi situasi kelompok dimana komunikan berada pada saat digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.

Selanjutnya seorang komunikator harus meneliti sedalam-dalamnya tujuan komunikan (know your audience) meliputi hal-hal :
 Waktu yang tepat untuk suatu pesan
 Bahasa yang harus dipergunakan agar pesan dapat dimengerti
 Sikap dan nilai yangharus ditampilkan agar efektif
 Jenis kelompok di mana komunikasi akan dilaksanakan

Perlu juga diperhatikan bahwa komunikan dapat dan akan menerima sebuah pesan jika terdapat kondisi berikut secara simultan : Komunikan dapat dan benar-benar mengerti pesan komunikasi. Pada saat komunikan mengambil keputusan, komunikan sadar bahwa keputusannya itu sesuai dengan tujuannya. Pada saat komunikan mengambil keputusan, komunikan sadar bahwa keputusan itu bersangkutan dengan kepentingan pribadinya. Komunikan mampu untuk menepati baik secara mental maupun secara fisik. Selanjutnya fakta fundamental yang harus diperhatikan oleh komunikator, bahwa :

Komunikan terdiri dari berbagai orang yang saling berinteraksi satu sama lain dalam suatu jaringan pranata sosial, maka setiap orang merupakan subjek bagi berbagai pengaruh diantaranya adalah pengaruh dari komunikator.

Komunikan membaca, mendengarkan, menonton komunikasi yang menyajikan pandangan hubungan pribadi yang mendalam. Tanggapan yang diinginkan komunikator dari komunikan harus menguntungkan bagi komunikan, jika tidak komunikan tidak akan memberikan tanggapan.
Kalau khalayak telah kita ketahui selanjutnya menentukan langkah-langkah penganalisisan khalayak seperti digambarkan oleh Dan B. Curtis dkk. sebagai berikut :

Empathy

Empathy

Seperti telah diungkapkan di atas salah satu upaya untuk mengatasi heterophily adalah dengan berusaha menumbuhkan emphaty. Tetapi dalam hal ini menumbuhkan emphaty dalam diri komunikator atau change agent mungkin akan mudah, tetapi bagi komunikan dalam menumbuhkan emphaty ini tidaklah mudah memerlukan upaya pendidikan komprehensif yang memakan waktu yang cukup lama.

Everett M. Rogers & Dilip K. Bhowmik mendefinisikan emphaty sebagai kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan orang lain.
Menurut Sigmund Freud bahwa : “Empathy dianggap sebagai memahami orang lain yang tidak mempunyai arti emosional bagi kita”.

Kemudian menurut Stotland Dunn, Zender, dan Natsoulas menyatakan bahwa : “Emphaty sebagai keadaan ketika pengamat bereaksi secara emosional karena ia menanggapi orang lain mengalami atau siap mengalami suatu emosi”.

Sedangkan menurut Milton J. Bennett menyatakan bahwa : “imaginative intellectual and emotional participation in another person’s experience” (ikut serta secara emosional dan intelektual dalam pengalaman orang lain).
Menurut Jalaludin Rakhmat bahwa :
“Pengertiam empati dapat dikontraskan dengan pengertiam simpati. Dalam simpati kita menempatkan diri kita secara imajinatif pada posisi orang lain. Bila saya melihat anda menangis karena kehilangan kekasih anda, saya mencoba membayangkan perasaan saya bila saya juga kehilangan kekasih. Saya beranggapan anda pun mempunyai perasaan seperti perasaan saya. Dalam empati, kita tidak menempatkan diri kita pada posisi orang lain; kita ikut serta secara emosional dan intelektual dalam pengalaman orang lain. Berempati artinya membayangkan diri kita pada kejadian yang menimpa orang lain. Dengan empati kita berusaha melihat seperti orang lain melihat, merasakan seperti orang lain merasakannya.” (1985 : 166).

Apabila komunikator atau komunikan atau pun kedua-duanya (dalam situasi heterophily) mempunyai kemampuan untuk melakukan emphaty satu sama lain maka kemungkinan besar akan dapat terdapat komunikasi yang efektif.

Bagi seorang change agent atau seorang komunikator jika berusaha sedapat mungkin mengetahui bagaimana perasaan orang lain dalam situasi dan dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain itu, maka kemungkinan sekali dapat menyampaikan pesan yang tepat kepada komunikan.

Jadi dengan demikian jika seorang komunikator mempunyai emphaty yang mendalam dengan komunikan yang heterophilous, maka komunikator dan komunikan benar-benar berada dalam situasi homophilous dalam pengertian sosio-psikologis.
Oleh karena itu maka pembahasan terdahulu mengenai heterophily dan komunikasi yang tidak efektif menghendaki modifikasi sebagai berikut : komunikasi heterophilous kurang efektif dibandingkan dengan komunikasi homophilous, kecuali kalau komunikator mempunyai derajat emphaty yang tinggi dengan komunikan.

Komunikan akan lebih mudah menerima pesan komunikator bila ia memandang ada banyak kesamaan diantara keduanya. Hal ini telah dibuktikan dalam penelitian Everett M. Rogers yang selanjutnya telah membedakan antara kondisi homophily dan heterophily. Pada kondisi homophily antara komunikator dan komunikan merasakan adanya kesamaan dalam status sosial ekonomi, pendidikan, sikap, dan kepercayaan. Pada kondisi heterophily terdapat perbedaan status sosial ekonomi, pendidikan, sikap, dan kepercayaan antara komunikator dan komunikan . Komunikasi akan lebih efektif pada kondisi homophily dari pada kondisi heterophily.

Penelitian Rogers tersebut berasal dari penelitian sosiologis yang dilakukan Stotland Dunn, Zender, dan Natsoulas yang semuanya berkesimpulan bahwa orang mudah berempati dan merasakan perasaan orang lain yang dipandangnya sama dengan mereka. Juga menunjukkan bahwa kesamaan antara komunikator dan komunikan memudahkan terjadinya perubahan pendapat.

Oleh karena itu dalam Komunikasi, komunikator yang ingin mempengaruhi orang lain sebaiknya memulai dengan menegaskan kesamaan antara dirinya dengan komunikan. Upaya untuk menegaskan kesamaan antara komunikator dan komunikan ini oleh Kenneth Burke disebut sebagai “strategy of identification”, sedangkan Herbert W. Simons menyebutnya sebagai “establishing common grounds”. Upaya mempersamakan antara komunikator dan komunikan dengan menegaskan persamaan dalam kepercayaan, sikap, maksud, dan nilai-nilai sehubungan dengan suatu persoalan. Hal ini oleh Simons disebut sebagai kesamaan disposisional (dispositional similarity).

Misalnya seorang PLKB supaya upaya memasyarakatkan Keluarga Berencana pada kelompok masyarakat desa yang sangat kental nilai-nilai tradisionalnya maka dia dapat memulai dengan menegaskan bahwa ia, seperti pendengar, mengharapkan kesejahteraan keluarga, masa depan yang lebih baik, dan dapat menyekolahkan anak-anaknya pada jenjang pendidikan tertinggi. Kemudian apabila berhadapan dengan kelompok (aliran) agama tertentu maka ia menyatakan sama aliran agamanya sama dengan pendengar. Dalam hal ini petugas PLKB tersebut menggunakan kesamaan keanggotaan kelompok (membership group similarity).

Komunikator yang dipersepsi memiliki kesamaan dengan komunikan cenderung dapat berkomunikasi lebih efektif. Hal ini alasannya menurut Herbert W. Simons karena empat faktor, yaitu :
Kesamaan mempermudah proses penyandian (decoding), yakni menterjemahkan lambang-lambang yang diterima menjadi gagasan-gagasan. Misal bila seorang sarjana administrasi melakukan Komunikasi Interpersonal pada sarjana administrasi lainnya maka dengan mudah menangkap arti dari kata-kata dan kalimat yang disampaikan. Tetapi apabila seorang dokter mengadakan Komunikasi Interpersonal pada sarjana administrasi tentu banyak kata-kata dan kalimat yang tidak dimengerti. Rogers dan Bhowmik menyatakan bahwa : “interaksi heterophilious (diantara pihak-pihak yang berbeda) cenderung memerlukan usaha yang lebih berat, menimbulkan distorsi .pesan, penyampaian yang terhambat, dan pembatasan pada saluran komunikasi).

Kesamaan membantu membangun premis yang sama untuk mempermudah proses deduktif. Dalam hal ini berarti bila kesamaan disposisional relevan dengan topik persuasi, maka komunikan akan terpengaruh oleh komunikator.

Kesamaan menyebabkan komunikan tertarik pada komunikator. Kebanyakan orang cenderung menyukai orang-orang yang memiliki kesamaan disposisional dengan orang tersebut tadi, Sehingga hal ini kalau dalam proses Komunikasi Interpersonal komunikan akan tertarik pada komunikator dan komunikan tersebut cenderung menerima gagasan-gagasan komunikator.

Kesamaan menumbuhkan rasa hormat dan percaya pada komunikator. Walau dalam hal ini belum dibuktikan secara meyakinkan dalam penelitian, Simons hanya menyatakan ada hubungan positif antara kesamaan dengan rasa percaya dan hormat, tetapi hubungannya lemah. Tetapi pada penelitian yang dilakukan oleh Elaine, Walster, Darcy Abrams dan Elliott Aronson membuktikan bahwa : “komunikator yang tidak menarik, tidak bermoral, dan tidak memiliki keahlian masih dapat melakukan komunikasi yang efektif, bila .......”. Maksudnya bila orang yang tidak menarik ini mengemukakan argumen yang bertentangan dengan kepentingan dirinya.

Teori Paul Lazarsfeild
Menurut Paul Lazarsfeild bahwa : “homophily dapat merupakan hasil dari interaksi atau merupakan dasar bagi pemilihan untuk berinteraksi”.
Lazarsfeild dan Merton telah mengadakan penelitian mengenai pemilihan Presiden Amerika Serikat Tahun 1940. Dari hasil penelitian itu disimpulkan bahwa : “perubahan dalam tujuan memilih telah mempertinggi homoginitas kelompok ... Mayoritas pemilih yang sama sekali berubah ternyata telah berubah menuju arah pilihan kelompok sosial mereka”.

Heterophily

Heterophily

Istilah heterophily merupakan kebalikan dari homophily. Heterophily adalah suatu keadaan gambaran derajat pasangan orang-orang yang berinteraksi dalam proses komunikasi yang berbeda dalam sifat-sifat tertentu.

Faktor yang menyebabkan terjadinya heterophily adalah karena ada perubahan dan perkembangan masyarakat yang menyebabkan banyak nilai-nilai berubah tapi ada yang tetap mempertahankan nilai lama. Disamping itu perkembangan masyarakat tersebut tidak memberikan kesempatan yang merata bagi seluruh anggota masyarakatnya dalam hal pendidkan maupun peningkatan penghasilan, hanya untuk orang-orang yang mempunyai potensi dan pandai memanfaatkan peluang dan kesempatan saja.

Orang yang mengingkari homophily dan berusaha untuk berkomunikasi dengan orang yang berbeda dengannya dapat dikecewakan oleh komunikasi yang efektif. Misalnya seorang change agent pada penduduk petani di negara-negara yang sedang berkembang menjumpai masalah-masalah yang disebabkan komunikasi dengan penduduk yang jauh berbeda dengannya. Perbedaan dalam kemampuan teknis, status sosial, sikap, dan kepercayaan, kesemuanya itu menyebabkan adanya heterophily dalam bahasa dan pengertian, yang selanjutnya menyebabkan pesan yang disampaikan kepada mereka diabaikan.

Heterophily seperti tersebut di atas seringkali menjurus ke komunikasi yang tidak efektif antara komunikator dan komunikan, antara change agent dengan penduduk, dan juga menyebabkan gagalnya suatu kampanye penyebaran inovasi. Salah satu akibat dari heterophily yang tinggi derajatnya dalam penyebaran adalah bahwa change agent cenderung untuk berinteraksi paling efektif dengan penduduk yang secara relatif sangat menyamai change agent dalam daya pembaharuan, status sosial, dan kepercayan.

Untuk menjembatani jurang heterophily antara change agent dan penduduk maka change agent harus mengkonsentrasikan uasahanya terlebih dahulu pada pemuka pendapat (opinion leader). Tetapi jika pemuka pendapat tadi terlalu berdaya-inovasi maka heterophily (dan komunikasi yang mengikutinya) kini terdapat antara pemuka pendapat dengan penduduknya. Hal lainnya untuk mengatasi heterophily tersebut adalah dengan berusaha menumbuhkan emphaty.

Homophily

Homophily

Secara etimologis istilah homophily berasal dari Bahasa Yunani “homoios” yang berarti “sama”. Maka pengertian harfiah homophily berarti komunikasi dengan orang yang sama.

Homophily adalah suatu keadaan yang menggambarkan derajat pasangan perorangan yang berinteraksi yang memiliki kesamaan dalam sifat (attribute), seperti dalam kepercayaan, nilai, pendidikan, status sosial, dan sebagainya.

Dalam suatu situasi orang-orang yang saling berinteraksi yang komunikator bebas memilih seseorang dari sejumlah komunikan, maka akan terdapat kecenderungan yang kuat untuk memilih komunikan yang lebih menyamai si komunikator.

Hal tersebut di atas sesuai dengan pendapat Homans yang mengemukakan bahwa : “lebih dekat kesamaannya sejumlah orang dalam tingkatan sosial, lebih sering mereka berinteraksi satu sama lain”.

Yang menyebabkan terjadinya homophily adalah sebagai berikut :
• Orang-orang yang sama lebih mungkin termasuk kelompok yang sama
• Berdiam lebih berdekatan satu sama lain
• Tertarik oleh kepentingan yang sama

Seterusnya komunikasi yang lebih efektif terjadi apabila komunikator dan komunikan berada dalam keadaan homophily. Jika antara komunikator dan komunikan terdapat persamaan dalam pengertian, sikap, dan bahasa, maka komunikasi di antara mereka itu akan lebih efektif. Malahan kesamaan antara orang-orang itu menimbulkan kemungkinan untuk berkomunikasi, dan malahan pada gilirannya lebih besar kemungkinan komunikasi menjadi lebih berarti. Kebanyakan orang menyenangi interaksi dengan orang yang benar-benar sama dalam status sosial, pendidikan, kepercayaan, dan sebagainya.

Homophily dan komunikasi efektif sering memperkuat satu sama lain. Lebih sering berkomunikasi, lebih besar kemungkinan untuk menjadi homophily. Lebih bersifat homophily, lebih besar kemungkinan untuk berkomunikasi secara efektif.
Penduduk yang lebih mempunyai homophily akan memudahkan bagi change agent ataupun opinions leader yang hanya sedikit usaha diperlukan dibandingkan dengan penduduk yang terbelakang dan status sosialnya lebih rendah.

Dalam suatu sistem, homophily dapat menjadi rintangan bagi lajunya pembaharuan yang cepat idea-idea baru biasanya masuk melalui anggota-anggota masyarakat yang statusnya lebih tinggi dan lebih berdaya inovasi. Jika terdapat homophily yang bertaraf tinggi, orang-orang elite ini terutama berinteraksi dengan sesamanya; hanya sedikit saja penemuan baru yang sampai pada penduduk non-elite.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan Rogers dan Svenning berkesimpulan bahwa desa-desa tradisional di Columbia ditandai oleh homophily dalam penyebaran antara pribadi (interpersonal diffusion) yang bertaraf lebih tinggi. Hanya bila norma-norma desa menjadi lebih modern, penyebaran menjadi lebih heterophilous.

Santi Prya Bose telah mengadakan penelitian pada tahun 1967 di India menjumpai adanya homophily yang bertaraf sangat tinggi pada penduduk desa di India berdasarkan kasta, pendidikan, dan ukuran kebun yang dimiliki. Tetapi dekat Calcuta kasta tidak begitu penting bagi pola interaksi; sebaliknya pendapatan (upah/Gaji) yang sangat penting. Dengan demikian ciri yang pasti dalam hubungan dengan homophily ini variasi dengan sifat sistem masyarakat dan dengan sifat inovasi.

Selanjutnya hasil penelitian Everett M. Rogers dan Dilip K. Bhowmik menyatakan bahwa : “sistem yang lebih tradisional ditandai oleh derajat homophily yang lebih tinggi dalam komunikasi antar pribadi dan kalau norma-norma desa yang menjadi lebih modern menjadi lebih bersifat heterophily”.

Greater Accuracy

Masalah Greater Accuracy

Seperti telah dikemukakan, Komunikasi yang efektif dapat dicapai dengan mengusahakan ketepatan (accuracy) yang paling tinggi derajatnya antara komunikator dengan komunikan dalam setiap situasi. Istilah ketepatan yang digunakan tersebut di atas adalah “ketepatan yang lebih besar” (greater accuracy) bukan istilah “ketepatan yang menyeluruh” (total accuracy), karena untuk memperoleh ketepatan seratus persen antara komunikator dengan komunikan tidak akan mungkin tercapai atau tidak akan mungkin terjadi.

Total accuracy dalam komunikasi menghendaki komunikator dan komunikan mempunyai pengalaman yang benar-benar sama dalam semua hal yang dibicarakan. Kalau antara komunikator dan komunikan pengalaman dalam sesautu hal yang dibicarakan benar-benar sama maka mereka akan mempunyai pengertian yang benar-benar sama mengenai sesuatu pesan.

Jikalau antara komunikator dan komunikan masing-masing mempunyai pengalaman yang sama dan pengertian yang benar-benar sama tentang suatu hal yang ada dalam pesan itu maka terjadi ketepatan yang menyeluruh, pengertian yang menyeluruh, atau komunikasi yang sempurna. Selama orang-orang mempunyai pengalaman yang berbeda tidak akan dapat membangkitkan idea yang benar-benar sama dalam pikiran komunikan sebagaimana yang dikonstruksikan dalam pikiran komunikator, sehingga hal demikian tadi itu jarang terjadi bahkan tidak pernah tercapai.

Berbicara mengenai kesamaan dan ketidaksamaan dalam derajat pasangan komunikator dengan komunikan dalam proses komunikasi ini, istilah yang diusung untuk hal itu oleh Everett M. Rogers adalah istilah homophily dan heterophily yang dapat memperjelas hubungan komunikator dengan komunikan dalam proses Komunikasi .

prinsip-prinsip umpan balik

Adapun prinsip-prinsip memberi umpan balik menurut
Roger B. Ellis, Robert J. Gates, dan Neil Kenworthy adalah :
Bersifat spesifik. Sebuah pernyataan yang jelas tentang apa yang tepatnya diamati akan lebih berguna daripada sebuah generalisasi yang luas.

Seimbang. Kalau mengangkat aspek kekuatan perlu juga memasukkan aspek-aspek yang perlu diperbaiki/diperhatikan sebagai aspek kukurangannya.
Tawarkan alternatif yang mungkin. Berikan komentar usulan tentang bagaimana hal-hal dapat dilakukan dengan cara yang berbeda. Hindari nasehat yang dogmatis.
Lebih menyoroti perilaku dan bukan karakteristik pribadi, karena perilaku dapat diubah sedang karakteristik pribadi tidak dapat diubah.

Jika ada sesuatu tugas, tetaplah berada dalam batasannya. Dengan kata lain jika diperlukan umpan balik yang spesifik, inilah yang perlu dikomentari.
Pikirkan tentang apa yang dikatakan oleh umpan balik anda tentang diri anda.

Sedangkan prinsip-prinsip menerima umpan balik menurut Roger B. Ellis, Robert J. Gates, dan Neil Kenworthy adalah :
Mempunyai pikiran yang terbuka. Hindari sikap mempertahankan diri atau argumentative dan jangan menolak umpan balik.

Mintalah klarifikasi. dengarkan, pertimbangkan, dan putuskan apa yang akan anda lakukan sesuai dengan yang dinyatakan dalam umpan balik tersebut.
Memberi umpan balik kepada orang lain merupakan keterampilan komunikasi tersendiri. Umpan balik dapat diberikan secara konstruktif atau secara destruktif. Umpan balik yang konstruksif menghasilkan keempat hal tersebut di atas. Sedangkan umpan balik destruktif membuat penerimanya merasa negatif dan tidak jelas bagaimana memperbaiki hal tersebut.

Umpan Balik Dalam Proses Komunikasi

Umpan Balik Dalam Proses Komunikasi

Wilbur Schramm yang dikutip dan diterjemahkan oleh Onong Uchjana Effendi dalam bukunya ‘Dimensi-dimensi Komunikasi’ menyatakan bahwa : “komunikasi akan berhasil, apabila pesan yang disampaikan komunikator cocok dengan frame of reference – yakni pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings) – yang diperoleh komunikan”.
Selanjutnya menurut Schramm bahwa bidang pengalaman (field of experience) merupakan faktor yang penting dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar. Sebaliknya bila pengalaman komunikan berlainan, akan terdapat kesukaran untuk mengerti satu sama lain.
Dengan demikian apabila dalan proses komunikasi dimana komunikator berusaha memahami dan menyesuaikan diri dengan frame of reference dan field of experience dari komunikan yang pada gilirannya komunikan akan berusaha memaknai pesan dari komunikator tersebut, sehingga akan muncul tanggapan dari komunikan terhadap komunikator yang dinamakan umpan balik/ feedback.
Umpan balik sangat penting sekali karena dengan umpan balik ini kita dapat menilai proses komunikasi itu telah berhasil dalam arti membuahkan suatu efek.
Umpan balik tidak menunjukkan setiap perilaku, melainkan menunjukkan pertautan (relationship) antara perilaku komunikator, tanggapan komunikan tersebut dan efek tanggapan komunikan tersebut kepada perilaku komunikator selanjutnya. Dengan demikian umpan balik berifat langsung dan tidak langsung.
Umpan balik langsung (immediate feedback) terjadi dalam Komunikasi Interpersonal dan dalam komunikasi kelompok kecil yang komunikator dapat melihat dan mendengar komunikan secara langsung.
Umpan balik tertunda (delayed feedback) terjadi dalam berbagai jenis situasi komunikasi, tetapi lebih sering terjadi pada komunikasi massa. Dilain segi umpan balik tertunda dalam komunikasi massa bersifat selektif, dan komunikator hanya memperoleh wawasan mengenai bagaimana sebagian kecil dari komunikannya merasakan tentang pesan yang disampaikannya , juga umpan balik tertunda biasanya datang agak lambat.

Menurut Dickson yang dikutip oleh Roger B. Ellis, Robert J. Gates, dan Neil Kenworthy Dalam buku “Komunikasi Interpersonal Dalam Keperawatan” membedakan bahwa ada dua jenis umpan balik, yaitu :
Umpan balik intrinsik
adalah bagian integral dari setiap interaksi. Informasi akan tersedia dari orang lain yang terlibat selama suatu interaksi yang menunjukkan respons mereka terhadap intervensi tertentu. Belajar memperhatikan umpan balik selama interaksi dan kemudian berespons sesuai dengannya adalah suatu unsur yang penting dari komunikasi yang efektif.

Umpan balik ekstrinsik
Adalah informasi eksplisit yang disediakan oleh orang lain yang secara langsung berhubungan dengan interaksi atau dengan kata lain adalah tambahan pada interaksi yang sebenarnya.

Roger B. Ellis, Robert J. Gates, dan Neil Kenworthy menyataakan umpan balik komunikan membantu hal-hal berikut :
Memajukan kesadaran diri melalui asimilasi informasi tentang bagaimana seseorang dilihat oleh orang lain menambah pilihan. Lebih banyak informasi menyediakan sudut pandang baru dan pilihan-pilihan yang lain. penguatan. Umpan balik yang positif cenderung mempersering dilakukannya perilaku yang produktif. dukungan dan motivasi. Budaya kerja yang menggunakan umpan balik cenderung menyebabkan pekerja merasa lebih dihargai.

Adapun prinsip-prinsip memberi umpan balik menurut
Roger B. Ellis, Robert J. Gates, dan Neil Kenworthy adalah :
Bersifat spesifik. Sebuah pernyataan yang jelas tentang apa yang tepatnya diamati akan lebih berguna daripada sebuah generalisasi yang luas.

Seimbang. Kalau mengangkat aspek kekuatan perlu juga memasukkan aspek-aspek yang perlu diperbaiki/diperhatikan sebagai aspek kukurangannya.

Tawarkan alternatif yang mungkin. Berikan komentar usulan tentang bagaimana hal-hal dapat dilakukan dengan cara yang berbeda. Hindari nasehat yang dogmatis.

Lebih menyoroti perilaku dan bukan karakteristik pribadi, karena perilaku dapat diubah sedang karakteristik pribadi tidak dapat diubah.

Jika ada sesuatu tugas, tetaplah berada dalam batasannya. Dengan kata lain jika diperlukan umpan balik yang spesifik, inilah yang perlu dikomentari.

Pikirkan tentang apa yang dikatakan oleh umpan balik anda tentang diri anda.

Sedangkan prinsip-prinsip menerima umpan balik menurut Roger B. Ellis, Robert J. Gates, dan Neil Kenworthy adalah :
Mempunyai pikiran yang terbuka. Hindari sikap mempertahankan diri atau argumentative dan jangan menolak umpan balik.

Mintalah klarifikasi. dengarkan, pertimbangkan, dan putuskan apa yang akan anda lakukan sesuai dengan yang dinyatakan dalam umpan balik tersebut.

Memberi umpan balik kepada orang lain merupakan keterampilan komunikasi tersendiri. Umpan balik dapat diberikan secara konstruktif atau secara destruktif. Umpan balik yang konstruksif menghasilkan keempat hal tersebut di atas. Sedangkan umpan balik destruktif membuat penerimanya merasa negatif dan tidak jelas bagaimana memperbaiki hal tersebut.

Proses Komunikasi Secara Sekunder

Proses Komunikasi Secara Sekunder

Proses Komunikasi secara sekunder disebut juga Komunikasi Triadik atau multi level communication adalah proses penyampaian lambang-lambang antara komunikator dengan komunikan secara tidak langsung tetapi menggunakan perantara dengan media.
Sedangkan kalau menurut Dan B. Curtis proses komunikasi kalau dikaitkan dengan konteks adalah sebagai berikut :

gambar sementara tidak dapat ditayangkan
KONTEKS

Penjelasan dari gambar tersebut di atas : sumber (komunikator) adalah pemakarsa suatu pesan. Encoding (penyandian/penulisan sandi) adalah suatu proses atau tindakan penyeleseksian simbol yang yang mewakili pikiran seseorang. Sandi ini dapat secara verbal maupun secara non-verbal. Saluran adalah mengirimkan simbol-simbol melalui saluran-saluran yang dapat dipahami oleh penerima. Umpan depan adalah informasi pengantar mengenai komunikasi masa mendatang yang meliputi pesan-pesan verbal.
Decoding (pengurai sandi) adalah suatu proses pemberian arti terhadap simbol-simbol. Penerima (komunikan) adalah orang yang menerima simbol-simbol. Umpan balik adalah setiap pesan verbal/non-verbal yang dikirim kembali kepada sumber yang berhubungan dengan pesan sumber.

Gangguan (noise) adalah setiap faktor yang mengubah atau prasangka dan penyimpangan dalam pikiran pengirim dan atau penerima, dapat berupa variable antarpesona (nilai-nilai, sikap, dan opini yang bertentangan) dan variable semantic (kesalahpahaman arti atau istilah kosa kata).

Menurut Ray L. Birdwhistell yang dikutip oleh Jalaludin Rakhmat dalam buku Psikologi Komunkasi menyebutkan komunikasi non-verbal dalam gerak-gerik disebut body communication . Beliau mencoba untuk memberi rangka pada “comprehensive coding scheme” bagi gerakan badan.

Kine (dalam linguist/komunikasi verbal disebut phone) sebagai gerakan. Kinime (dalam linguist disebut phoneme, yaitu sekelompok bunyi yang berubah-ubah) sebagai sebuah set gerakan yang berubah-ubah. Kinemorh (kalau dalam linguist disebut morpheme yaitu sekelompok bunyi yang mengandung arti) sebagai serangkaian gerakan yang mengandung pengertian dalam konteks suatu pola yang lebih besar.

Tahap tersebut disebut microkinesics untuk lingkup kecil dan untuk lingkup yang lebih besar disebut macrokinesics. Social kinesics adalah sebuah gerakan (act) yaitu pola yang menyangkut lebih luas dari suatu area, akan bersangkutan dengan kerangka komunikasi yang lebih luas.

Termasuk komunikasi non-verbal adalah isyarat dengan menggunakan alat. Misal bedug, lampu richting pada kendaraan bermotor, lampu stopan, dan sebagainya. Juga termasuk gambar sebagai sarana penerangan, reklame, alat peraga pendidikan, dan sebagainya.

Proses Komunikasi Bermedia
Komunikasi bermedia (mediated communication) /Komunikasi tidak langsung (indirect communication) adalah komunikasi yang menggunakan saluran atau sarana untuk meneruskan suatu pesan kepada komunikan yang tempatnya jauh, dan atau banyak jumlahnya. Berdasarkan banyaknya komunikan yang dijadikan sasaran, diklasifikasikan menjadi media massa dam media nirmassa.

Komunikasi bermedia massa
Media massa digunakan dalam komunikasi apabila komunikan berjumlah banyak dan bertempat tinggal juah. Media massa yang banyak digunakan umumnya surat kabar, radio, televisi, dan film bioskop yang beroperasi bidang informasi (penerangan), edukasi (pendidikan), dan rekreasi (hiburan).

Keuntungan komunikasi dengan menggunakan media massa ialah bahwa media massa menimbulkan keserempakan (simultaneity), artinya suatu pesan dapat diterima oleh komunikan yang jumlahnya relatif amat banyak, dari mulai ratusan sampai ratus jutaan pada saat yang sama secara bersama-sama. Dengan demikian media massa sangat efektif untuk menyebarkan informasi, walau untuk merubah sikap, pendapat, dan perilaku komunikan belum tentu dapat efektif.

Komunikasi bermedia nirmassa
Media nirmassa umumnya digunakan dalam komunikasi untuk orang-orang tertentu atau kelompok tertentu. Biasanya media yang digunakan adalah surat, telepon, telegram, telex, papan pengumuman, poster, spanduk, pamflet, brosur, folder, radio CB, CCTV, kaset (audio/vidio), dan lain-lain.

Walau media nirmassa tidak mempunyai keserempakan dan komunikasi tidak bersifat massal, tetapi untuk kepentingan tertentu media nirmassa tetap efektif untuk digunakan, misal surat atau telepon sangat efektif untuk meyakinkan seseorang yang bertempat tinggal jauh.

PROSES KOMUNIKASI

PROSES KOMUNIKASI

Seperti kita ketahui dari kesimpulan definisi komunikasi, bahwa komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Maka untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi tersebut dapat dilihat dari katagori proses komunikasi dengan peninjauan dari dua perspektif, yaitu :

Proses Komunikasi Dalam Perspektif Psikologis
Dalam perspektif ini komunikasi terjadi antara komunikator dengan komunikan dalam menyampaikan pesan maka terjadi proses dalam dirinya masing-masing.
Pesan komunikasi tersebut terdiri dari dua hal, yaitu :
Pertama isi pesan yang berupa pikiran, Walter Lippman menyebut isi pesan sebagai “picture in our head” dan kedua lambang yang pada umumnya adalah bahasa, baik dalam bahasa verbal ( dapat berpupa oral/terucap atau dapat berupa write/tulisan) maupun dalam bahasa non-verbal.

Dalam perspektif psikologis komunikator dalam pikiranya berusaha melakukan persepsi atau memahami dan selanjutnya memberikan makna isi pesan komunikasi. Upaya tersebut dinamakan encoding. Kemudian pesan tadi dikirimkan pada komunikan. Maka dalam pikiran komunikan juga terdapat proses upaya melakukan persepsi untuk memahami dan memaknai isi pesan komunikasi tadi, yang istilah prosesnya disebut decoding.

Proses Komunikasi Dalam Perspektif Mekanistis
Proses Komunikasi dalam perspektif mekanistis diklasifikasikan dalam proses komunikasi secara primer dan secara sekunder.

Proses Komunikasi Secara Primer
Proses Komunikasi Secara Primer disebut juga Komunikasi Diadik atau two way communication adalah proses penyampaian lambang-lambang antara komunikator pada komunikan secara langsung berhadapan muka (face to face) tanpa menggunakan perantara atau media. Menurut Mitcnell V. Chanley bahwa secara primer proses komunikasi dapat digambarkan sebagai berikut :
sementara gambar tdk dapat ditampilkan

PESAN

FEEDBACK

Sebelum komunikator mengirim pesan-pesan kepada komunikan ia memberi makna pada pesan-pesan itu (encode). Pesan ditangkap komunikan dan diberi makna sesuai dengan konsep-konsep yang ia miliki (decode). Melalui proses interpretasi, yaitu menafsirkan makna-makna tersebut dari berbagai sudut pandang (perspektif), akan dihasilkan makna tertentu sesuai dengan kerangka pengalaman (field of reference) dan kerangka acuan (frame of reference) yang dimiliki oleh komunikan.
Keberhasilan komunikasi (yaitu komunikasi yang efektif) sangat ditentukan oleh beberapa besar kesamaan pengertian yang berhasil dibangun bersama (sharing). Semakin luas daerah overlap (saling pengertian) tercipta, semakin berhasil suatu proses komunikasi mencapai sasarannya.
Berdasarkan prosesnya, komunikasi dapat diklasifikasikan dalam :
Verbal Communication adalah komunikasi dengan menggunakan lambang bahasa (lisan atau pun tulisan). Bahasa adalah lambang yang paling banyak digunakan dalam komunikasi karena selain dapat mewakili kenyataan yang konkrit dan objektif dari lingkungan, juga dapat mewakili hal yang abstrak. Bahasa tulisan banyak digunakan dalam komunikasi massa.
Non-verbal Communication adalah komunikasi dengan gejala yang menyangkut bahasa tubuh dan gejala lain.
Ciri-ciri komunikasi diadik adalah sebagai berikut :
Komunikasi dilakukan antara dua orang atau tiga orang
Komunikasi dilakukan langsung (face to face) atau kadang menggukan media telephon. Komunikator dapat berubah statusnya menjadi komunikan, begitu juga sebaliknya komunikan dapat berubah menjadi komunikator, dan seterusnya berputar berganti-ganti selama proses Komunikasi Interpersonal berlangsung. Tetapi komunikator utama adalah si pembawa pesan atau yang pertama-tama menyampaikan pesan (message) sebab dialah yang memulai komunikasi dan mempunyai tujuan.
Efek komunikasi dapat terlihat langsung , baik secara verbal (dengan ucapan mengiyakan/menjawab) maupun secara non-verbal ( dengan bahasa tubuh/kinesik/kial dan isyarat).

Bahasa tubuh atau kinesik meliputi :
• Gestures (gerak-gerik), missal gerak sering membetulkan posisi duduk tanda dari gelisah
• Postures (sikap tubuh), missal di Indonesia dikenal :
Membusungkan dada tandanya sombong
Menundukan kepala tandanya merendah
Berdiri tegak tandanya berani
Bertopang dagu tandanya bersedih
Menadahkan tangan tandanya bermohon,
Dan sebagainya.

Facial expressions (ekspresi muka), misalnya :
Muka kaku disertai mata terbelalak tanda dari takut
Muka ditekan disertai mata dikerutkan ke depan tanda dari muak
Muka rileks disertai senyum tanda dari bahagia
Muka kencang disertai mata melotot tanda dari marah

Symbolic cloting (pakaian simbolik),
Misalnya warna pakaian serba hitam tandanya berkabung duka. Keberhasilan komunikasi diadik adalah dalam prosesnya si komunikator harus berupaya menyamakan field of reference dan frame of reference dari komunikan, disamping itu kedua pihak harus mempunyai emphaty.

Cakupan/Ruang Lingkup Komunikasi

Cakupan/Ruang Lingkup Komunikasi
Menurut Onong Uchjana Effendy dalam buku Dimensi Komunikasi menyatakan bahwa ruang lingkup/cakupan komunikasi sebagai berikut :
1. Bentuk Komunikasi :
a) Personnal Communication (Komunikasi Pribadi) :
Intrapersonnal Communication (Komunikasi Intrapribadi)
Interpersonnal Communication (Komunikasi Interpersonal)
b) Group Communication (Komunikasi Kelompok) :
Small Group Communication (Lecture, Panel Discussion, Symposium, Seminar,
Brainstorming, Ect.)Large Group Communication / Public Speaking.
c) Mass Communication (Komunikasi Massa dengan medianya Pers, Radio, TV, Film,
dsb.)
2. Sifat Komunikasi :
a) Verbal :
Oral (Ucapan)
Written (Tulisan)
b) Non-verbal :
Kinesikal (bahasa tubuh):
 Gestural (gerak-gerik tubuh)
 Postural (sikap tubuh)
 Facial Expressions (akspresi muka)
 Symbolic Cloting (pakaian symbol)
 Signal (Bel, Bedug, Morse, Simapore)
 Pictorial (Poster, Billboard, Rambu-rambu lalu lintas)
3. Teknik Komunikasi :
 Journalism
 Public Relations
 Advertising
 Exhibition / Exposition
 Propaganda
 Publicity Etc.
4. Metoda Komunikasi :
 Informative Communication
 Persuasive Communication
 Coersive / Intructive Communication
5. Fungsi Komunikasi :
 Public Information
 Publik Education
 Publik Persuasion
 Publik Entertaiment
6. Tujuan Komunikasi :
 Social Change / Social Participation
 Attitude Change
 Opinion Change
 Behaviour Change
7. Model Komunikasi :
 One Step Flow Communication
 Two Step Flow Communication
 Multi Step Flow Communication
8. Bidang Komunikasi :
 Social Communication
 Managemen Communication
 Bussiness Communication
 Political Communication
 Cultural Communication
 Traditional Communication
 International Communication
9. Sistem Komunikasi :
• Social Responsibility System
• Authoritian System
10. Interaksi Komunikasi :
• Komunikasi Sosial
• Komunikasi Media (1994 : 10 – 11)

Prinsip Dasar Komunikasi

Prinsip Dasar Komunikasi

Menurut Daan B. Curtis & Co. dalam buku Komunikasi Bisnis Profesional menyatakan bahwa prinsip-prinsip komunikasi meliputi :
Komunikasi tidak mungkin dihindari. Menurut De Vito bahwa komunikasi tidak dapat dielakkan sehingga kita tidak dapat tidak berkomunikasi dan tidak dapat tidak memberikan tanggapan. Misalnya dalam suatu kelas atau suatu rapat ada suatu intruksi untuk “tidak menunjukkan reaksi” tapi itu merupakan suatu intruksi yang mustahil untuk dilakukan. Dalam hal ini mungkin ada orang yang menganggukkan kepala atau tetap diam tetapi orang lain mungkin mengartikan lain terhadap perilaku tersebut.
Prinsip sebagian besar komunikasi adalah non-verbal. Walau dalam komunikasi verbal tetapi komunikan menanggapi pesan itu selain pesan yang diucapkan tetapi juga menangkap sebagian besar dari penekanan dan pembawan pesan tersebut oleh komunikan. Sebagian besar kesan dibuat untuk menanggapi isyarat non-verbal. Komunikasi non-verbal (nirlisan) adalah komunikasi yang tidak disampaikan melalui kata-kata, berisi penekanan, pelengkap, bantahan, keteraturan, pengulangan, atau pengganti pesan verbal.

 Penekanan adalah penyorotan tajam atau penekanan beberapa bagian pesan verbal
 Pelengkap adalah penguat sikap atau sifat pesan verbal
 Bantahan adalah menunjukkan perilaku yang tidak mempercayai pesan verbal
 Keteraturan adalah keterkendalian arah pesan verbal
 Pengulangan adalah mengulangi pernyataan pesan verbal dengan perilaku non-verbal
 Pengganti adalah penggantian pesan verbal dengan non-verbal yang memiliki arti serupa.

Prinsip konteks (lingkungan) yang mempengaruhi komunikasi. Prinsip ini berkaitan dengan ekologi dalam komunikasi. Komunikator harus dapat mengendalikan konteks (sekurang-kurangnya aspek yang paling negatif) jangan konteks (lingkungan) yang mengendalikan keberhasilan komunikator. Cara yang ditempuh adalah mempertimbangkan norma, waktu, kondisi fisik (warna, keleluasaan, temperatur, bunyi, cahaya, dan lain-lain) juga kondisi psikologis (suasana hati, peran, permainan, keramahtamahan, formalitas, dan lain-lain).

Arti pesan terdapat pada orang-orang bukan dalam kata-kata. Arti pesan terdapat pada persepsi, pada pengurai sandi (decoding), sehingga dalam komunikasi ada istilah; Words don’t mean ; people mean (kata-kata tidak mengandung makna namun oranglah yang memberikan makna pada kata-kata tersebut). Dalam hal ini orang-orang “memberi arti” tapi kata-kata tidak. Pesan yang diingat oleh orang-orang seringkali bukan pesan yang dimaksud si komunikator tetapi apa pun yang diinterpretasikan oleh pendengar (komunikan). Komunikan mungkin memproses informasi tersebut dengan cara yang tidak dapat diperkirakan komunikator.

Komunikasi tidak dapat diubah. Dalam hal ini apabila komunikator telah mengirimkan pesan yang salah maka tidak dapat diubah. Upaya yang dilakukan hanya dapat memberikan informasi tambahan atau rasionalisasi terhadap tindakan komunikator terdahulu tetapi hanya memodifikasi kesan yang telah dibuat. Walau andaikan pesan itu direkam video, komunikan tidak selalu memantau kesan pertama.

Gangguan mempengaruhi komunikasi (noise). Setiap proses komunikasi pasti ada faktor noise yaitu faktor yang mempengaruhi pengiriman pesan yang jelas dan akurat atau disini juga gangguan dalam saluran komunikasi. Komunikator harus menyadari bahwa setiap orang yang berupaya mendengarnya memiliki gangguan bersaing (dapat karena rasa lapar, kelelahan, dan sebagainya). Ia harus memperkecil gangguan di dalam dirinya dan bersaing secara efektif dengan gangguan yang tidak dapat dikendalikannya yang terdapat dalam diri pendengarnya. Atau juga gangguan semantik pada komunikasi verbal.

Komunikasi itu sirkuler bukan linier. Dalam proses komunikasi orang-orang mengirim dan menerima komunikasi secara serempak. Proses komunikasi pada saat pengirim menyandikan pesan (encoding) akan dikirim melalui saluran kepada penerima, bahkan sebelum distimulasikan untuk menyandikan pesan. Belum lagi bagi penerima pesan selain mendengarkan pesan ia juga memperhatikan tekanan pesannya, memperhatikan gerak-gerik si pembawa pesan, dan dalam benaknya juga timbul memaknakan pesan tadi (decoding). Karena aspek-aspeknya serempak tadi maka pesan komunikasi oleh Frank E.X. Dance dapat dianggap sebagai sebuah lingkaran (spiral helical).

Pentingnya menciptakan dasar pemufakatan. Komunikasi merupakan hal yang paling efisien pada saat partisipan membagi sejumlah pengalaman umum (field of reference). Pengalaman umum dicapai melalui penggunaan simbol dan pembicaraan pengalaman (sejarah) yang dibagi. Pada hal ini kesalahpahaman mungkin sedikit terjadi.

Komunikasi mempunyai efek. Komunikasi selalu menimbulkan beberapa jenis efek. Seperti orang berteriak dapat mempengaruhi pada orang berteriak itu sendiri. Oleh karena itu komunikasi melahirkan konsekuensi.

Etika komunikasi. Etika adalah pedoman tingkah laku dan penilaian moral. Etika komunikasi merupakan pertimbangan kebenaran atau kesalahan tindakan komunikasi tertentu. Pada komunikasi etis harus dapat menjawab pertanyaan sebagai berikut :
apakah informasi merupakan manfaat jangka panjang ?
apakah permintan informasi merupakan minat pihak-pihak yang telibat komunikas ?.
Semua pihak memiliki informasi dan pemahaman yang diperlukan untuk membuat pilihan yang diinformasikan ?
Apakah informasi itu benar atau berdasarkan kenyataan ?

Kualitas lebih penting dari kuantitas. Komunikasi yang efektif adalah yang berkualitas dari pada pesan-pesan yang lebih banyak (kuantitas). Pemahaman tentang hubungan yang erat antara etika dan komunikasi serta sadar bahwa peningkatan kualitas komunikasi walau tidak dapat menyelesaikan seluruh masalah komunikasi tetapi dapat menyelidiki struktur komunikasi.

Jaringan komunikasi (network communication). Jaringan kerja formal adalah sah (legal dalam suatu institusi) merupakan saluran tempat pesan berlaku dari suatu pihak kepada pihak lainnya. Jaringan kerja informal adalah saluran tidak resmi tempat berlakunya informasi dalam suatu instansi. Jaringan kerja informal berupa selentingan-selentingan (grapevenis) berupa kabar burung atau suatu informasi yang secara resmi belum diumumkan tetapi telah dibocorkan. Jaringan kerja informal ini lebih cepat, lebih kaya, seringkali lebih akurat dan komunikasi dilakukan secara langsung (Komunikasi Interpersonal ). (1992 : 23).

Sedangkan menurut Watzlawick yang dikutip oleh Roger B. Ellis, Robert J. Gates, dan Neil Kenworthy Dalam buku “Komunikasi Interpersonal Dalam Keperawatan” menyatakan bahwa prinsip-prinsip dasar komunikasi ada empat, yaitu :
1. Seseorang tidak dapat tidak berkomunikasi
2. Setiap komunikasi mempunyai sebuah isi dan aspek hubungan dimana yang berikutnya mengklasifikasi yang sebelumnya dan karenanya adalah sebuah meta-komunikasi.
3. Sebuah seri komunikasi dapat dilihat sebagai sebuah seri pembicaraan yang tidak terputus.
4. Semua hubungan komunikasi adalah simetris atau komplementer tergantung pada apakah mereka didasarkan pada kesetaraan atau ketidaksetaraan. Komunikasi antara dua sahabat baik bersifat simetris. Komunikasi antara perawat dengan pasiennya, antara pimpinan dengan bawahan bersifat komplementer. (1999 : 27)

Fungsi Dan Tujuan Komunikasi

Fungsi Dan Tujuan Komunikasi

Fungsi komunikasi menurut Harol D. Lasswell adalah sebagai berikut :
The surveillance of the environment, fungsi komunikasi adalah untuk mengumpulkan dan menyebarkan informasi mengenai kejadian dalam suatu lingkungan (kalau dalam media massa hal ini sebagai penggarapan berita).
The correlation of correlation of the parts of society in responding to the environment, dalam hal ini fungsi komunikasi mencakup interpretasi terhadap informasi mengenai lingkungan (disini dapat diidentifikasi sebagai tajuk rencana atau propaganda).
The transmission of the social heritage from one generation to the next, dalam hal ini transmission of culture difocuskan kepada kegiatan mengkomunikasikan informasi, nilai-nilai, dan norma sosial dari suatu generasi ke generasi lain.
Onong Uchjana Effendi dalam buku Dimensi-dimensi Komunikasi mempunyai pendapat sebagai berikut :
 Public Information
 Publik Education
 Publik Persuasion
 Publik Entertainment
Ad.
1. Memberikan informasi kepada masyarakat. Karena perilaku menerima informasi merupakan perilaku alamiah masyarakat. Dengan menerima informasi yang benar masyarakat akan merasa aman tentram. Informasi akurat diperlukan oleh beberapa bagian masyarakat untuk bahan dalam pembuatan keputusan. Informasi dapat dikaji secara mendalam sehingga melahirkan teori baru dengan demikian akan menambah perkembangan ilmu pengetahuan. Informasi disampaikan pada masyarakat melalui berbagai tatanan komunikasi, tetapi yang lebih banyak melalui kegiatan mass communication .
2. Mendidik masyarakat. Kegiatan komunikasi pada masyarakat dengan memberiakan berbagai informasi tidak lain agar masyarakat menjadi lebih baik, lebih maju, lebih berkembang kebudayaannya. Kegiatan mendidik masyarakat dalam arti luas adalah memberikan berbagai informasi yang dapat menambah kemajuan masyarakat dengan tatanan komunikasi massa. Sedangkan kegiatan mendidik masyarakat dalam arti sempit adalah memberikan berbagai informasi dan juga berbagai ilmu pengetahuan melalui berbagai tatanan komunikasi kelompok pada pertemuan-pertemuan, kelas-kelas, dan sebagainya. Tetapi kegiatan mendidik masyarakat yang paling efektif adalah melalui kegiatan Komunikasi Interpersonal antara penyuluh dengan anggota masyarakat, antara guru dengan murid, antara pimpinan dengan bawahan, dan antara orang tua dengan anak-anaknya.
3. Mempengaruhi masyarakat. Kegiatan memberikan berbagai informasi pada masyarakat juga dapat dijadikan sarana untuk mempengaruhi masyarakat tersebut ke arah perubahan sikap dan perilaku yang diharapkan. Misalnya mempengaruhi masyarakat untuk mendukung suatu pilihan dalam pemilu dapat dilakukan melalui komunikasi massa dalam bentuk kampanye, propaganda, selebaran-selebaran, spanduk dan sebagainya. Tetapi berdasarkan beberapa penelitian kegiatan mempengaruhi masyarakat akan lebih efektif dilakukan melalui Komunikasi Interpersonal.
4. Menghibur masyarakat. Perilaku masyarakat menerima informasi selain untuk memenuhi rasa aman juga menjadi sarana hiburan masyarakat. Apalagi pada masa sekarang ini banyak penyajian informasi melalui sarana seni hiburan.

Selanjutnya tujuan dari komunikasi adalah seperti yang dikemukakan oleh Dan B. Curtis dalam buku Komunikasi Bisnis Profesional sebagai berikut :
Memberikan informasi, kepada para klien, kolega, bawahan dan penyelia (supervisor)
Diberi informasi, karena perilaku diberi informasi merupakan bentuk interaksi komunikasi. Orang atau masyarakat cenderung merasa lebih baik diberi informasi yang diperlukannya atau yang akan diberi jalan masuk menuju informasi tersebut yang merupakan bagian dari keadaan percaya dan rasa aman.
Menolong orang lain, memberikan nasihat kepada orang lain, ataupun berusaha memotivasi orang lain dalam mencapai tujuan.
Menyelesaikan masalah dan membuat keputusan, karena semakin tinggi kedudukan/status seseorang maka semakin penting meminta orang lain untuk keahlian teknis sehingga dalam menyelesaikan masalah/membuat keputusan tersebut harus ada komunikasi untuk meminta data sebagai bahan pertimbangan.
Mengevaluasi perilaku secara efektif, yaitu suatu penilaian untuk mengetahui hal-hal yang akan mereka lakukan setelah menerima massege. (1992 : 9)
Sementara itu menurut Onong Uchjana Effendi dalam buku Dimensi – dimensi Komunikasi tujuan komunikasi adalah sebagai berikut :
 Social Change / Social Participation.
 Attitude Change.
 Opinion Change
 Behaviour Change

1. Perubahan Sosial dan partisipasi sosial. Memberikan berbagai informasi pada masyarakat tujuan akhirnya supaya masyarakat mau mendukung dan ikut serta terhadap tujuan informasi itu disampaikan. Misalnya supaya masyarakat ikut serta dalam pilihan suara pada pemilu atau ikut serta dalam berperilaku sehat, dan sebagainya.
2. Perubahan Sikap. Kegiatan memberikan berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan supaya masyarakat akan berubah sikapnya. Misalnya kegiatan memberikan informasi mengenai hidup sehat tujuannya adalah supaya masyarakat mengikuti pola hidup sehat dan sikap masyarakat akan positif terhadap pola hidup sehat.
3. Perubahan pendapat. Memberikan berbagai informasi pada masyarakat tujuan akhirnya supaya masyarakat mau berubah pendapat dan persepsinya terhadap tujuan informasi itu disampaikan, misalnya dalam informasi mengenai pemilu. Terutama informasi mengenai kebijakan pemerinatah yang biasanya selalu mendapat tantangan dari masyarakat maka harus disertai penyampaian informasi yang lengkap supaya pendapat masyarakat dapat terbentuk untuk mendukung kebijakan tersebut.
4. Perubahan perilaku. Kegiatan memberikan berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan supaya masyarakat akan berubah perilakunya. Misalnya kegiatan memberikan informasi mengenai hidup sehat tujuannya adalah supaya masyarakat mengikuti pola hidup sehat dan perilaku masyarakat akan positif terhadap pola hidup sehat atau mengikuti perilaku hidup sehat.

Main game yuk !

Sorry, you will need the <a href="http://www.macromedia.com/go/getflashplayer/" target="_blank">Flash Player</a> to play this game.
Add Games to your own site

Saran dan Masukan

Bagi anda yang ingin berbagi, memberikan masukan, komentar, pertanyaan, mengirim artikel & ingin ditayangkan, silahkan kirim ke ajias66@gmail.com.
Follow kangazi99 on Twitter